Workaholic adalah sebutan untuk orang yang memfokuskan energi pada pekerjaan secara berlebihan, sehingga kurang memerhatikan keseimbangan hidup dan keselarasan dimensi lain dalam kehidupannya.
Gampang mengenali sosok workaholic, bagi mereka ada prinsip yang sepertinya menjadi semboyan hidup: pekerjaan adalah segalanya! Bergeraknya dia, untuk pekerjaan, bicaranya dia masih seputar pekerjaan, bahkan diamnya dia, berfikir tentang pekerjaan. Saat sakit maupun libur, ia tetap bekerja. Bahagianya dia, diperoleh dari pekerjaan. Ia akan merasa menjadi manusia malang dan dihinggapi rasa bersalah yang amat sangat, saat tidak bekerja. Bukan main!
Seorang workaholic juga cenderung pribadi yang tak percaya dengan kredibilitas staf dan teman sejawat. Bisa jadi, dia juga bukan manajer yang baik, yang tak bisa mendelegasikan pekerjaannya kepada bawahan. Saat yang sama, dia merasa dirinya seorang yang paling bertanggung jawab, paling bisa diandalkan, dan selalu ada alasan untuk bekerja. Mereka akan merasionalisasikan alasannya untuk bekerja: bahwa apa yang dilakukannya semata untuk kehormatan keluarga .
Pertanyaannya, saat kita beberapa kali lembur di kantor, apakah pertanda seorang penggila kerja? Jangan buru-buru memberi stempel bahwa anda seorang workaholic. Hakikatnya, bekerja lembur merupakan tuntutan situasi untuk menuntaskan pekerja di luar waktu kerja normal. Bila jam kerja usai dan anda bisa menghabiskan waktu dengan orang yang anda sayangi dan mampu membebaskan diri dari masalah pekerjaan yang membelenggu, dipastikan anda masih “normal”.
Sobat! positive thinking-nya, seorang workaholic adalah representasi pribadi yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Tak jarang, mereka adalah figur sukses dalam karir. Tapi ingat! Sisi negatif seorang “penggila kerja” juga tak sedikit. Dirasakan atau tidak, personality mereka cenderung tertutup, susah berinteraksi, dan sangat bangga bila berbicara tentang pekerjaannya, namun begitu gagap saat bergaul dengan sekitarnya.Teamwork skill-nya lemah sobat!
Banyak pribadi “terjerumus” menjadi pekerja keras karena dipaksa oleh keadaan. Selain tuntutan ekonomi, sering kali seorang workaholic berangkat dari lingkungan keluarga yang mendewakan prestasi. Mereka haus akan apresiasi dan pengakuan dari pihak luar. Parahnya, mereka tak paham dengan masalahnya sendiri.
Dalam balutan bahasa psikologi, mereka terjebak dalam bilik “blind self”: orang sangat mengerti dirinya, tapi maaf, dia sendiri tak tahu siapa dia! Solusinya, carilah keseimbangan.
Pindah channelanda dari seorang workaholic menjadismart worker. Seorang pekerja cerdas, tak hanya serius dalam bekerja, namun luwes dalam bergaul, pandai beradaptasi, dan cinta kehangatan keluarga. Smart worker adalah pekerja profesional, dia tahu persis kapan waktunya bekerja, kapan saat yang tepat untuk beristirahat dan bercengkerama dengan orang-orang tercinta, dan tahu kapan memuaskan hobi yang tertunda.
Satu lagi, cari tahu penyebab utama anda menjadi seorang workaholic. Apakah karena tuntutan ekonomi, managerial skill yang lemah, atau sekedar ‘pelarian’ ketika kehangatan keluarga tak kunjung ada? Dengan membuat mapping seperti itu, maka akan mudah bagi kita untuk mencari solusi jitu agar determinasi bekerja tetap terjaga, saat yang sama, interaksi sosial dan kenyamanan berkomunikasi tidak sirna. Sobat, Selamat menjadi seorang smart worker!
Sharing is Caring,