Peran BPDPKS dalam Mencapai Target Net Zero Emission dan Kontribusinya pada Penerimaan Negara
Perubahan iklim yang semakin mengancam masa depan dunia membuat banyak negara, termasuk Indonesia, menetapkan target ambisius untuk mencapai net zero emission. Salah satu langkah signifikan dalam mencapai tujuan ini adalah melalui pengurangan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor, terutama sektor energi.
Di sinilah peran penting Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dalam mendukung pemanfaatan energi terbarukan, khususnya biodiesel berbasis kelapa sawit, menjadi sangat relevan. BPDPKS tidak hanya berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi, tetapi juga turut menyumbang pada peningkatan penerimaan negara.
Mengapa Kelapa Sawit?
Indonesia merupakan produsen utama minyak kelapa sawit di dunia. Tanaman ini memiliki keunggulan produktivitas yang tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, seperti kedelai atau bunga matahari.
Dengan luas lahan yang lebih sedikit, kelapa sawit mampu menghasilkan lebih banyak minyak, yang kemudian dapat diolah menjadi biodiesel. Penggunaan biodiesel berbasis kelapa sawit sebagai energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan, pada gilirannya, menurunkan emisi karbon.
Peran BPDPKS dalam Pengembangan Biodiesel
BPDPKS telah memainkan peran strategis dalam mendorong pengembangan biodiesel di Indonesia melalui berbagai program dan kebijakan yang dirancang untuk mendukung pencapaian target bauran energi terbarukan. Salah satu inisiatif terpenting adalah pemberian insentif kepada produsen biodiesel, yang bertujuan untuk menjaga harga biodiesel tetap kompetitif di pasar energi.
Insentif ini diperlukan mengingat biaya produksi biodiesel biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil seperti solar. Dengan memberikan dukungan finansial kepada produsen, BPDPKS membantu menutup selisih harga antara biodiesel dan bahan bakar fosil, sehingga konsumen dapat mengakses bahan bakar yang lebih ramah lingkungan tanpa perlu membayar harga yang jauh lebih tinggi.
Kebijakan mandatori pencampuran biodiesel ke dalam bahan bakar diesel konvensional juga menjadi langkah penting dalam meningkatkan penggunaan biodiesel secara nasional. Dimulai dengan program B30, di mana 30% bahan bakar diesel dicampur dengan biodiesel berbasis minyak kelapa sawit, pemerintah kemudian meningkatkan target pencampuran menjadi B35 dan kini menuju B40.
Langkah-langkah bertahap ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan negara pada impor bahan bakar fosil, yang selama ini membebani neraca perdagangan.