Gumpo, pemuda yang baru saja selamat dari badai dan di rasuki cahaya pelangi berasal dari pedalaman Pulau Andalas. Dia tahun yang lalu di datang ke ujung Utara pulau Andalas untuk menimba ilmu. Kuliah di sebuah universitas ternama.
Orang tuanya sudah lama meninggal. Dia hidup di panti asuhan sejak masih kecil. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Gumpo meninggalkan Panti Asuhan dan bekerja sambil sekolah. Prestasinya yang baik dan karakter yang bagus membuatnya mendapatkan banyak penghargaan dan beasiswa.
Usai menamatkan pendidikan Sekolah menengah atas, dia mendptkan undangan beasiswa prestasi ke ujung pulau sumatera. Meskipun biaya kuliah di gratiskan, biaya hidup dan tempat tinggal harus ditanggungnya sendiri. Saat itulah dia mengenal Andre Daulay. Mereka cocok dan milih menyewa satunkamar berdua.
Beberapa orang lain mendekat dan menarik Gumpo meninggalkan tempat itu. Berusaha mencari tempat yang tinggi dan kering. Air juga perlahan-lahan menyusut.Â
Mereka menemukan sebuah masjid yang lantai duanya tidak terkena air. Ada ratusan orang disana yang berhasil selamat. Ada beberapa tentara yang berusaha mengendalikan kepanikan.Â
Gumpo berbaur dengan ratusan orang itu. Ada puluhan orang yang tergeletak dalam keadaan menyedihkan, tetapi masih hidup. Suara tangisan dan ratapan terdengar dari seluruh tempat.
Gumpo dan rombongan melihat dengan hati hncur dan air mat terus menetes. Siapapun takkan sanggup menahan diri melihat kondisi luar biasa ini.
"Tolong! Anak ini sekarat!" Teriak seseorang dengan panik.Â
Gumpo dan rombongan mendekat. Seorang gadis kecil sedang dipeluk oleh seorang perempuan muda yang mungkin ibunya. Gadis itu tampak menyedihkan sekali. Wajah dan seluruh tubuhnya memar disana sini. Hidung dan bibirnya sesekalienyburkan cairan bercampur lumpur. Seperti gadis kecil ini tenggelam dalam lumpur sebelum ditemukan.
"Luangkan tempat! Biarkan dia berbaring telungkup!" Ucap Gumpo tiba-tiba.
Semu orang tercengang dan menatap pemuda itu dengan ragu. Tapi perlahan mereka menyingkir dan mbentul sebuah lingkaran dengan tida orang sebagai pusatnya.