Mohon tunggu...
Yandi Hasibuan
Yandi Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa yang sangat menyukai sepak bola.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Sejarah Candi Kalasan: Bentuk Pemujaan Raja Panangkaran terhadap Dewi Tara

24 Juni 2024   19:56 Diperbarui: 24 Juni 2024   19:58 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dedy Haryono, Penjaga Candi Kalasan, Sleman. Jumat (7/6/2024). Foto: Intan Pinasti Hanifah

Sleman -- Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tepatnya Kalasan, Sleman, terdapat sebuah bangunan candi yang berdiri megah di tengah pemukiman warga. Candi ini bernama Candi Kalasan yang merupakan salah satu bangunan dengan nilai historis yang kental kaitannya dengan pemikiran kuno mengenai hakikat perempuan.

Berdasarkan prasasti Kalasan berangka tahun 778 M yang ditemukan di lokasi candi, disebutkan Candi Kalasan dibangun oleh Maharaja Tejaprana Panangkaran yang memuja keagungan Dewi Tara yang dianggap sebagai dewi welas asih. Raja Panangkaran berasal dari wangsa Syailendra dan memuja seorang dewi di tengah ingar-bingar pemujaan kepada dewa.

Keunikan Candi Kalasan direpresentasikan oleh bangunan candi yang memukau kala terkena cahaya matahari senja. Pantulan cahaya ini menciptakan semburat keemasan di tiap-tiap lekuk bangunan candi. Semburat keemasan timbul karena adanya bajralepa yang melapisi Candi Kalasan. Bajralepa merupakan lapisan semen kuno atau plester yang terbentuk dari campuran pasir kuarsa, kalsit, kalkopirit, dan lempung.

"Ya, itu, lapisan bajralepa yang bikin candinya keemasan kalau ada cahaya bulan dan sorot matahari saat sore," tutur Dedy Haryono, penjaga Candi Kalasan, Senin (17/6/2024).

Dedy Haryono, Penjaga Candi Kalasan, Sleman. Jumat (7/6/2024). Foto: Intan Pinasti Hanifah
Dedy Haryono, Penjaga Candi Kalasan, Sleman. Jumat (7/6/2024). Foto: Intan Pinasti Hanifah

Dedy membeberkan alasan mengapa candi yang dibuat untuk memuja dewi ini berlapiskan bajralepa. Menurutnya, berdasar pada Prasasti Kalasan, cahaya keemasan bajralepa adalah wujud agung Dewi Tara sebagai dewi welas asih yang menjadi satu-satunya pedoman arah di dunia dan Suralaya (tempat pada dewa).

Dewi Tara merupakan simbolisme dewi dalam agama Buddha yang dianggap sebagai pelindung dan penolong yang cepat, siap membantu mereka yang memanggilnya dalam situasi kesulitan dan bahaya. Adanya pemujaan Dewi Tara oleh wangsa Syailendra di Candi Kalasan menjadi awal domestikasi muncul di peradaban masyarakat klasik. Bagus Kurniawan, dosen program studi Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) menyatakan pemikirannya mengenai sejarah candi Buddha tertua ini.

"Adanya Dewi Tara ini kan menunjukkan perempuan harus welas asih, perempuan tidak layak perang kalau begitu, asumsinya perempuan layaknya, ya, merawat anak. Maka sebenarnya itu adalah embrio dari domestikasi patriarkat," ujarnya pada Rabu (19/6/2024).

Domestikasi patriarkat merupakan suatu paham yang menempatkan perempuan sebagai makhluk yang hanya berperan dalam urusan rumah tangga saja. Pandangan ini menganggap bahwa tugas utama perempuan adalah mengurus rumah sehingga mengabaikan potensi perempuan di bidang lain. Paham ini memperkuat ketimpangan gender dan menghambat perkembangan perempuan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek.

Bagus menafsirkan peradaban Candi Kalasan yang memuja seorang dewi welas asih menjadi embrio patriarkat (tahap awal atau benih-benih terbentuknya sistem patriarki dalam suatu masyarakat) tertua di masyarakat Jawa. Sebelum adanya kesetaraan laki-laki dan perempuan, mitologi yang diciptakan melalui konstruksi agama dimanfaatkan untuk stereotip (pandangan umum) mengenai perempuan sebagai lambang welas asih sementara laki-laki lambang kekuatan.

Relung Dhyani Buddha, Sleman, Jumat (17/6/2024) Foto: Rieke Deska Nur Aini
Relung Dhyani Buddha, Sleman, Jumat (17/6/2024) Foto: Rieke Deska Nur Aini

Estetika Candi Kalasan terpancar melalui detail pada tubuh candi. Dalam Prasasti Kalasan, candi ini terdiri atas struktur tiga bagian yang berkaitan dengan tiga dunia. Tiga dunia yang dimaksud adalah Kamavacara atau alam bawah, Rupavacara atau alam nyata, dan Arupavacara atau alam keabadian. Ukiran hias pada tubuh candi yang berupa sulur gelung dan relief dipahat halus dan estetik untuk menggambarkan figur Bodhisattva Dewi Tara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun