Istilah Ngurisan, yaitu prosesi acara pemotongan rambut bayi untuk pertama kalinya. Biasanya dilakukan saat hari besar Islam seperti Lebaran, Maulid ataupun acara yang sengaja dibuat khusus untuk ngurisan tersebut. Tradisi “Ngurisan” ini merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan oleh masyarakat suku sasak. disetiap daerah tradisi ngurisan berbeda-beda terutama dalam prosesnya. Oleh karena itu saya akan membahas tradisi ngurisan khusus di daerah saya. Dalam kesempatan ini saya melakukan wawancara dengan H. Marzuki (61 Tahun) salah satu tokoh masayrakat di kampung karang buaya mataram, pada hari sabtu 26 April 2016. Beliau adalah ketua RT 02 Sekaligus sebagai marbot (Penjaga Masjid Khusnul Khotimah Pagutan Karang Buaya). Beliau mengatakan bahwa budaya “ngurisan”di kapung karang buaya ini sudah berlangsung lama.
Ngurisan ini adalah bentuk rasaya syukur karena sudah diberi keturunan yang sehat dan menandai bahwa anak memasuki usia balita. Usia yang boleh dilakukan ngurisan adalah dari usia 1 minggu, satu bulan sapai umur di bawah satu tahun. Upacara dapat dilakukan di masjid, Musola atau rumah keluarga. Biasanya kegiatan ngurisan dilakukan pada hari-hari besar seperti Maulid, Lebaran idul fitri, Lebaran Idul Adha, israq Miqraj dan lain-lain.
Beliau juga menjelaskan ada beberapa rangkaian acara yang dilakukan pada saat “ngurisan” diantaranya (1) Persiapan alat dan bahan yang di pakai “ngurisan” diantaranya ada napan, mangkuk, gunting, beras kuning, air , kembang atau dalam bahasa sasaknya “rampe” dan uang logam. (2) Menyiapkan makanan yang akan dibawa kemasjid untuk disantap bersama para masyarakat dan tokoh agama. (3) Setelah semua perlengkapan sudah siap barulah bayi di bawa ke masjid.
Biasanya bayi digendong orang tua atau kerabatnya dengan beberapa jenis bunga dan beras kuning yang diletakkan dalam sebuah nampan berisi kepingan uang logam yang sudah disiapkan sebelumnya. (4) Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan kitab barzanji, sholawatan, dan serakalan.(5) Selesai pembacaan kitab barzanji tersebut barulah proses “ngurisan” dilaksanakan bersamaan dengan “selaqaran”. Seluruh tokoh agama dan masyarakat yang diundang harus mencukur atau memegang kepala bayi. (6) Setelah itu napan yang berisi kembang dan uang logam di lempar ke halaman masjid untuk di bagikan kepada msarakat. (7) Dan yang terakhir adalah acara Penutupan dilakukan dengan pembacaan doa dan dzikir oleh tokoh masyarakat. Setelah doa dan dzikir selesai barulah para ibu-ibu membawakan makanan untuk disantap bersama masyarakat dan para tokoh masyarakat yang hadir di masjid. (Marzuku :2016)
Itulah beberapa rangkaian acara ngurisan dalam masyarakat susku sasak dikampung saya. Kebudayaan ngurisan juga mengandung nilai-nilai kehidupan yang baik bagi kita. Diantaranya Nilai religus yang tercermin dari rasa syukur yang tinggi oleh masyarakat terhadap kekuasaan dan kebesaran tuhan. Rasa syukur diberi keturunan, rasa sukur telah di beri anak yang sehat dan rasa syukur telah di beri rizki. Kemudian ada juga nilai-Nilai sosial yang tercermin dari rasa kebersamaan masyarakat untuk saling membantu menyukseskan acara, kemudian saling tolong menolong dan saling menghargai.
Kebudayaan seperti ini harus tetap dijaga dan dilestarikan. Mengingat sekarang banyak budaya luar yang masuk ke indonesia yang sudah banyak menggeser kebudayan kita sendiri. Oleh karena itu sebagi generasi mudah kita harus tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan tersebut
Sumber
Marzuki :Informa : 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H