Mohon tunggu...
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE )
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE ) Mohon Tunggu... Dosen - LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Candi Borobudur Ditinjau dari Perspektif Arkeologi Publik

8 Juni 2022   10:49 Diperbarui: 8 Juni 2022   10:57 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prolog 

Beberapa hari terakhir masyarakat dan pakar ramai memperbincangkan soal tarif mahal untuk naik ke candi Borobudur yang diwacanakan oleh Menteri Koordinator Kelautan dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan. Besaran tarif yang akan diberlakukan Rp 750.000 untuk wisatawan Nusantara dan US $ 100 untuk wisatawan Mancanegara. Isu tersebut langsung saja menimbulkan debat yang ramai. Dalam konteks itu, tulisan ini dibuat, untuk dijadikan bahan renungan, agar persoalannya menjadi jelas dan terang benderang.

Profil Candi Borobudur 

Candi Borobudur adalah sebuah monumen bernafaskan ajaran agama Budha, terletak di jalan Badrawati, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi Borobudur dibangun dalam rentang waktu puluhan tahu pada abad IX Masehi oleh Dinasti Syailendra. Candi ini dibangun di atas bukit memiliki bentuk bujur sangkar dengan dimensi ukuran 123 x 123 meter, tinggi 42 meter ( termasuk bagian hiasan puncak serupa induk yang disebut chatra ) dan sekarang 35 meter, tanpa chatra. Candi Borobudur dibangun dengan susunan batu andesit, total volumenya 55.000 meter kubik. Berdasarkan struktur bangunannya candi Borobudur terdiri dari tiga bagian, yaitu :

1. Kamadatu, bagian bawah, memiliki 160 panil relief karmawibangga. Relief ini menggambarkan perbuatan perbuatan buruk yang harus ditinggalkan.

2. Rupadatu, bagian tengah, memiliki lorong lorong yang di sisi kiri dan kanan terdapat 1300 panil relief yang menggambarkan perjalanan hidup Sidharta Gautama.

3. Arupadatu, berbentuk lingkaran yang memiliki 72 stupa dengan arca Budha di dalamnya dengan berbagai posisi tangan. Bagian arupadatu tidak menampilkan relief dan tidak berpagar, sehingga orang dapat memandang ke arah kejauhan tanpa terhalang.

Candi Borobudur mulai ditinggalkan dan dilupakan sejak abad XIV, baru ditemukan kembali pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stamford Raffles. Sejak itu silih berganti para pejabat dan pakar melakukan kegiatan pembersihan, pencatatan, penggambaran dan pemotretan. Tercatat beberapa nama yang melakukan aktivitas di sana, antara lain Frans Carel Wilsen, Residen Kedu, Hartman, JFG Brumundt ( ilmuwan ), Isidoro van Kinsbergen ( fotografer ), IJzerman ( insinyur pengairan ), I Groneman ( dokter) , Jan Laurens Andries Brandes ( ilmuwan ). Upaya pemugaran serius mulai dilakukan mulai tahun 1907 - 1911, dipimpin oleh Letnan Kolonel Zeni Theodore van Erp. Orang yang sama juga sukses membangun istana Kesultanan Deli ( istana Maimoon ) dan mesjid raya Al - Mashun di kota Medan. Pemugaran candi Borobudur oleh van Erp terfokus pada bagian arupadatu, sedikit menyentuh bagian rupadatu, dan tidak membuat saluran drainase. Akibatnya setelah beberapa puluh tahun, bagian rupadatu mengalami kerusakan parah. Keterbatasan dana membuat van Erp tidak dapat menampilkan hasil optimal, tetapi dapat memperpanjang usia candi Borobudur.

Gambar: Theodore van Erp, pimpinan proyek. Pemugaran pertama candi Borobudur tahun 1907 - 1911

 (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/theodoor-van-erp/)

Pada tahun 1973 - 1983 candi Borobudur dipugar kembali dengan fokus bagian rupadatu dan kaki dasar candi. Kegiatan pemugaran kedua dipimpin oleh Prof Dr R Soekmono, arkeolog pertama bangsa Indonesia, murid dari Prof A J Bernet Kempers. Pada pemugaran ke dua ini UNESCO, badan PBB, memberikan bantuan dana yang cukup besar. Pemugaran pertama dan ke dua dilakukan dengan menggunakan Prinsip Anastilosis, istilah ini berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang artinya menegakkan. Anastilosis adalah sebuah metode, teknik rekonstruksi atau pemugaran bangunan kuno yang sedapat mungkin menggunakan elemen elemen struktural asli. Bentuk struktur asli harus sudah dapat dipastikan secara ilmiah. Penempatan setiap elemen yang diganti harus dapat dipastikan. Komponen tambahan / pelengkap hanya digunakan untuk keperluan stabilitas struktur dan tidak boleh menutupi struktur asli. Tidak boleh membuat struktur baru untuk melengkapi bagian yang hilang, tetapi boleh membuat elemen baru, sepanjang diketahui pasti bentuk aslinya dan diberi tanda khusus sebagai pembeda dengan elemen asli.

Tahun 2010 terjadi erupsi gunung Merapi dan lapisan abu vulkanik setebal 1 inchi menutupi badan batu batu candi serta menutup saluran drainase. Kemudian dilakukan upaya pemugaran kembali dengan dana US $ 3.000.000. untuk membersihkan candi Borobudur dari lapisan debu vulkanik.

Gambar: R Soekmono, pemimpin proyek pemugaran ke dua candi Borobudur tahun 1973 - 1983 (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Soekmono)
Gambar: R Soekmono, pemimpin proyek pemugaran ke dua candi Borobudur tahun 1973 - 1983 (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Soekmono)



Gambar 4 : Penampang sistem drainase candi Borobudur yang dipasang pada pemugaran ke dua (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/kondisi-saluran-drainase-candi-borobudur-dan-konsep-penanganannya/)
Gambar 4 : Penampang sistem drainase candi Borobudur yang dipasang pada pemugaran ke dua (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/kondisi-saluran-drainase-candi-borobudur-dan-konsep-penanganannya/)



Filosofi Arkeologi Publik

Konsep dan ladasan filosofi arkeologi publik ( Publik Archaeology ), pertama kali dirumuskan oleh arkeolog terkenal asal Amerika Serikat yang bernama Charles Robert Mc Gimsey III. Konsep arkeologi publik pertama kali diluncurkan pada tahun 1972 dengan terbitnya buku Public Archaeology, oleh C R Mc Gimsey III. Filosofi konsep tersebut adalah : Bumi tempat asal, lahir, hidup dan mati semua mahluk hidup, termasuk manusia. Bumi yang dihuni sudah berusia sangat tua, lebih 4 milyar tahun. Tampilan permukaan bumi mengalami perubahan dari satu periode ke periode lain. Jejak jejak kehidupan di masa lampau tersimpan di bawah permukaan tanah dan sebagian tampak di atas permukaan tanah. Berdasarkan jejak tersebut dapat diungkapkan bentuk bentuk kehidupan dan proses perubahannya dari waktu ke waktu. Manusia sebagai penghuni bumi berhak tahu, tentang riwayat bumi beserta peradabannya. Manusia masa lalu dan peradabannya sudah berperan penting dalam membentuk wajah peradaban manusia masa kini. Setiap orang berhak memiliki akses yang sama terhadap informasi pengetahuan tentang riwayat, asal usul bumi beserta segala isinya, termasuk manusia dengan peradabannya. Hak itu melekat pada diri setiap orang dan menjadi bagian dari hak asasi manusia.

Konsep arkeologi publik melahirkan konsep konsep turunannya, antara lain Cultural Resources Management ( CRM ). Konsep CRM, lebih banyak dikembangkan dalam berbagai riset terapan. Konsep ini kemudian dikembangkan dalam berbagai bidang seperti arkeologi untuk pendidikan, arkeologi untuk pariwisata, arkeologi untuk media, arkeologi untuk pembangunan, yang menjadi bagian dari studi kelayakan dalam setiap proyek pembangunan terutama yang berskala besar dan menimbulkan dampak besar / penting pada lingkungan. Setiap proyek pembangunan wajib didahului oleh studi kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan lingkungan dan kelayakan budaya. Pada bagian studi kelayakan budaya, para arkeolog harus terlibat aktif memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan.

Tarif Tiket Masuk Sebagai Barrier

Dalam kasus mahalnya harga tiket masuk ( naik ke stupa induk ) candi Borobudur, jelas telah membatasi akses orang yang tidak mampu membayar untuk mengetahui riwayat manusia dan peradaban masa lalu. Alasan penetapan harga tiket masuk yang mahal adalah untuk menjaga kelestarian candi Borobudur. Dengan harga tiket yang mahal diperkirakan pengunjung akan berkurang, tidak lebih 1200 orang per hari. Angka 1200 dianggap merupakan batas daya dukung candi menahan beban tidak tetap. Jika diasumsikan bobot tubuh rata rata pengunjung berkisar antara 60 - 70 kg, maka daya dukung beban tidak tetap, dapat dihitung, yaitu berkisar 72 - 84 ton. Jika sebaran pengunjung relatif merata selama masa jam buka per hari ( 10 jam ), maka tiap jam rata rata beban tidak tetap yang harus dipikul oleh candi adalah 7 - 8 ton. Beban tersebut sebenarya masih jauh dari batas daya dukung candi. Harap diketahui bahwa seluruh beban tetap candi Borobudur yang memiliki batu dengan volume 55.000 meter kubik sudah ditopang oleh kubah beton bertulang. Kubah beton itu tidak terlihat dari permukaan lantai, tertutup oleh batu batu lantai dan dinding candi. Penambahan elemen beton bertualang tidak menyalahi prinsip Anastilosis, karena tidak menutupi elemen dan struktur asli. Batu batu candi tidak lagi bersentuhan langsung dengan permukaan tanah. Selain lapisan beton bertulang, juga dipasang lapisan pasir, ijuk, araldite, pipa PVC, untuk keperluan drainase, sehingga air hujan lancar mengalir ke bawah dan terhindar dari pembentukan kantung kantung air di bawah candi. Di masa lalu sebelum ada sistem drainase, kantung kantung air yang ada di bawah candi melarutkan garam dan mineral tanah, yang memicu pertumbuhan bakteri dan jamur pada permukaan batu candi.

Jika pembatasan jumlah pengunjung dijadikan alasan untuk memudahkan kontrol terhadap perilaku pengunjung yang dapat membahayakan dan berpotensi merusak candi, dapat dilakukan cara lain, selain menaikkan harga tiket masuk yang cukup mahal. Berbagai metode dan teknik dapat digunakan, misalnya membatasi jumlah pengunjung setiap tahap, dengan selisih durasi satu jam. Selain itu mewajibkan setiap rombongan pengunjung didampingi oleh beberapa orang pemandu wisata yang diambil dari penduduk setempat. Para pemandu wisata tersebut tentu saja telah dibekali dengan pengetahuan tentang candi Borobudur dan penguasaan bahasa asing yang cukup baik. Para pemandu wisata tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengawasi perilaku pengunjung yang dapat merusak candi. Selain dapat memelihara kelestarian candi, penduduk setempat juga mendapat penghasilan yang memadai. Mengenai besaran harga tiket masuk dan naik ke candi dapat tetapkan secara wajar, masih terjangkau oleh sebagian besar pengunjung, juga tidak membuat defisit biaya pengelolaan candi oleh PT Taman Wisata. Harga tiket masuk candi Borobudur sebesar Rp. 150.000 untuk turis lokal dan Rp 250.000 untuk turis asing dinilai masih cukup layak. Harga tiket masuk bagi pelajar dan mahasiswa dapat ditetapkan Rp.50.000. Besaran angka yang diusulkan masih dapat didiskusikan lagi.

Mendidik Siswa Cara Mengapresiasi Karya Masterpiece 

Berdasarkan observasi di lapangan, ditemukan cara menikmati kunjungan ke candi Borobudur yang berbeda mencolok antara pengunjung domestik dengan pengunjung mancanegara ( Eropa, Amerika, Kanada. Australia ). Ketika sudah membeli tiket, pengunjung domestik langsung bergegas menuju candi dan naik langsung ke lantai paling atas. Di atas, mereka bercengkerama, berfoto ria. Setelah puas, mereka segera bergegas turun dan menuju pintu ke luar. Setelah membeli tiket, wisatawan asing menuju pusat informasi. mengambil brosur berisi informasi tentang candi Borobudur, membacanya duduk di bawah pohon rindang, sambil minum, istirahat memulihkan stamina. Setelah itu mereka masuk ke bioskop mini, menonton film pendek yang berisi ilustrasi dan penjelasan tentang teknik membangun candi. Setelah itu mereka mengelilingi candi, lalu naik ke tingkat demi tingkat, setelah mengelilingi tiap lantai, sampai akhirnya tiba di lantai teratas. Setelah puas, mereka turun, menuju arah museum candi Borobudur, melihat artefak temuan di sekitar candi. Terakhir, mereka menuju pintu keluar dengan pengetahuan yang sudah bertambah secara signifikan. Sementara wisatawan domestik mendapat tambahan pengetahuan yang sedikit sekali. Para turis asing itu mendapat manfaat lebih besar dibanding wisatawan lokal. Perbedaan perilaku di antara dua kelompok wisatawan itu disebabkan karena sekolah sekolah di Republik tidak pernah mendidik siswanya tentang bagaimana cara mengapresiasi atau menikmati suatu karya masterpice. Sebaliknya sekolah sekolah di negara maju memberikan pengetahuan penting tersebut. Hal ini patut menjadi bahan pelajaran bagi para pembuat kebijakan di bidang pendidikan.

Candi Borobudur Sebagai Sumber Inspirasi

Masyarakat masa lalu dengan dipimpin oleh para penguasa, membangun berbagai monumen sebagai sarana memelihara kesamaan identitas dan spirit berkerja sama untuk mengatasi masalah bersama. Banyak masalah yang dihadapi masyarakat, tidak dapat diatasi oleh satu komunitas kecil di satu wilayah sempit. Banjir yang melanda sepanjang aliran sungai tidak dapat diatasi oleh masyarakat dari satu desa. Dibutuhkan bantuan tenaga dan material dari desa desa lain. Orang dari komunitas lain sulit diharapkan bantuannya, jika dirasa tidak ada kesamaan identitas, dari aspek budaya, bahasa, kepercayaan. Untuk membentuk kesamaan identitas diperlukan satu kekuasaan terpusat yang menjangkau orang lebih banyak dan wilayah lebih luas. Kemudian dibangun rasa kebersamaan yang didasarkan pada kesamaan identitas. Kemudian dilakukan mobilisasi sumberdaya dan dibangun kerjasama tanpa batas untuk mengatasi masalah besar yang dihadapi. Pendirian monumen adalah sebuah sarana untuk memelihara semangat kerjasama yang didasarkan pada kesamaan identitas.

Dalam proses pembangunan candi Borobudur, leluhur bangsa Indonesia telah memperlihatkan kecanggihan manajemen sumberdaya manusia dan manajemen logistik. Para pembangun candi Borobudur dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu :

1 Pemuka Agama sebagai penasehat dan konsultan,

2. Penguasa dan pejabat selaku motor penggerak, dan pembuat kebijakan,

3. Arsitek sebagai otak pelaksana proyek,

4. Seniman dan tukang sebagai pekerja terampil,

5. Pekerja kasar sebagai ujung tombak di lapangan,

6. Petugas logistik / bahan makanan dan obat obatan

7. Para tabib yang mengobati para pekerja yang sakit atau mendapat cedera ketika bekerja.

8. Petugas keamanan yang menjamin keamanan para pihak yang bekerja.

Untuk mengorganisir proyek pembangunan candi sebesar Borobudur jelas dibutuhkan suatu kekuasaan terpusat dan manajemen proyek yang canggih, terlebih lagi pada masa itu teknologi peralatan masih sederhana dan jaringan infrastruktur, suprastruktur belum secanggih masa kini. Semua proses/ kegiatan pembangun candi Borobudur dapat dijadikan sumber inspirasi bagi generasi masa kini. Berbagai masalah yang mendera bangsa Indonesia hanya dapat diatasi oleh imajinasi tanpa batas dan semangat kerjasama tanpa batas. Candi Borobudur dapat dijadikan bahan pelajaran penting dan sebagai sumber inspirasi. Fungsi candi Borobudur dapat dimaksimalkan jika akses memasukinya tidak dibatasi, terlebih lagi jika barrier itu berupa harga tiket masuk yang mahal.

Epilog

Dalam setiap pembuatan kebijakan dibutuhkan seperangkat pengetahuan yang cukup handal. Sumber pengetahuan tersedia di berbagai sumber, sehingga tidak ada alasan tidak tahu. Jika para pembuat kebijakan tidak punya waktu untuk mengakses dan menelaah berbagai sumber pengetahuan, dapat meminta bantuan dari para ahli, sehingga terhindar dari situasi keruh. Setiap kebijakan yang kontroversi, pasti mengundang perdebatan yang menghabiskan sumberdaya. Sudah waktunya para pembuat kebijakan didampingi oleh para ahli manajemen risiko, yang melakukan kajian mendalam dari berbagai aspek, sebelum sebuah kebijakan diluncurkan.

Daftar Pustaka

Annonimous. Menyelamatkan Kembali Candi Borobudur, Balai Konservasi Borobudur, 2016.

Annonimous. 200 Tahun Penemuan Candi Borobudur, Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah, 2015.

Dumarcay, Jacques, Historis Architecturale du Borobudur, Paris, Ecole Francaise d'Extreme Orient, 1977.

-----------------, Borobudur, Oxford University Press Incorporated, 1978.

------------------, Architecture and Its Model in Southeast Asia, Translated by Rolf W Giebel, Leiden, EJ Brill, 1996.

Gimsey III, C R. Public Archaeology, New York, Seminar Press, 1972.

Krom, NJ, Barabudur, Archaeological, Description, Publisher, Buitenzorg, 1929.

Soekmono, R, Satu Abad Usaha Penyelamatan Candi Borobudur, Yogyakarta, Kanisius 1991.

Wittfogel, K A. Oriental Despotism : A Comparative Study of Total Power, New Haven, USA, Yale University Press. 1957. ( Reprinted 1981 ).

       

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun