Mohon tunggu...
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE )
HMMC J WIRTJES IV ( YANCE ) Mohon Tunggu... Dosen - LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

LECTURER, RESEARCHER, FREE THINKER.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Candi Borobudur Ditinjau dari Perspektif Arkeologi Publik

8 Juni 2022   10:49 Diperbarui: 8 Juni 2022   10:57 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 1973 - 1983 candi Borobudur dipugar kembali dengan fokus bagian rupadatu dan kaki dasar candi. Kegiatan pemugaran kedua dipimpin oleh Prof Dr R Soekmono, arkeolog pertama bangsa Indonesia, murid dari Prof A J Bernet Kempers. Pada pemugaran ke dua ini UNESCO, badan PBB, memberikan bantuan dana yang cukup besar. Pemugaran pertama dan ke dua dilakukan dengan menggunakan Prinsip Anastilosis, istilah ini berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang artinya menegakkan. Anastilosis adalah sebuah metode, teknik rekonstruksi atau pemugaran bangunan kuno yang sedapat mungkin menggunakan elemen elemen struktural asli. Bentuk struktur asli harus sudah dapat dipastikan secara ilmiah. Penempatan setiap elemen yang diganti harus dapat dipastikan. Komponen tambahan / pelengkap hanya digunakan untuk keperluan stabilitas struktur dan tidak boleh menutupi struktur asli. Tidak boleh membuat struktur baru untuk melengkapi bagian yang hilang, tetapi boleh membuat elemen baru, sepanjang diketahui pasti bentuk aslinya dan diberi tanda khusus sebagai pembeda dengan elemen asli.

Tahun 2010 terjadi erupsi gunung Merapi dan lapisan abu vulkanik setebal 1 inchi menutupi badan batu batu candi serta menutup saluran drainase. Kemudian dilakukan upaya pemugaran kembali dengan dana US $ 3.000.000. untuk membersihkan candi Borobudur dari lapisan debu vulkanik.

Gambar: R Soekmono, pemimpin proyek pemugaran ke dua candi Borobudur tahun 1973 - 1983 (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Soekmono)
Gambar: R Soekmono, pemimpin proyek pemugaran ke dua candi Borobudur tahun 1973 - 1983 (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Soekmono)



Gambar 4 : Penampang sistem drainase candi Borobudur yang dipasang pada pemugaran ke dua (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/kondisi-saluran-drainase-candi-borobudur-dan-konsep-penanganannya/)
Gambar 4 : Penampang sistem drainase candi Borobudur yang dipasang pada pemugaran ke dua (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/kondisi-saluran-drainase-candi-borobudur-dan-konsep-penanganannya/)



Filosofi Arkeologi Publik

Konsep dan ladasan filosofi arkeologi publik ( Publik Archaeology ), pertama kali dirumuskan oleh arkeolog terkenal asal Amerika Serikat yang bernama Charles Robert Mc Gimsey III. Konsep arkeologi publik pertama kali diluncurkan pada tahun 1972 dengan terbitnya buku Public Archaeology, oleh C R Mc Gimsey III. Filosofi konsep tersebut adalah : Bumi tempat asal, lahir, hidup dan mati semua mahluk hidup, termasuk manusia. Bumi yang dihuni sudah berusia sangat tua, lebih 4 milyar tahun. Tampilan permukaan bumi mengalami perubahan dari satu periode ke periode lain. Jejak jejak kehidupan di masa lampau tersimpan di bawah permukaan tanah dan sebagian tampak di atas permukaan tanah. Berdasarkan jejak tersebut dapat diungkapkan bentuk bentuk kehidupan dan proses perubahannya dari waktu ke waktu. Manusia sebagai penghuni bumi berhak tahu, tentang riwayat bumi beserta peradabannya. Manusia masa lalu dan peradabannya sudah berperan penting dalam membentuk wajah peradaban manusia masa kini. Setiap orang berhak memiliki akses yang sama terhadap informasi pengetahuan tentang riwayat, asal usul bumi beserta segala isinya, termasuk manusia dengan peradabannya. Hak itu melekat pada diri setiap orang dan menjadi bagian dari hak asasi manusia.

Konsep arkeologi publik melahirkan konsep konsep turunannya, antara lain Cultural Resources Management ( CRM ). Konsep CRM, lebih banyak dikembangkan dalam berbagai riset terapan. Konsep ini kemudian dikembangkan dalam berbagai bidang seperti arkeologi untuk pendidikan, arkeologi untuk pariwisata, arkeologi untuk media, arkeologi untuk pembangunan, yang menjadi bagian dari studi kelayakan dalam setiap proyek pembangunan terutama yang berskala besar dan menimbulkan dampak besar / penting pada lingkungan. Setiap proyek pembangunan wajib didahului oleh studi kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan lingkungan dan kelayakan budaya. Pada bagian studi kelayakan budaya, para arkeolog harus terlibat aktif memberikan kontribusinya dalam proses pembangunan.

Tarif Tiket Masuk Sebagai Barrier

Dalam kasus mahalnya harga tiket masuk ( naik ke stupa induk ) candi Borobudur, jelas telah membatasi akses orang yang tidak mampu membayar untuk mengetahui riwayat manusia dan peradaban masa lalu. Alasan penetapan harga tiket masuk yang mahal adalah untuk menjaga kelestarian candi Borobudur. Dengan harga tiket yang mahal diperkirakan pengunjung akan berkurang, tidak lebih 1200 orang per hari. Angka 1200 dianggap merupakan batas daya dukung candi menahan beban tidak tetap. Jika diasumsikan bobot tubuh rata rata pengunjung berkisar antara 60 - 70 kg, maka daya dukung beban tidak tetap, dapat dihitung, yaitu berkisar 72 - 84 ton. Jika sebaran pengunjung relatif merata selama masa jam buka per hari ( 10 jam ), maka tiap jam rata rata beban tidak tetap yang harus dipikul oleh candi adalah 7 - 8 ton. Beban tersebut sebenarya masih jauh dari batas daya dukung candi. Harap diketahui bahwa seluruh beban tetap candi Borobudur yang memiliki batu dengan volume 55.000 meter kubik sudah ditopang oleh kubah beton bertulang. Kubah beton itu tidak terlihat dari permukaan lantai, tertutup oleh batu batu lantai dan dinding candi. Penambahan elemen beton bertualang tidak menyalahi prinsip Anastilosis, karena tidak menutupi elemen dan struktur asli. Batu batu candi tidak lagi bersentuhan langsung dengan permukaan tanah. Selain lapisan beton bertulang, juga dipasang lapisan pasir, ijuk, araldite, pipa PVC, untuk keperluan drainase, sehingga air hujan lancar mengalir ke bawah dan terhindar dari pembentukan kantung kantung air di bawah candi. Di masa lalu sebelum ada sistem drainase, kantung kantung air yang ada di bawah candi melarutkan garam dan mineral tanah, yang memicu pertumbuhan bakteri dan jamur pada permukaan batu candi.

Jika pembatasan jumlah pengunjung dijadikan alasan untuk memudahkan kontrol terhadap perilaku pengunjung yang dapat membahayakan dan berpotensi merusak candi, dapat dilakukan cara lain, selain menaikkan harga tiket masuk yang cukup mahal. Berbagai metode dan teknik dapat digunakan, misalnya membatasi jumlah pengunjung setiap tahap, dengan selisih durasi satu jam. Selain itu mewajibkan setiap rombongan pengunjung didampingi oleh beberapa orang pemandu wisata yang diambil dari penduduk setempat. Para pemandu wisata tersebut tentu saja telah dibekali dengan pengetahuan tentang candi Borobudur dan penguasaan bahasa asing yang cukup baik. Para pemandu wisata tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengawasi perilaku pengunjung yang dapat merusak candi. Selain dapat memelihara kelestarian candi, penduduk setempat juga mendapat penghasilan yang memadai. Mengenai besaran harga tiket masuk dan naik ke candi dapat tetapkan secara wajar, masih terjangkau oleh sebagian besar pengunjung, juga tidak membuat defisit biaya pengelolaan candi oleh PT Taman Wisata. Harga tiket masuk candi Borobudur sebesar Rp. 150.000 untuk turis lokal dan Rp 250.000 untuk turis asing dinilai masih cukup layak. Harga tiket masuk bagi pelajar dan mahasiswa dapat ditetapkan Rp.50.000. Besaran angka yang diusulkan masih dapat didiskusikan lagi.

Mendidik Siswa Cara Mengapresiasi Karya Masterpiece 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun