Prolog
Dalam waktu dua bulan terakhir,
7 milyar spesies Homo Sapiens dibuat sibuk dan panik oleh sosok mahluk kecil ( virus ) yang oleh WHO organisasi kesehatan dunia diberi label resmi SARS - Co - V2. Penyakit yang ditimbulkan oleh virus itu dinamakan COVID - 19 ( Corona Virus Disease 19 ).Â
Fenomena yang terjadi dan menarik untuk diamati adalah kepanikan luar biasa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Semua pihak tidak terkecuali mulai dari Presiden hingga rakyat biasa panik, memberikan respon beragam sesuai dengan kapasitas kemampuan masing masing. Semua bekerja sama bahu membahu berpartisipasi melawan corona.Â
Para dokter dan para medis tentu saja berdiri di garda terdepan memimpin perlawanan terhadap musuh tidak kasat mata itu. Kerja sama antar bangsa digalang, berbagai Algorigma, Protokol, Standar Operasional Prosedur, Surat Edaran dibuat dan disebar ke seluruh dunia. Penyebarannya dibantu dengan perangkat smartphone dan semua orang dengan sukarela bersedia menjadi agent penyebar informasi.Â
Corona datang bagaikan badai tornado memporak porandakan sendi sendi kehidupan manusia dan peradaban modern. Corona telah mengubah tradisi ramah tamah yang sudah berlangsung ribuan tahun ( bersalaman / jabat tangan, cium pipi kanan - kiri ). Corona juga mengubah kebiasaan / kesukaan manusia untuk berkumpul, masing masing menjaga jarak aman satu sama lain, termasuk pergi dan pulang ke tempat kerja dan tempat hiburan.Â
Corona sudah merubah yang tidak dapat dilakukan manusia. Dengan terpaksa ataupun sukarela, orang bersedia kerja, belajar dan beribadah di rumah. Semua fenomena itu telah membuat larut semua orang dalam satu pikiran dan tindakan. Tiada hari tanpa berpikir dan bertindak di dalam konteks corona, sehingga cenderung melupakan yang lain.Â
Penulis mencoba keluar dari pusaran mainstream, mengambil posisi berjarak. Keputusan mengambil posisi di luar kerumunan, diambil semata mata untuk mendapatkan jarak pandang dari ketinggian, agar dapat melihat alternatif jalan keluar. Kesempatan itu tidak mungkin diperoleh jika penulis ikut larut di dalam kerumunan masa yang sedang panik, berpacu dengan waktu.Â
Pengalaman yang terjadi di masa lalu memberi pelajaran bahwa langkah terobosan strategis tidak mungkin lahir dari keterdesakan waktu. Penulis melihat dan menilai Semua pikiran, rencana, tindakan yang dilakukan SEMUANYA BERSIFAT TAKTIS, Tidak ada pikiran dan tindakan yang BERSIFAT STRATEGIS.Â
Ada kekhawatiran bahwa dengan apa yang sedang, dan akan diupayakan, dapat mengatasi corona, tetapi kita akan tergagap lagi jika datang serangan sejenis dari virus lain. Cara yang kita lakukan terhadap corona sudah tidak manjur lagi untuk melawan virus baru. Akibatnya kita terus mengulang episode cerita legenda perang melawan musuh tidak kelihatan.Â
Masih diperlukan pikiran dan tindakan strategis, agar cerita sedih dalam episode berikutnya tidak terulang dalam waktu dekat. Agaknya kita sudah melupakan hakekat dan jati diri kita dan bagaimana relasinya dengan mahluk lain.Â
Hal itu terjadi karena disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena terjebak dalam pusaran kencang ritme kehidupan rutin, agar dapat bertahan hidup di arena kompetisi yang kian keras. Hasil perenungan beberapa hari terakhir, menghasilkan pemikiran yang dituangkan di dalam tulisan ini.
Beberapa Postulat
Tulisan ini dibangun di atas landasan beberapa postulat, yaitu :
1. Equilibrium atau keseimbangan adalah azaz paling fundamental di alam semesta.
2. Semua fenomena alam berusaha mencari bentuk keseimbangan baik permanen maupun temporer.
3. Pelanggaran terhadap batas toleransi yang dapat ditolerir oleh sistem, akan menghasilkan
guncangan, kekacauan.
Fenomena Virus Corona
Sudah terlalu banyak publikasi tentang virus corona, terutama gejala klinis , sistem taksonomi dan cara penyebarannya, sehingga tidak dibahas lagi di sini. Beberapa hari yang lalu, penulis juga sudah membuat tulisan tentang berbagai model penyebaran penyakit menular, termasuk virus corona.Â
Tulisan ini fokus pada kondisi dan pra kondisi yang membuat virus corona menyebar luas. Aspek lain yang dibahas adalah cara pandang manusia terhadap fenomena virus corona termasuk respon yang dijalankan dalam mengatasi penyebarannya. Hampir tidak ada orang yang membuat ulasan tentang virus corona dari sudut pandang yang berbeda.Â
Semua pembahasan berputar pada gejala klinis, pola penyebaran, protokol atau algoritma pencegahan, mitigasi dampak penyebaran virus. Semua tulisan memberikan panduan dan arahan langkah taktis bersifat teknis. Tidak ada tulisan yang berisi langkah strategis dan konseptual. Tulisan ini berusaha menutup celah kosong, sekaligus memenuhi prinsip / azaz keseimbangan.
Analisis
Serangan virus corona telah membuka mata dan membuka kesadaran baru, bahwa ternyata
landasan peradaban manusia tidak setangguh yang dikira. Ternyata peradaban kita rapuh, rentan, seperti seorang akrobatik dan trapeze berjalan di atas seutas tali. Sedikit saja ada guncangan, keseimbangan kita goyah. Keseimbangan yang dibangun oleh peradaban modern ternyata rapuh.Â
Goyahnya keseimbangan itu langsung serta merta direspon dengan tindakan panik berlebihan, bersifat reaktif bahkan cenderung taktis belaka. Tindakan itu mungkin efektif membendung serangan virus corona, tetapi diragukan efektifitasnya pada jangka panjang.Â
Seandainya ada serangan virus baru di masa depan, kita akan memberi respon yang sama. Jika itu yang terjadi akan fatal akibatnya. Efek daun rontok di musim gugur yang terjadi pada fenomena pertempuran di abad XIX akan terulang lagi. Pada abad XVIII taktik bertempur pasukan infantri adalah maju mendekati pasukan musuh.Â
Setelah dalam jarak tembak, ke dua pasukan saling menembak dengan senapan kuno yang akurasi tembakannya rendah dan durasi waktu jeda antara tembakan pertama dengan tembakan berikutnya cukup lama. Pada waktu itu tidak dikenal maju dengan cara tiarap. Satu abad kemudian ditemukan senapan mesin yang dapat memuntahkan ratusan peluru dalam waktu satu menit.Â
Sementara formasi menyerang masih dalam posisi jalan berdiri. Akibatnya sungguh fatal, pasukan ke dua pihak langsung berguguran seperti daun kering ditiup angin. Situasi itu langsung di respon dengan cara tiarap, dan angka korban lsngsung turun drastis. Efek itu kemudian disebut dengan efek daun rontok di musim gugur untuk menyebut situasi merespon situasi baru dengan cara lama.Â
Oleh karena itu sudah waktunya kita mulai berpikir strategis dan konseptual. Cara pandang manusia terhadap virus juga perlu dikoreksi. Kita memperlakukan mikro organisme termasuk bakteri dan virus sebagai musuh yang harus dibasmi. Ibarat musuh yang berhadapan head to head. Kita lupa bahwa mahluk itu adalah bagian dari diri kita.Â
Di tubuh kita terdapat puluhan ribu mikro organisme. Sebagian besar ada di dalam sistem pencernaan kita. Serangan frontal bertubi tubi terhadap mikro orgaisme pada akhirnya memukul balik diri kita sendiri. Manusia lupa bahwa mikro organisme berkembang tidak terkendali karena kita yang menciptakan pra kondisi dan kondisi untuk berkembangnya mikro organisme.Â
Dari kajian berbagai text book, kondisi yang dimaksud adalah melemahnya pertahanan daya imunitas tubuh manusia. Hal ini disinyalir sebagai faktor dominan atas berkembangnya berbagai jenis virus dalam satu abad terakhir. Melemahnya daya resistensi sistem kekebalan tubuh disebabkan oleh pra kondisi yaitu ambruknya tatanan keseimbangan di alam. Indikasi dari pernyataan itu dapat dilihat dari beberapa fakta di bawah ini :
1. Semakin berkurangnya keaneka ragaman hayati. Berkurangnya keanekaragaman hayati terlihat dari meyempitnya pilihan bahan makanan pokok manusia. Makanan pokok manusia hanya bertumpu pada beberapa jenis bahan pangan berbasis biji seperti padi, gandum dan jagung. Bahan makanan itu kaya karbohidrat dan gula, tetapi miskin serat dan protein.
2. Pola cuaca semakin sulit diprediksi dengan amplitudo temperatur yang semakin lebar. Fenomena ENSO ( El Nino Southern Oscillation ), yaitu variasi angin dan suhu di permukaan samudera Pasifik bagian timur secara tidak beraturan yang mempengaruhi cuaca di daerah tropis, semakin sering terjadi.Â
Pada periode suhu panas, ENSO di sebut El Nino dan pada periode suhu dingin disebut La Nina. La Nina dan El Nino telah mengubah tatanan normal pola cuaca dan sering mengakibatkan terjadi topan, badai, banjir dan kekeringan, yang akhirnya menyebabkan timbulnya kegagalan panen dan wabah hama serta penyakit.
Untuk menggambarkan model keseimbangan dinamis peradaban manusia dibuat grafik seperti di bawah ini
Grafik di atas menggambarkan bahwa selama 300 tahun terakhir sudah banyak titik keseimbangan yang hancur berantakan. Ada banyak titik yang sudah diidentifikasi sebagai lokasi rusaknya keseimbangan alam. Di dalam tulisan ini dibahas hanya beberapa titik saja. Adapun titik lokasi tersebut antara lain :
1. Sistem Pencernaan ManusiaÂ
Sistem pencernaan manusia hampir sama dengan jenis mamalia lain seperti sapi, domba. Sistem itu merupakan produk desain evolusi alam dan telah mengalami proses penyesuaian yang yang panjang dan telah mencapai keseimbangan yang mantap. Sistem pencernaan manusia terdiri dari tiga komponen organ utama.Â
Pada tiap organ berlangsung proses yang berbeda, mulai dari pH ( derajat keasaman ), jenis pencernaan, jenis enzim, hingga bahan yang dicerna. Proses pencernaan tersebut berlangsung dengan bantuan beberapa kelenjar yang menghasilkan enzim pencernaan, misalnya hati, pankreas, empedu, usus 12 jari. Proses pencernaan berlangsung secara mekanis dan khemis. Adapun organ organ pencernaan manusia yang dimaksud adalah :
A. Mulut, dengan alat utama gigi dan air liur. Ada 3 jenis bentuk gigi manusia ( polydent ) dengan fungsi berbeda. Hal ini membuktikan bahwa evolusi manusia menghasilkan bentuk lebih canggih dari reptil ( ular ) yang hanya punya satu jenis gigi, yaitu taring. Taring itu berfungsi untuk menggigit mangsa dan menyalurkan bisa ke tubuh korbannya.Â
Manusia memiliki gigi seri yang berfungsi untuk memotong, gigi taring untuk mengoyak dan gigi geraham untuk mengunyah. Makanan yang masuk ke mulut dilumat oleh gigi dibantu dengan air liur yang diproduksi oleh kelenjar air liur. Proses pencernaan di mulut berlangsung secara mekanis dan khemis serta angka pH normal ( 7 ). Makanan yang dicerna hanya karbohidrat.
B. Lambung. Dari mulut, makanan masuk ke lambung. Di lambung berlangsung pencernaan secara khemis, dengan menggunakan beberapa jenis enzim dengan suasana asam, pH < 7. Makanan yang dicerna di lambung hanya protein.
C. Usus . Usus manusia terdiri dari usus 12 jari, panjangnya 25 - 35 cm, usus halus, diameternya 2,5 cm dan panjang 6 m, usus besar sepanjang 2 - 3 m. Di usus makanan dicerna secara mekanis dan khemis dengan suasana basa , pH > 7. Di usus semua jenis makanan dicerna. Di usus halus 90 % makanan diserap oleh pembuluh darah, 10 % diserap di usus besar. Sisanya berupa kotoran di dorong ke arah lubang anus. Di usus besar banyak bakteri yang mengubah ampas makanan menjadi tinja.
Demikianlah desain sistem pencernaan manusia yang diwarisi sejak jutaan tahun silam. Sistem peninggalan jaman batu itu kemudian dipakai untuk mengolah makanan manusia abad digital yang bentuk, struktur, tekstur, komposisi sudah berbeda jauh dengan makanan leluhurnya dahulu. Makanan manusia modern lebih lembut, halus, mudah dicerna dan diserap oleh pembuluh darah.Â
Makanan modern kaya karbohidrat, kaya gula, kaya ptotein, kaya kalori, tetapi miskin serat, miskin nutrisi, yang jauh dari azaz keseimbangan. Tumpukan karbohidrat, gula, protein, lemak yang terus berakumulasi telah merusak keseimbangan mekanisme pertahanan dan sistem kekebalan tubuh, meningkatnya obesitas.
Sebagai ilustrasi, pada satu abad lalu, seorang yang menginginkan sebuah apel, dia harus memanjat pohon apel atau menggunakan galah. Sebelum mendapat apel, energinya sudah keluar. Kemudian apel itu dikunyah. Otot rahang dan gigi bekerja keras mengunyah apel sebelum masuk ke lambung dan usus. Lambung dan usus mengeluarkan enzim serta otot usus besar melakukan gerakan secara mekanis.Â
Misalkan sebuah apel mengandung 300 kalori, maka 150 kalori sudah digunakan untuk menikmati apel itu. Manusia sekarang mendapatkan apel dengsn mudah. Apel itu kemudian diblend dengan alat blender, ditambahkan gula, kemudian diminum.Â
Praktis gigi dan otot rahang tidak bekerja. Lambung dan usus juga tidak perlu lagi bekerja keras. Buah apel dalam waktu singkat sudah berada di usus halus dan diserap oleh pembuluh darah.Â
Manusia juga menambahkan berbagai bahan tambahan lain yang asing bagi tubuh manusia dalam bentuk berbagai zat pewarna ( rodamin dan amarant ), zat pengawet (sulfur dioksida dan natrium benzoat ), zat perisa , misalnya rasa apel ( hexenal trans-2-hexenal acetaldehyde - ethyl -2- methyl butyrate ), zat penyedap ( mono sodium glutamat )dan zat zat aditif lain seperti emulsive. Akumulasi bahan beracun itu menumpuk di usus besar dan memicu timbulnya berbagai penyakit termasuk kanker.
Kondisi itu membuat goyahnya keseimbangan sistem pencernaan dan mengakibatkan menurunnya daya imunitas tubuh terhadap serangan mikro organisme. Lalu bagaimana solusi atas masalah ini ?. Manusia punya alternatif pilihan untuk mengembalikan keseimbangan sistem pencernaannya. Pertama, kembali pada pola makan dan jenis makanan seperti pada abad abad sebelumnya.Â
Harus ada tindakan detoksifikasi, tiap orang yang sudah terpapar banyak jenis racun di dalam tubuhnya. Manusia juga dapat menciptakan keseimbangan baru dengan memodifikasi sistem pencernaan, diantaranya sebagai contoh memperpendek ukuran usus dan menggantinya dengan selang sintetik untuk menjangkau lubang anus.Â
Harap diingat bahwa fungsi rumah sakit di masa depan bukan sekadar mengobati dan merawat orang sakit. Sebagian besar fungsi rumah sakit di masa depan adalah untuk memperbaiki, mengubah, mempercantik diri. Sekarang pun sudah banyak orang menjalani operasi plastik.
2. Sistem Reproduksi Manusia.Â
Sistem reproduksi manusia sangat mirip dengan mamalia lain seperti sapi dan domba. Sistem reproduksi mamalia adalah yang paling canggih di alam. Sistem reproduksi paling kuno adalah pejantan melepaskan sperma ke atas tumpukan sel telur di alam bebas. Cara ini sangat rawan dan rentan dari segi keamanan, karena hasil pembuahan mudah dimangsa hewan atau rusak oleh faktor alam. Pembuahan dilakukan di luar tubuh dan tanpa alat pelindung. Cara ini masih dilakukan oleh kodok.Â
Cara berikutnya adalah melakukan pembuahan di dalam tubuh, tetapi selanjutnya dibesarkan di alam bebas dengan membuat lapisan cangkang sebagai pelindung , yang disebut sebagai telur. Cara ini digunakan oleh reptil dan unggas, termasuk burung. Cara ini lebih canggih , tetapi tetap rawan, mudah dirusak atau dimakan oleh pemangsa Cara alamiah yang paling canggih adalah melakukan pembuahan dan pembesaran janin juga di dalam tubuh dengan plasenta ( ari ari ). sebagai lapisan pelindung.Â
Cara ini lebih canggih dari cara ke dua. Cara paling canggih secara artifisial adalah melakukan pembuahan di luar tubuh dan pembesaran di dalam tubuh ( bayi tabung ). Sistem reproduksi mamalia menghasilkan banyak keturunan. Situasi ini tidak menimbulkan masalah pada mamalia lain, karena angka kelahiran yang besar diimbangi dengan angka kematian yang juga besar. Pada hewan liar, kematian disebabkan karena penyakit, dimangsa oleh hewan buas, kematian saat baru dilahirkan. Masalah baru timbul pada manusia modern.Â
Teknologi persalinan yang makin baik, perawatan kesehatan yang baik, pasokan nutrisi dan sistem sanitasi yang makin higienis serta teknologi kedokteran dan ilmu farmakologi yang makin canggih, membuat jumlah populasi manusia melonjak pesat. Dalam waktu 2 abad usia harapan hidup manusia meningkat dari 40 an tahun menjadi 70 an tahun, bahkan di negara maju angka itu sudah menembus 80 tahun.Â
Durasi usia subur untuk reproduksi juga meningkat. Sistem reproduksi yang secara alamiah menghasilkan banyak keturunan direspon dengan teknologi kesehatan yang tinggi, memberikan hasil jumlah penduduk yang banyak dengan laju pertumbuhan yang juga tinggi. Jumlah penduduk 7 milyar saat ini jelas bukan. angka ideal.Â
Mengingat variasi topografi dan ketersediaan air yang tidak merata membuat penyebaran penduduk tidak merata. Penduduk sangat padat menumpuk di kantung kantung tertentu yang subur. Keadaan ini membuat kantung pemukiman rentan terhadap serangan wabah penyakit. Tanpa intervensi teknologi, jumlah penduduk dan durasi hidupnya tidak sepanjang sekarang.Â
Sekali lagi keseimbangan alam dilanggar. Di masa lalu struktur usia demografi manusia, sepertiga bagian bawah adalah anak anak yang belum produktif, rentan diserang penyakit dan hidupnya ditopang oleh orang dewasa. Di puncak piramida adalah orang tua yang jumlahnya sedikit, tidak produktif, rentan diserang penyakit dan hidupnya ditopang oleh orang muda dewasa.Â
Sekarang keadaannya bukan seperti piramida, tetapi seperti trapesium. Jumlah orang tua yang tidak produktif makin banyak, sementara kelompok ini menghabiskan sumberdaya paling besar untuk memelihara kesehatannya. Akibatnya rasio beban tanggungan makin besar. Untuk mengatasi keadaan ini diperlukan pemikiran strategis. Ideologi Transhumanisme dan teknologi rekayasa genetik, memberikan harapan untuk menghasilkan terobosan.Â
Jumlah penduduk secara alamiah akan dikurangi 60 % dari jumlah sekarang. Pengurangan itu bukan dihasilkan dari upaya genocide, ataupun peperangan, tetapi oleh rekayasa genetika. Setiap manusia laki laki dan perempuan akan dipersingkat durasi masa diproduksinya menjadi hanya 10 tahun saja, dari usia 20 - 30 tahun dengan dua kali melahirkan dan jarak antar 2 kelahiran adalah 5 tahun.
 Setiap orang didesain tidak mungkin punya kemampuan membuahi atau dibuahi sebelum usia 20 tahun dan setelah usia 30 tahun. Dua orang dewasa yang berperan sebagai ayah dan ibu , akan digantikan oleh dua individu baru ( anak ).Â
Dengan demikian dalam waktu 3 atau 4 abad ke depan, jumlah penduduk akan stasioner di angka 3 milyar. Dengan jumlah penduduk ideal sebesar 3 milyar, tingkat kesejahteraan bisa dinaikkan setara dengan penduduk negara Belgia sekarang ( 45.000 U$ per kapita per tahun ). Usia harapan hidup dapat ditingkatkan menjadi 100 tahun dengan kondisi kesehatan prima.
3. Jam Biologis Manusia
Sejak awal kemunculannya di bumi 4 juta tahun lalu, mata mata manusia didesain oleh hasil evolusi sama dengan primat. Mata manusia akan bereaksi secara otomatis terhadap rangsangan cahaya. Selama jutaan tahun manusia mendapatkan pasokan cahaya secara alamiah hanya dari satu sumber yaitu sinar matahari.
Baru sekitar 500.000 tahun manusia mendapatkan sumber cahaya dari api yang dibuatnya sendiri. Durasi pancaran cahaya dari api berlangsung singkat. Mata manusia terjaga dan beristirahat sesuai dengan keberadaan sinar matahari, ber langsung sekitar 12 jam di daerah tropis. Setelah matahari terbenam, manusia mulai beristirahat. Baru dua abad terakhir manusia membuat lampu yang relatif terang dalam waktu lama.Â
Dengan lampu terang benderang, ditambah sarana hiburan malam, sulit untuk menutup mata, kecuali yang mengalami kelelahan dan rasa kantuk berat. Sejak saat itu manusia mulai mengubah jam biologisnya, dengan menambahkan waktu terjaga sekaligus mengurangi waktu istirahatnya. Dengan berkurangnya waktu istirahat di malam hari, keseimbangan sistem tubuh manusia mulai melemah.Â
Tubuh manusia melakukan recovery sel sel pada malam hari. Dengan kondisi terjaga, proses recovery terhambat. Akibatnya sistem imunitas tubuh menurun drastis, Tubuh manusiapun menjadi rentan diserang mikro organisme. Manusia tidak pernah puas dengan apa saja yang sudah dimiliki. Pengusaha industri memperpanjang jam kerja.Â
Agar pabrik dapat bekerja 24 jam sehari, dibuat pembagian kerja menjadi 3 shift setiap hari dengan durasi masing masing 8 jam. Pergantian shift dilakukan dengan bergilir. Bagi yang mendapat giliran tugas malam, pasti mengalami ketidak nyaman, karena menabrak jam biologis. Kondisi itu membuat keseimbangan tubuhnya goyah dan mudah terserang penyakit. Solusi untuk mengatasi masalah ini adalah memperbanyak waktu istirahat, agar tubuh dapat merecovery sel sel tubuh yang aus dan rusak .
4. Menurunnya indeks keanekaragaman hayati
Keanekaragaman yang tinggi membuat ekosistem stabil dan kestabilan ekosistem membuat mikro organisme sulit menimbulkan wabah penyakit. Kestabilan tertinggi terdapat di ekosistem paling tinggi keanekaragamannya, yaitu hutan tropis. Menurut konstanta Schrodinger di ekosistem hutan tropis, nilai P ( produktivitas ), berbanding R respirasi) nilainya mendekat 1.
Â
 P
 -------- ~ 1Â
 R
 Jika kita ingin memperbesar nilai P sehingga > 1, maka harus mengurangi keanekaragaman, dengan konsekuensi menurunnya tingkat kestabilan. Untuk meningkatkan produksi pangan maka manusia mereduksi jumlah jenis tanaman menjadi hanya beberapa jenis saja, yaitu gandum, padi dan jagung. Untuk tanaman yang tergolong tanaman komoditi penikmat juga direduksi menjadi hanya beberapa jenis saja, seperti tebu, teh, kopi, coklat, rempah rempah.Â
Hamparan permukaan bumi yang luas dengan keanekaragaman yang tinggi diubah menjadi petak petak luas kebun dan pertanian tanaman pangan. Akibatnya ekosistem jadi rentan dan rapuh terhadap serangan hama penyakit. Bahkan di masa depan tanaman jagung akan mendominasi. Sekarang ini dapat dikatakan peradaban manusia modern bertumpu pada jagung, disebut sebagai peradaban jagung.Â
Selain untuk makanan pokok, jagung jadi unsur utama pembuatan pakan ternak unggas, mamalia besar. Sebenarnya ketika seseorang makan daging ayam, pada dasarnya yang dimakannya adalah jagung. Jagung dijadikan bahan makanan berbasis tepung, bahan pemanis pengganti tebu, bahan bakar ( biofuel ), minyak goreng.Â
Pengerucutan jumlah jenis keanekaragaman hayati turut berkontribusi terhadap timbulnya wabah penyakit. Solusi atas masalah ini adalah mengembalikan keanekaragaman hayati ke tingkat maksimal yang dapat dicapai. Sebenarnya ada puluhan titik keseimbangan yang sudah rontok, tetapi yang ditampilkan di sini sebagai bahan diskusi hanya 4 titik saja.
Epilog
Semua uraian di atas memperlihatkan bahwa manusia modern yang membuka celah pintu masuk bagi mikro organisme berkembang jadi wabah penyakit. Pintu itu makin lama makin terbuka lebar dan makin mudah ditembus. Jumlah titik rawan yang berkontribusi terhadap melemahnya daya imunitas dari serangan penyakit tidak disadari, karena semua orang termasuk para pakar hanyut di dalam kepanikan.Â
Orang yang punya kapasitas besar hanya berkonsentrasi pada upaya tindakan taktis, lupa untuk berpikir dan bertindak strategis. Tindakan taktis memang perlu dan penting untuk jangka pendek, tetapi tindakan strategis tidak kalah penting untuk mempersiapkan sistem dalam menghadapi serangan di masa depan.Â
Keadaan sekarang diperburuk oleh sikap arogansi sekelompok orang yang tidak mau peduli , bahkan terhadap nyawanya sendiri. Atlet besar seperti Lionel Messi dan Christian Ronaldo mau patuh terhadap protokol WHO tentang COVID -19.Â
Sekelompok warga Jakarta menentang Protokol DKI tentang COVID -19, terkait penutupan tempat tujuan wisata di DKI. Bentuk pembangkangan itu terlihat dari banyaknya kendaraan ke luar kota dengan tujuan Puncak dan Bogor.Â
Antrian kemacetan terjadi sampai mencapai belasan kilo meter. Warga Jakarta mau bersusah payah menembus kemacetan lalu lintas. Mereka memperlihatkan betapa rendah kemampuan mengendalikan diri.Â
Bersikap tenang memang perlu, tetapi tindakan menantang bahaya, sungguh tindakan tolol dan bodoh. Orang yang tidak peduli dengan keselamatan orang lain, bahkan dirinya sendiri, tidak pantas ditolong. Serangan virus corona memang telah memberi kita banyak pelajaran penting, termasuk membuka secara telanjang tingkah polah sebagian manusia yang menjengkelkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H