Mohon tunggu...
Yan Cahyadi Anas
Yan Cahyadi Anas Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Nama saya Yan Cahyadi Anas seorang penggemar fun run yang selalu mencari tantangan baru untuk menjaga kebugaran dan kesehatan. Saya dikenal sebagai pribadi yang optimis dan mudah bergaul, sehingga membuat saya memiliki banyak teman. Hobi saya yang lain adalah traveling; saya sangat menikmati menjelajahi tempat-tempat baru, mengeksplor budaya, dan mencicipi kuliner lokal saat berpergian. Selain itu, saya juga penggemar sepak bola yang mengikuti liga dan tim favorit dengan penuh semangat. Aktivitas-aktivitas ini membuat hidup saya lebih berwarna dan menyenangkan, dan saya selalu berusaha membagikan pengalaman tersebut melalui konten-konten favorit saya di media sosial

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Manhaj Salaf :"Prinsip-Prinsip, Praktik Kehidupan Keluarga Salaf "

14 Januari 2025   20:45 Diperbarui: 14 Januari 2025   20:37 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kehidupan Sehari-hari Keluarga Salafi

Kehidupan sehari-hari keluarga Salafi sangat dipengaruhi oleh praktik agama islam, yang berakar pada peneladanan terhadap nenek moyang yang saleh (salaf slih). Keluarga Salafi berusaha untuk hidup sesuai prinsip dan praktik tiga generasi pertama umat Muslim, yang dikenal sebagai salaf slih yang mencakup penekanan yang kuat pada agama, kesopanan, dan perilaku moral. Konsep Loyalitas dan Penolakan (al-wala' wa-l-bara') yang membentuk hubungan sosial dan sikap. yang menentukan kepada siapa harus loyal dan kepada siapa  harus ditolak yang akan mempengaruhi interaksi  dengan Muslim lainnya maupun non-Muslim.

Keluarga Salafi membentuk komunitas yang erat, yang menemukan rasa saling memiliki. Keluarga Salafi menempatkan pentingnya pendidikan Islam bagi anak-anak mereka, termasuk keputusan tentang sekolah yang tepat, aktivitas yang diperbolehkan, dan jenis persahabatan yang dapat dibentuk oleh anak-anak.Komunitas Salafi dalam  menghadapi tantangan mempertahankan praktik agama mereka di tengah kompleksitas kehidupan modern,  dengan tetap  memperbaiki diri dan tetap patuh terhadap keyakinan. Keluarga Salafi yang tinggal di masyarakat mayoritas non muslim melakukan negosiasi identitas religius dengan melibatkan keseimbangan antara keyakinan religius dengan tuntutan dan norma masyarakat yang lebih besar.

Hubungan antara suami dan istri dalam keluarga Salafi dipengaruhi oleh  agama serta norma sosial dan budaya dengan beberapa poin kunci yaitu, Keluarga Salafi menganut struktur patriarkal di mana suami memegang otoritas atas istri yang berakar pada konsep qiwama (otoritas suami) dan persamaan pemeliharaan-kepatuhan, di mana suami memberikan dukungan finansial sebagai imbalan atas kepatuhan istri. Suami sebagai penyedia dan pelindung, serta istri bertanggung jawab atas manajemen rumah tangga dan pengasuhan anak, Pembagian ini dianggap sebagai pelengkap, bukan setara, dengan tujuan untuk mendorong kerjasama dan kasih sayang dalam keluarga. Suami secara utama bertanggung jawab untuk memberikan nafkah bagi keluarga, tetapi dalam praktiknya, tanggung jawab finansial dapat dibagi, terutama dalam situasi sulit seperti pandemi COVID-19, meskipun demikian, kewajiban suami untuk mendukung istri tetap ada, terlepas dari status pekerjaan istri. Perempuan dalam keluarga Salafi memiliki otonomi finansial, dan penghasilan mereka adalah milik mereka sendiri, yang tidak dapat diklaim oleh suami tanpa izin.

Beberapa keluarga Salafi mengamalkan poligami, dengan praktik yang  dikelola dengan sangat hati-hati dalam batasan kerangka sosial dan hukum yang lebih luas. Melalui  Al-Qur'an,  Surah al-Nisa, ayat 3, yang membahas syarat-syarat di mana seorang pria boleh menikahi beberapa wanita, oleh banyak ahli fiqh, poligami diperbolehkan di bawah syarat-syarat yang ketat, terutama kebutuhan untuk keadilan di antara para istri, memastikan bahwa kebutuhan ekonomi dan sosial semua istri dan anak-anak terpenuhi. Keluarga poligami yang harmonis, dapat dicapai dengan  kepemimpinan tegas suami dan saling penerimaan antara istri berkontribusi pada hubungan yang hangat, harmonis dan  stabil.

Perempuan Salafi menekankan pentingnya pengetahuan agama dan menggunakannya sebagai sumber kekuatan dan pemberdayaan dalam pernikahan mereka. Konflik dalam pernikahan Salafi, sama seperti dalam hubungan lain, dapat muncul berbagai masalah termasuk stres finansial dan ekspektasi peran. Resolusi konflik  sangat penting untuk menjaga harmoni pernikahan. Hubungan suami-istri dalam keluarga Salafi sangat mendalam berakar pada ajaran agama dan peran gender tradisional, dengan penekanan yang kuat pada otoritas suami dan kepatuhan istri, namun, terdapat pergeseran yang nyata menuju dinamika yang lebih seimbang dan kooperatif, dipengaruhi oleh perspektif feminis dan realitas praktis kehidupan modern. Proses pertukaran ide yang berkembang ini bertujuan untuk mendorong keluarga yang lebih kuat dan lebih tangguh sambil tetap menghormati prinsip-prinsip dasar Islam dalam mengarungi kehidupan Moderen saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun