Mohon tunggu...
Yan Cahyadi Anas
Yan Cahyadi Anas Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Nama saya Yan Cahyadi Anas seorang penggemar fun run yang selalu mencari tantangan baru untuk menjaga kebugaran dan kesehatan. Saya dikenal sebagai pribadi yang optimis dan mudah bergaul, sehingga membuat saya memiliki banyak teman. Hobi saya yang lain adalah traveling; saya sangat menikmati menjelajahi tempat-tempat baru, mengeksplor budaya, dan mencicipi kuliner lokal saat berpergian. Selain itu, saya juga penggemar sepak bola yang mengikuti liga dan tim favorit dengan penuh semangat. Aktivitas-aktivitas ini membuat hidup saya lebih berwarna dan menyenangkan, dan saya selalu berusaha membagikan pengalaman tersebut melalui konten-konten favorit saya di media sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan di Indonesia "Mewujudkan Akses Adil Untuk Semua"

23 Desember 2024   17:58 Diperbarui: 23 Desember 2024   16:55 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembiayaan kesehatan merupakan aspek krusial dalam sistem kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Pengertian pembiayaan kesehatan dapat bervariasi menurut perspektif beberapa ahli. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikannya sebagai besarnya dan alokasi dana yang diperlukan untuk mendukung berbagai upaya kesehatan, baik untuk individu, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan. Tulchinsky dan Varavikova (2014) menambahkan bahwa pembiayaan kesehatan mencakup semua pembayaran yang dilakukan individu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk asuransi kesehatan yang diberikan oleh perusahaan. Sementara itu, World Health Organization (WHO) menekankan pentingnya sistem pembiayaan yang adil, sehingga setiap individu dapat mengakses layanan kesehatan tanpa menghadapi kesulitan finansial. Setyawan (2018) pun menyatakan bahwa sistem pembiayaan harus mampu meratakan risiko biaya kesehatan di seluruh rumah tangga.

Dalam praktiknya, berbagai permasalahan sering muncul dalam sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia. Salah satu kendala terbesar adalah ketidakseimbangan alokasi dana yang kerap tidak merata, seperti yang diungkapkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Hal ini menghambat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan secara optimal. Selain itu, ketergantungan pada pembayaran individu, sebagaimana dicatat oleh Tulchinsky dan Varavikova, juga menciptakan ketidakadilan akses terhadap layanan kesehatan karena perbedaan kemampuan finansial antar individu. WHO mengungkapkan bahwa banyak individu yang terpaksa menghadapi hambatan finansial yang signifikan dalam mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan, kondisi ini menjadi lebih parah ketika rumah tangga tidak memiliki kemampuan menanggung risiko biaya kesehatan yang tinggi, khususnya dalam situasi darurat atau ketika menghadapi penyakit kronis, seperti yang dipaparkan oleh Setyawan.

Menanggapi tantangan ini, tujuan utama dari sistem pembiayaan kesehatan adalah untuk memastikan penyediaan dana yang memadai. Kementerian Kesehatan RI berkomitmen untuk mengalokasikan dana secara optimal, sementara Tulchinsky dan Varavikova menekankan pentingnya peningkatan perlindungan finansial bagi masyarakat untuk menghindari pengeluaran yang tiba-tiba dan besar. WHO mewajibkan adanya pemerataan akses terhadap layanan kesehatan agar setiap individu mendapatkan kesempatan yang setara untuk pelayanan kesehatan tanpa menghadapi hambatan finansial. Selain itu, Setyawan menekankan bahwa sistem pembiayaan kesehatan harus dapat mengurangi beban risiko ekonomi bagi rumah tangga, sehingga setiap orang dapat menikmati layanan kesehatan yang bermutu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan kesehatan sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek  ekonomi dan kemampuan finansial negara terbukti berpengaruh besar terhadap alokasi dana untuk kesehatan, selain itu, sistem alokasi dana dan manajemen yang ada juga menentukan sejauh mana masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan. Menurut WHO, ketimpangan sosial dan geografis dalam akses terhadap layanan kesehatan sangat mencolok, terutama di daerah terpencil. Setyawan juga menyoroti bahwa penyakit kronis menciptakan kebutuhan pembiayaan yang lebih besar, sementara rendahnya partisipasi masyarakat dalam skema pembiayaan dapat menyebabkan ketidakberlanjutan dalam sistem, perubahan demografi, seperti  populasi lansia yang semakin banyak, juga menambah tantangan dalam pembiayaan kesehatan, karena kelompok lansia umumnya memerlukan perawatan yang lebih intensif dan mahal.

Sumber pembiayaan kesehatan di Indonesia beragam, pendanaan oleh pemerintah merupakan sumber utama sekitar 80 %, namun pembayaran langsung oleh individu juga masih menjadi faktor signifikan. Asuransi kesehatan, baik yang dikelola oleh pemerintah (seperti Jaminan Kesehatan Nasional/JKN) maupun swasta, berkontribusi dalam membiayai layanan kesehatan, selain itu, pendanaan donor internasional dan kontribusi sektor swasta turut membantu, sedangkan pendanaan komunitas berfungsi sebagai dasaran pengelolaan kolektif di beberapa daerah. Di samping itu, dana hibah atau Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan juga memainkan peran penting dalam pembiayaan kesehatan.

Prinsip-prinsip pembiayaan kesehatan yang ideal harus mencakup keadilan, efisiensi, perlindungan finansial, keterjangkauan, keberlanjutan, akuntabilitas, solidaritas sosial, dan universalitas. Ketersediaan layanan kesehatan yang adil, berkualitas, dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat sangat memerlukan penerapan prinsip ini dalam setiap kebijakan dan sistem yang ada. Misalnya, dengan mengutamakan keadilan, pembiayaan kesehatan dapat dipastikan tersedia bagi kelompok-kelompok yang paling rentan dan membutuhkan.

Selanjutnya, dalam konteks menciptakan pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan, penting untuk membangun Health Account—sebuah sistem yang bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data terkait pembiayaan kesehatan dalam suatu negara. Pendekatan ini memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang pola pengeluaran kesehatan dan membantu pemerintah mengidentifikasi kesenjangan pembiayaan yang ada. Dengan dukungan data yang akurat, perencanaan dan pengambilan kebijakan dapat berjalan lebih efisien, serta memungkinkan pemantauan cakupan kesehatan universal. Transparansi dan akuntabilitas juga terpenuhi, mendorong efisiensi dan keberlanjutan dalam sistem yang ada.

Kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia, seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Dana Alokasi Khusus (DAK) Kesehatan, dan subsidi untuk kelompok rentan, dirancang untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan memastikan akses layanan kesehatan yang adil bagi semua rakyat. JKN, misalnya, dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan memberikan perlindungan kesehatan universal. DAK Kesehatan adalah anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk mendanai program kesehatan prioritas di daerah. Adanya program subsidi kesehatan seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) juga menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan akses kesehatan kepada masyarakat miskin.

Meskipun kebijakan ini menunjukkan kemajuan dalam meningkatkan pemerataan layanan kesehatan, tantangan yang masih perlu diatasi termasuk defisit pendanaan, ketimpangan regional, dan rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya asuransi kesehatan. Dengan pengelolaan yang lebih efektif dan penyesuaian kebijakan yang diperlukan, Indonesia dapat meningkatkan kualitas dan keberlanjutan sistem kesehatan nasional.

Dalam konteks yang lebih luas, kita juga dapat melihat perbandingan kebijakan pembiayaan kesehatan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Indonesia mengandalkan model asuransi sosial untuk melindungi kelompok miskin, namun menghadapi tantangan yang signifikan dalam keberlanjutan anggaran. Sementara itu, Malaysia menawarkan layanan kesehatan publik hampir gratis yang didanai melalui pajak, tetapi sistemnya menghadapi tekanan akibat peningkatan permintaan, di sisi lain, Singapura menekankan tanggung jawab individu melalui kontribusi wajib dan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, meskipun sistem ini relatif mahal bagi sebagian orang.

Secara keseluruhan, pembiayaan kesehatan di Indonesia adalah sebuah upaya menyeluruh dan kompleks yang berfokus pada perlindungan akses bagi semua rakyat, dengan tantangan yang terus ada, kebijakan yang tepat dan implementasi yang efektif akan menjadi kunci pencapaian sistem kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan. Keberhasilan sistem kesehatan tidak hanya bergantung pada rinciannya saja tetapi juga pada komitmen semua pihak, pemerintah, masyarakat, sektor swasta, untuk bekerja bersama mencapai tujuan universal health coverage dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun