Mohon tunggu...
Yan Budianto
Yan Budianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

belajar dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

PEMIMPINMU ADALAH CERMINAN KAMU

25 Juni 2012   16:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:32 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh : KH. Shiddiq Amien, MBA (Allahu Yarham)

Dalam Islam jabatan dan kedudukan  bukanlah semata-mata anugrah, tapi juga amanah, yang harus dipertanggung jawabkan, bukan hanya  di hadapan rakyat, tapi terutama di hadapan mahkamah Allah Yang Maha Adil kelak.  Jika seseorang mendapatkan jabatan dan kedudukan bukan dengan cara yang haq , tapi dengan cara-cara bathil,  dengan menghalalkan segala cara, seperti  politik uang dengan segala macam bentuknya, dengan menyebar fitnah, dengan menempuh cara-cara mistik dan syirik,  dsb.  Kemudian setelah ia menduduki jabatan dan kedudukan  itu  ia menipu, ingkar atas janji-janjinya, korup, dan zalim , maka jabatan dan kedudukan itu hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan  di hari kiamat, dan ia akan diharamkan masuk surga.  Rasulullah saw.  bersabda :  " Sesungguhnya jabatan itu adalah amanat, dan pada hari kiamat akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali mereka yang mendapatkan jabatan itu  dengan cara yang haq  ( atau ia orang yang paling berhak ) dan ia menunaikan tugas dan kewajiban yang ada pada jabatan itu ( termasuk memenuhi janji-janjinya )  "  HR Muslim. Dalam  hadits lain Beliau          bersabda  :  " Seorang hamba yang oleh Allah dipercaya untuk memimpin sebuah bangsa, lantas ia mati, dan ketika memimpin ia menipu  ( zalim ) terhadap rakyatnya, pasti Allah mengharamkan baginya masuk surga . "  HR. Al-Bukhari dan Muslim.

Hisyam bin Urwah meriwayatkan hadits Nabi saw yang menyatakan bahwa pemimpin itu  ada yang baik, ( taqwa, jujur, adil , cerdas dan berakhlakul karimah ) dengan segala macam kebaikannya, dan ada pemimpin yang buruk,  ( jahat, zalim, dan korup, ) dengan segala macam keburukannya. Pemimpin bertaqwa akan selalu menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan zalim. Pemimpin yang  jujur akan menumbuhkan kepercayaan rakyat dan jauh dari tindak korupsi dan kolusi yang di negri ini sudah menjadi kejahatan luar biasa. Pemimpin yang adil akan melahirkan ketentraman bagi seluruh rakyat dan mendatangkan berkah dan rahmat Allah. Pemimpin yang cerdas dan visioner akan bisa membawa sebuah bangsa  ke arah yang lebih baik dan maju. Pemimpin yang berakhlakul karimah akan menjadi panutan rakyatnya, dan akan mendahulukan kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Bagaimana bisa seseorang  bertindak jujur, jika ia lebih percaya kepada mistik dan takhayyul dari pada iman kepada Allah swt ?  Bagaimana ia bisa berbuat adil, mampu menegakkan hukum, memberantas korupsi dan kolusi, dan munkarat lainnya, jika  ia  naik menjadi pemimpin dengan uang hasil korupsi atau dengan dukungan para koruptor, konglomerat hitam, atau Bandar togel ?  atau ia mendapatkan jabatan dan kedudukan itu dengan cara-cara kotor dan machiavelis ?  Bagaimana seorang pemimpin bisa membawa bangsanya menjadi bangsa yang mandiri, jika ia lebih berpihak kepada kepentingan  dan hegemoni asing dari pada kepada rakyatnya sendiri ? dst.  Pemimpin yang zalim, jahat dan korup hanya akan membawa sebuah bangsa  kepada kehancuran dan laknat Allah.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi, Rasulullah swa. Menyatakan bahwa  kondisi pemimpinmu mencerminkan kondisi rakyat yang dipimpinnya.  ( Kama Takunu Yuwalla 'alaikum ). Dalam kitab An-Nihayah hadits tersebut dijelaskan bahwa jika  rakyat  beriman, beramal sholeh, jujur, dan cerdas , maka yang akan tampil sebagai pemimpin mereka adalah orang yang punya karakteristik seperti itu. Tapi jika rakyatnya  terdiri dari orang-orang yang jahat, senang maksiat, senang merusak, maka yang akan tampil sebagai pemimpin mereka juga manusia seperti itu.  Bagi sekelompok santri tentu tidak akan memilih koruptor sebagai pemimpin mereka. Sebaliknya bagi segerombolan pencoleng tidak akan memilih ustadz sebagai pemimpin mereka, mereka pasti akan memilih " Super pencoleng " . Nabi saw. pernah mengingatkan pula bahwa barang siapa yang memilih seseorang sebagai pemimpin hanya atas dasar ta'ashub ( fanatisme buta ) tanpa menjadikan  petunjuk Alah dan rasulNya  sebagai barometer, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman ( HR. Muslim ).

Siapapun yang tampil memimpin bangsa ini ke depan, akan menjadi cerminan kondisi dan kwalitas  ilmu dan iman  mayoritas bangsa ini. Wallohu a'lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun