Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Ketika Warga Indonesia Raya Menyalahkan Warga Jateng Atas Kemenangan Ahmad Luthfi

29 November 2024   12:08 Diperbarui: 29 November 2024   14:56 2088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilihan kepala daerah dari lingkarjateng.id

Malahan ada orang yang setelah dapat bedah rumah terus dia beli mobil. Mobil bagi orang Jateng, meskipun bekas, termasuk dalam kebutuhan tersier yang mana hidup kita masih bisa bahagia walau tidak punya.

Dengan demikian, alih-alih membantu hidup orang miskin dengan memberinya rumah layak, orang miskin seolah tetap dibiarkan hidup tidak layak. BPS Jateng mencatat jumlah orang miskin sampai Maret 2024 ada 3,70 juta orang. 

Kalau mau pakai cocoklogi jumlah orang miskin dengan pemilih calon gubernur, jumlah pemilih calon 01 berdasarkan perhitungan KPU Jateng ada 7.841.476 suara sedangkan calon 02 dapat 11.350.609 suara.

Selisih antara calon 01 dan 02 ada 3.509.133 suara. Selisih ini bisa saja berasal dari orang-orang miskin selain dari kader dan simpatisan tujuh parpol parlemen yang mendukung paslon 02. Kalau mau sarkas, fakir miskin dipelihara negara untuk dipanen suaranya tiap ada pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah.

Jateng Gayeng

Warga Indonesia Raya (WIR) yang menyalahkan orang Jateng mayoritas berdomisili di Jabodetabek. Mereka membandingkan kemenangan Pramono-Rano dengan kekalahan Andika-Hendrar.

Pemprov Jateng mencatat luas wilayahnya 32.800 km persegi. Sementara itu Jakarta luasnya 661 kilometer persegi. Tanpa mikir berat kita tahu tidak mungkin calon gubernur mengelilingi wilayah yang luasnya puluhan km persegi dengan cuma dua bulan masa kampanye. Kalaupun fisik cagubnya kuat seperti rambo, duitnya yang nggak kuat.

Mengawasi pelanggaran dan kecurangan kampanye di wilayah seluas itu juga tidak semudah mengawasi daerah yang luasnya cuma 661 km persegi. Tambahan lagi, dari 38 provinsi, Jakarta menempati peringkat ke-11 sebagai daerah dengan persentase penduduk yang punya handphone-nya besar. Sedangkan Jateng ada di peringkat 13.

Itu artinya lebih banyak orang Jateng yang tidak tahu soal kecurangan kampanye pilkada daripada orang Jakarta. Sebab biasanya kecurangan dan pelanggaran pilkada masif diinformasikan di media sosial dan media online, tapi minim sosialisasinya di dunia nyata. Banyak orang Jateng yang menerima bansos dan uang karena tidak tahu hal itu merupakan bentuk pelanggaran dan kecurangan kampanye dalam memilih gubernur, bupati, dan wali kota.

Menyalahkan warga Jateng karena memenangkan Ahmad Luthfi-Taj Yasin sama saja dengan menjadikan korban sebagai pelaku dan membiarkan pelaku yang sesungguhnya bebas.

Rakyat Jateng itu korban. Korban haus kekuasaan, korban politik uang, bahkan korban perasaan karena kami diimpit aparat dan pejabat sampai akal manusia tidak lagi bisa mencernanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun