Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tafsir Atribut Tidak Wajar MPLS dan Kenyamanan Peserta Didik Baru

12 Juli 2024   14:58 Diperbarui: 12 Juli 2024   16:58 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi MPLS SD | Foto: (kompas.com/Andhi Dwi)

Tahun ajaran baru di Kabupaten Magelang resmi dimulai pada 22 Juli 2024, tapi banyak sekolah yang minta peserta didiknya masuk pada Sabtu, 20 Juli untuk keperluan pra-MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).

Sebelum bernama MPLS, kita mengenalnya dengan sebutan MOS (Masa Orientasi Sekolah). MOS melibatkan kakak-kakak OSIS di SMP dan SMA karena mengikuti model Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) di masa lalu. Pelibatan kakak kelas itulah yang memicu terjadinya perpeloncoan yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran dan pengenalan sekolah.

Untunglah dalam MPLS yang berlaku sejak tahun ajaran 2018/2019, sekolah dilarang melibatkan kakak kelas dan alumni sebagai penyelenggara. 

MPLS, MOS, dan Pelonco Masa Penjajahan

Dalam buku Bunga Rampai dari Sejarah Volume II Mohammad Roem menceritakan pengalamannya dipelonco selama tiga bulan ketika masuk ke Stovia (sekolah dokter pribumi). Perpeloncoan di masa penjajahan bertujuan mendewasakan anak baru dalam waktu singkat.

Dalam KBBI pelonco juga diartikan sebagai gundul tidak berambut. Penggundulan mahasiswa yang dipelonco diduga terjadi di masa penjajahan Jepang. Dalam buku Tradisi Kehidupan Akademik, Rahardjo Darmanto menuturkan kata perpeloncoan digunakan oleh penjajah Jepang untuk menggantikan istilah ontgroening (anak hijau) dari penjajah Belanda.

Pada masa itu cuma anak-anak kecil yang berkepala gundul. Penggundulan rambut merupakan upaya simbolis yang menempatkan mahasiswa baru sebagai bocah hijau yang belum tahu apa-apa dan perlu diberi bekal untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan.

Waktu saya jadi mahasiswa baru tahun 1999, semua teman laki-laki wajib menggunduli kepalanya selama sepekan mengikuti Ospek. Jarak dari masa penjajahan Jepang ke masa saya kuliah terentang waktu 54 tahun, tapi perpeloncoan ala penjajah Belanja dan Jepang rutin dilakukan dengan doktrin ketahanan mental, soliditas angkatan, dan pendewasaan.

Kalau gundul jadi bagian dari Ospek mahasiswa, maka memakai aksesori aneh jadi bagian dari masa orientasi anak SMP dan SMA di masa MOS. Pada MPLS yang menggantikan MOS, kakak kelas dan alumni tidak boleh lagi ikut-ikutan memberi tugas yang berarti tidak ada perpeloncoan.

Sayangnya, pengenaan aksesori semisal topi caping yang diwarnai, name tag seukuran dada berlapis kertas warna, dan rumbai-rumbai masih diwajibkan oleh sekolah kepada peserta didiknya. Bukan cuma peserta didik baru, siswa lama juga diharuskan mengenakan aksesori serupa selama MPLS berlangsung tiga hari di sekolah.

Aksesori, Pengenalan Sekolah, dan Pembelajaran

Pengenalan lingkungan sekolah adalah kegiatan pertama masuk sekolah untuk pengenalan program, sarana dan prasarana sekolah, cara belajar, penanaman konsep pengenalan diri, dan pembinaan awal kultur sekolah.

Pada Pasal 5 Permendikbud No. 18/2016 disebutkan bahwa pengenalan lingkungan sekolah wajib mengenakan seragam dan atribut resmi dari sekolah. Sekolah juga dilarang dilarang memberikan tugas kepada siswa baru berupa kegiatan maupun penggunaan atribut yang tidak relevan dengan aktivitas pembelajaran siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun