Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tren Anak Purnawaktu di Tiongkok dan Mengurangi Beban Orangtua di Indonesia

1 Agustus 2023   13:58 Diperbarui: 2 Agustus 2023   03:04 2140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makin banyak anak muda Tiongkok yang memilih jadi anak purnawaktu daripada berkarir atau berwirausaha | Foto: AFP/Getty Images via businessinsider.com

Anak purwaktu atau full-time children sedang marak di Tiongkok dipicu oleh sulitnya dapat kerja atau terlalu lelah bekerja belasan jam sehari.

Kompas.id mengutip dari BBC melaporkan kalau etos kerja di Tiongkok dikenal dengan budaya "996" yang artinya bekerja dari jam 9 pagi hingga 9 malam selama 6 hari. Sudah capek-capek kerja, bayarannya pun tidak seberapa.

Karena lelah, para orang dewasa berusia di bawah 30 tahun itu lalu kembali ke rumah orangtua dan bekerja mengurus rumah tangga seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah, belanja, dan mengurus orangtua mereka yang sakit. 

NBC News yang dikutip dari Business Insider melaporkan bahwa orang dewasa ini digaji 6.000 yuan atau setara dengan Rp12,6 juta per bulan oleh orangtua mereka. Jumlah ini merupakan gaji kelas menengah di beberapa daerah di Tiongkok. 

Alasan lain anak-anak muda ini memilih jadi anak purnawaktu dikarenakan sulitnya dapat pekerjaan setelah lulus SMA dan kuliah. Karena tidak ingin lagi bersaing di bangku kuliah dan dunia kerja, dari gaya hidup inilah kemudian dikenal istilah tangping (lying flat) yang artinya hidup santai tanpa cita-cita dan ketidakinginan mengejar karir. 

Full-time Children Vs Nebeng Orangtua

Menjadi anak purnawaktu dianggap wajar bagi anak muda Tiongkok. CNN melansir bahwa ada 4.000 anggota didalam satu grup bertajuk "full-time Children's Work Communication Center" di platform media sosial Douban. Grup itu berisikan sharing kegiatan sehari-hari para anak purnawaktu. Pun demikian dengan media sosial Xiaohongshu yang didalamnya terdapat lebih dari 40.000 postingan tentang full-time sons and daughters.

Chen Dudu memutuskan keluar dari pekerjaannya yang melelahkan di real estate & jadi full-time daughter | Foto: bbc.com
Chen Dudu memutuskan keluar dari pekerjaannya yang melelahkan di real estate & jadi full-time daughter | Foto: bbc.com

Di Tiongkok semua platform media sosial  yang digunakan semuanya bikinan negeri tirai bambu. Tidak ada medsos asing seperti Facebook, Twitter, atau Instagram karena pemblokiran dari pemerintahnya. 

Orang-orang yang jadi anak purnawaktu beranggapan bahwa hidup mereka lebih baik daripada ken lao zu. Ken lao zu merujuk pada orang-orang yang bekerja keras bergaji 2.000-3.000 yuan, tapi hidupnya masih ditopang orangtua karena penghasilan mereka tidak cukup untuk hidup.

Para anak purnawaktu juga berpendapat mereka dibayar oleh orangtua sebagai imbal balik atas usaha mereka membantu rumah tangga. Sedangkan ken lao zu sama sekali tidak membantu, malah jadi beban karena mereka pulang cuma untuk makan dan tidur.

Bila full-time children muncul baru-baru ini, ken lao zu sudah lama muncul dan lazim ditemukan pada orang yang lahir tahun 1980-an saat mereka baru masuk ke dunia kerja.

Menurut saya baik anak purnawaktu dan ken lao zu sama-sama membagongkan. Di negara kita juga ada tipikal anak muda yang seperti itu, tapi jumlahnya tidak sampai membuat gaya hidup itu jadi fenomena sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun