Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyebab Kabupaten Magelang Belum Punya Hari Jadi Padahal Sudah Eksis Sejak Mataram Kuno

20 Maret 2023   12:30 Diperbarui: 15 November 2023   10:30 1669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Mantyasih disimpan di pendopo Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang | Sumber: Instagram @sahat_simarmata

Kalau kita ketikkan kata kunci "hari jadi Kabupaten Magelang" di Google, Bing, atau mesin pencari lain, hasil yang keluar pasti tanggal 22 Maret 1984. Itu berarti di tahun 2023 ini usianya baru 39 tahun. 

Bagaimana mungkin kabupaten usianya semuda itu, sedangkan menurut situs magelangkab.go.id sudah ada bupati yang dilantik untuk memimpin Kabupaten Magelang pada 1979, yaitu Drh. Soepardi.

Pemerintah kabupaten sepertinya belum memutuskan kapan hari jadi Kabupaten Magelang, sehingga yang diperingati tiap tahun sejak 1984 adalah hari jadi ibu kota kabupatennya, yaitu kota Mungkid.

Rumitnya menentukan hari jadi Kabupaten Magelang mungkin karena hal berikut.

1. Ada dua pilihan tentang kapan mulanya Magelang terbentuk. Satu dari Prasasti Canggal dan satu lagi dari penetapan bupati di masa kolonial Belanda dan Inggris.

2. Penetapan dari Prasasti Canggal kurang menguatkan terbentuknya kabupaten karena tidak menginformasikan soal wilayah atau daerah yang jadi cikal-bakal Magelang. Prasasti ini hanya menceritakan tentang Raja Sanjaya sebagai penguasa Jawa.

3. Ada data yang kurang akurat tentang besluit Gubernemen yang jadi dasar pengangkatan bupati pertama Magelang. Ada yang menyebut besluit gubernemen dibuat oleh Inggris, ada yang meyakini dibuat oleh Belanda.

Kota Magelang dari Prasasti Mantyasih

Tetangga kabupaten, yaitu Kota Magelang, sudah lebih lebih dulu menetapkan hari jadinya berdasarkan pada angka yang tertera di Prasasti Mantyasih.

Prasasti Mantyasih ditemukan di Kampung Mateseh di Kecamatan Magelang Utara, Kota Magelang, menyebut tentang wilayah bertanah subur dan makmur yang berdiri pada 11 April 907 sebagai tanah perdikan yang ditetapkan oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung dari Mataram Kuno.

Desa atau tanah perdikan adalah wilayah yang tidak perlu menyetor pajak (upeti) kepada kerajaan alias bebas pajak, seperti yang tertulis pada Prasasti Mantyasih. Lokasi tanah perdikan di masa lalu itu sekarang jadi lokasi yang bernama Kampung Mateseh di Kota Magelang.

Selain prasasti, di Kampung Mateseh juga ditemukan lumpang batu yang diyakini sebagai salah satu alat untuk melakukan upacara keagamaan.

Keberadaan prasasti dan lumpang batu (watu lumpang) di Kampung Mateseh itulah yang menguatkan Wali Kota Magelang Drs. A. Bagus Panuntun, pada 16 Juni 1980, menetapkan tanggal 11 April 907 sebagai Hari Jadi Kota Magelang. Hari jadi Kota Magelang itu kemudian diresmikan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1989.

Karena sudah keduluan Kota, maka tahun 907 sudah tidak bisa lagi ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Magelang. Lagipula prasasti dan lumpang batu itu memang ditemukan di wilayah Kota Magelang yang otomatis jadi hak Kota menetapkan hari jadinya berdasarkan terbentuknya wilayah seperti yang diceritakan di prasasti.

Pilihan Pertama dari Prasasti Canggal

Prasasti Canggal ditemukan di kompleks bangunan candi Gunung Wukir di Dusun Canggal, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang dan berangka 654 Saka atau 732 Masehi. Itu berarti usianya lebih tua dari Prasasti Mantyasih.

Prasasti ini ditafsirkan sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno disebut juga sebagai Kerajaan Medang Kamolan atau Medang (cabang) Jawa Tengah

Isi prasasti juga menyebut pulau Jawa (Yawadwipa), sebagai tanah yang sangat subur, kaya akan tambang emas, dan menghasilkan gandum atau padi. Di pulau Yawa itu ada sebuah bangunan suci untuk pemujaan Siwa yang sangat indah, untuk kesejahteraan dunia yang dikelilingi oleh sungai-sungai yang suci, antara lain sungai Gangga. Bangunan suci itu terletak di wilayah Kunjarakunja. 

Kunjarakunja bisa diartikan sebagai "tanah dari pertapaan Kunjara" yang dikenal sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.

Prasasti Canggal berhuruf Pallawa berbahasa Sansekerta | Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Prasasti Canggal berhuruf Pallawa berbahasa Sansekerta | Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Prasasti Canggal kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Itu berarti secara fisik, Kabupaten Magelang tidak memiliki prasasti yang bisa dijadikan simbol hari jadi wilayahnya. 

Pun, prasasti itu hanya menyebut pulau Jawa secara keseluruhan, penyebutan lokasi Kunjarakunja pun tidak spesifik menunjukkan apakah tanah itu ada di wilayah yang sekarang jadi Kabupaten Magelang atau tidak.

Pilihan Kedua dari Besluit Gubernemen

Sejak masa Mataram Kuno, Magelang masih satu wilayah dan belum dipisah jadi kota dan kabupaten.

Pemisahan Magelang dimulai pada 1 Agustus 1812 saat Letnan Gubernur Jawa Thomas Stamford Raffles dari Inggris menguasai wilayah Kedu (saat itu meliputi Magelang dan Temanggung) yang termasuk dalam wilayah Kesultanan Yogyakarta.

Melihat strategisnya Magelang yang berada ditengah-tengah Jawa, maka dipecahlah kawasan ini menjadi ibu kota Negeri Kabupaten Magelang.

Raffles mengangkat bupati kepatihan dari Kesultanan Yogyakarta bernama Alwi bin Said Abdar Rahim Bach Chaiban untuk menjadi bupati Magelang pertama dengan gelar Mas Ngabehi Danukromo. Pengangkatan itu tercantum dalam besluit gubernemen bertanggal 30 November 1813.

Soal besluit gubernemen (keputusan gubernur) ini ada yang menyebut dibuat oleh Belanda karena dari bahasanya saja bahasa Belanda, tapi berdasarkan tanggal, besluit itu keluar di masa pemerintahan Raffles saat Inggris berkuasa di Hindia Belanda pada kurun waktu 1811-1816.

Pemerintahan Raffles di Hindia Belanda cuma sebentar saja karena di Eropa terjadi perubahan politik. Pada 1814 Inggris setuju untuk menyerahkan kembali Hindia Belanda kepada Belanda dalam Konvensi London. Penyerahan kembali Hindia Belanda dari Inggris kepada Belanda dilakukan pada 19 Agustus 1816 di Benteng Willem I Ambarawa.

Meski kekuasaan Inggris sudah berakhir, Belanda mengangkat kembali Mas Ngabehi Danukromo sebagai regent atau bupati Magelang bergelar Raden Aryo Danuningrat I.

Bila pemerintah kabupaten menginginkan hari jadi yang lebih valid, di tanggal 30 November 1813 inilah hari jadi Kabupaten Magelang bisa ditetapkan.

Namun, mungkin ada keraguan dan ketidakmantapan dalam menetapkan hari jadi dari tanggal pengangkatan Raden Aryo Danuningrat I sebagai bupati Magelang pertama.

Danuningrat I ikut dalam perang melawan pasukan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa (Java Orloog, 1825-1830). Danuningrat I tewas dalam pertempuran di Dimaya (sekarang Jumoyo di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang). Perang Jawa kemudian lebih dikenal dengan nama Perang Diponegoro.

Mengambil tanggal hari jadi Kabupaten Magelang dari besluit gubernemen yang dibuat penjajah bisa jadi kurang bermartabat dibanding penetapan Kota Magelang yang didasarkan pada Prasasti Mantyasih.

Apalagi bupati pertamanya membantu Belanda melawan Pangeran Diponegoro. Itu sangat tidak bisa dibanggakan kalau tidak bisa dibilang memalukan.

Pindahnya Pusat Pemerintahan Kabupaten pada 22 Maret 1984

Walau telah punya bupati yang diangkat melalui besluit gubernemen pemerintahan kabupaten dan kota tetap ada di wilayah yang sama. Pusat pemerintahan juga sama-sama di seputar alun-alun Magelang. Alun-alun itu sendiri dibangun oleh Danuningrat I atas dukungan Raffles karena sejalan dengan pola pembangunan di Inggris pada masa itu yang mengutamakan kultur setempat.

Pemerintah orde baru kemudian memisah dua wilayah ini karena amat sangat aneh dua pemerintahan berbeda, tapi berkantor di satu wilayah yang sama. Maka dibangunlah komplek pemerintahan kabupaten di Desa Sawitan Kecamatan Mungkid pada 1983 yang akan jadi tempat berkantornya eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kantor bupati Magelang | Foto: Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabuptaten Magelang
Kantor bupati Magelang | Foto: Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabuptaten Magelang

Maka pada hari Kamis Pon, 22 Maret 1984 pusat pemerintahan Kabupaten Magelang resmi pindah dari Kota Magelang ke kota Mungkid. Peristiwa bersejarah pindahnya ibu kota kabupaten ini diperingati dengan cara mengenakan baju Jawa di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan pada tanggal 22 tiap bulannya.

Unik. Mungkin inilah satu-satunya kabupaten yang merayakan hari jadi ibu kotanya alih-alih memperingati berdirinya kabupaten itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun