Musalla, secara etimologi, berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat sembahyang dari. Kata ini diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi musala yang artinya tempat salat, langgar, atau surau.Â
Walau sama-sama tempat sembahyang atau salat, musala sedikit berbeda dengan masjid dari segi luasnya. Karena ukurannya tidak besar, musala cuma dipakai sebagai tempat salat dan mengaji saja. Sementara itu masjid, karena lebih luas dari musala, digunakan juga untuk salat Jumat, buka puasa bersama, ceramah, pengajian anak-anak, kajian agama, akad nikah, politik praktis, dan kadang-kadang dipakai juga untuk tidur siang.
Makanya hampir semua manajemen mal, tempat wisata, bahkan kantor dan sekolah memilih membuat musala daripada membangun masjid lebih mahal biayanya dan tidak praktis pengelolaan dan pertanggungjawabannya.
Saya termasuk yang sering ke mal terutama untuk beli skincare atau sekadar ngadem merasakan dinginnya penyejuk udara mal-maklum rumah saya tidak ber-AC-sambil gaya-gayaan minum kopi internasional. Itulah sebab saya sering juga mendatangi musala di mal.
Enaknya semua musala di mal menyediakan mukena untuk digunakan muslimah yang lupa bawa dari rumah. Wajar, ya, namanya  juga negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, jadi tidak ada alasan lupa bawa mukena lalu meninggalkan salat wajib.
Hanya saja, keberadaan musala-musala itu belum ideal bagi kami perempuan. Sebab utamanya adalah tempat wudu yang bercampur dengan laki-laki akibat musalanya sempit, hanya menggunakan ruangan sisa yang tidak terpakai.
Bagaimana Musala yang Ideal?
Bukan cuma di mal saja, tempat wisata, kantor, sekolah, bahkan SPBU juga idealnya membuat musala di mana perempuan nyaman dan tidak kuatir aurat mereka terlihat laki-laki.Â
Pun mestinya dari awal pembangunan, penempatan musala sudah dirancang bersamaan dengan fasilitas lain. Jadi tidak dibuat belakangan yang akhirnya membuat musala itu jadi alakadar. Ini negara muslim terbesar di dunia, lho!Â
Begini idealnya musala yang nyaman buat semua orang, terutama perempuan.
1. Tempat wudu laki-laki dan perempuan harus dipisah dengan penyekat atau apa pun yang tidak memungkinkan dua jenis kelamin ini saling lihat.Â
Di musala memang tidak ada laki-laki yang matanya jelalatan, tapi para perempuan tetap kuatir aurat terlihat secara tidak sengaja saat sedang membuka kerudung.