Jakarta masih menjalankan rodanya sebagai pusat bisnis, jasa, dan keuangan.
Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro seperti yang ditulis kompascom telah mengatakan bahwa ibu kota Nusantara hanya difungsikan untuk pusat pemerintahan.
Artinya, kantor pusat bank, perusahaan nasional, multinasional, rintisan, dan aneka jasa dan hiburan masih tetap ada di Jakarta, tidak ikut pindah ke Nusantara.
Pusat bisnis itulah yang menarik banyak orang untuk pindah dari desa ke kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, atau Bandung) karena perputaran uang di kota besar lebih cepat daripada di desa dan kota kecil.
Apalagi, Jakarta punya kawasan penyangga, yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dimana banyak warga kota tersebut yang bekerja di Jakarta.Â
Bila pun ditinggal para penghuninya yang berstatus ASN, Jakarta masih akan ramai diisi oleh non-ASN.
Tambahan lagi, Kabupaten Bekasi, Kota Tangerang, dan Kabupaten Bogor termasuk 10 kota dengan ekonomi tertinggi di Indonesia, berdasarkan data BPS 2020.
Untuk menggeser porsi ekonomi yang terpusat di Jabodetabek (dan pulau Jawa pada umumnya) ke Kalimantan tidak semudah membalik pisang yang sedang digoreng.
Maka itu, pemerintah menetapkan bahwa yang pindah hanyalah pusat pemerintahan, yang lainnya tetap di Jakarta.
So, kalau ada kepala daerah yang menyatakan khawatir akan jadi apa Jakarta setelah ibu kota pindah ke Nusantara, kekhawatiran itu tidak perlu dibikin galau.
Jakarta akan tetap ramai dan orang-orang akan tetap liburan ke Jawa Barat, terutama Bandung.
Syahrini, Awkarin, Ria Ricis, dan semua selebgram dan YouTuber masih akan berada di Jakarta.
Pun Amanda Manopo dan Arya Saloka masih tetap di Jakarta karena production house tempat mereka syuting Ikatan Cinta tidak bakal pindah ke Nusantara.
Apa yang akan ada di Nusantara?
Di ibu kota Nusantara, karena hanya akan dipakai sebagai pusat pemerintahan, maka yang tinggal di sana kebanyakan adalah Aparatur Sipil Negara alias ASN, markas tentara dan kepolisian, pejabat negara, dan para duta besar.
Fasilitas umum, sosial, dan hiburan mungkin disesuaikan dengan masyarakat yang mayoritas ASN. Apakah akan ada mall, taman hiburan, dan tempat dugem? Pasti ada, mungkin tidak seseru dan sebanyak di Jakarta, tapi pasti ada.
Bila Anda pernah datang (atau membaca, menonton film, dan melihat YouTube) Anda pasti tahu kalau kota bisnis di mana pun selalu lebih ramai daripada kota pemerintahan.
Lihat saja Washington DC (District of Columbia) yang merupakan ibu kota Amerika Serikat, lebih sepi penduduknya daripada kota bisnis New York.Â
Data dari World Population Review, pada tahun 2021 dihuni oleh 714.153 jiwa.
Sedangkan di periode yang sama, masih berdasarkan data dari World Population Review, New York dihuni oleh 19.299.981 jiwa.
Pada tahun 1800 pemerintah negeri Paman Sam memindahkan ibu kota dari New York ke Washington DC. Tadinya pusat bisnis dan ibu kota yang juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, berada di New York, seperti Jakarta sekarang ini.
Beda pusat pemerintahan dan ibu kota
Melansir kompascom, ibu kota tidak harus jadi pusat pemerintahan, pun sebaliknya karena keduanya punya fungsi yang berbeda.
Hal itu terjadi di Malaysia. Ibu kota Malaysia tetap berada di Kuala Lumpur, tapi pusat pemerintahannya ada di Putrajaya. Jarak dari Kuala Lumpur ke Putrajaya hanya 37 km, jadi amat mungkin memisahkan ibu kota dengan pusat pemerintahan.
Bisakah terjadi di Indonesia, pemisahan antara ibu kota dengan pusat pemerintahan?Â
KBBI menyebut bahwa arti dari ibu kota adalah tempat kedudukan pemerintah pusat suatu negara atau pusat pemerintahan negara. Itu pusat pemerintahan adanya di ibu kota.
Pada UUD 1945 sampai amandemen ke-4 (disahkan 10 Agustus 2002) tidak diamanatkan bahwa presiden dan wapres harus berada di ibu kota negara.Â
Pun pada Bab III UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014 hanya disebut DPR sebagai lembaga negara, tidak harus berkantor di ibu kota negara.
Pakar hukum tata negara Margarito Kamis juga menyebut presiden berkantor di istana kepresidenan. Tidak spesifik di ibu kota. Itu sebab Jokowi dulu sempat berkantor di Istana Bogor dalam kurun 2015-2020 karena memang dibolehkan oleh konstitusi dan perundangan-undangan.
Namun, Pasal 2 UU No. 39 Tahun 2008 menyebut bahwa, "Kementerian berada di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Selain kementerian yang harus berada di ibu kota negara, menurut Jimly Asshiddiqie, ada 30 UU yang menyebut bahwa lembaga setingkat menteri juga harus berada di ibu kota negara.
Jadi pemisahan ibu kota dengan pusat pemerintahan tidak bisa terjadi di Indonesia karena pusat pemerintahan secara otomatis berada di ibu kota.
Betulkah Jakarta akan tetap ramai meski ibu kota dan pusat pemerintahan telah pindah ke Nusantara?
Penduduk yang menghuni Penajam Paser Utara, tempat di mana ibu kota Nusantara berada nanti, menurut Antara News, sepanjang 2021 ada 185.022 jiwa.
Sedangkan penduduk Jakarta, menurut data BPS DKI Jakarta, sampai September 2020 ada 10.000.057 juta jiwa.
Bila semua ASN, pegawai lembaga negara, polisi dan tentara yang ada di markas mereka dipindah ke Nusantara, jumlah penduduk Nusantara dalam waktu singkat tidak bakal sampai 10 juta jiwa.
Sebabnya tidak semua ASN, pegawai lembaga negara, polisi, dan tentara adalah penduduk Jakarta karena banyak dari mereka tidak tinggal di Jakarta, melainkan di kota satelit seputaran Jakarta. Jadi penduduk Jakarta tidak bakal berkurang drastis.
Tidak usah jauh-jauh, di kota Anda, lebih ramai mana, komplek pemerintahannya atau lokasi perdagangannya? Atau komplek pemerintahannya digabung dengan pusat perdagangannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H