Datang tak dijemput pulang tak diantar
Remaja putih-abu-abu dan anak kuliahan era awal 2000-an memadati bioskop untuk menonton siapa yang datangnya tak dijemput dan pulangnya tak diantar itu.
Namanya jelangkung (jailangkung). Walau disebut boneka, jailangkung tidak benar-benar seperti boneka yang bisa dimainkan apalagi dipeluk-peluk karena wujudnya hanya berupa batok kelapa yang dipasangi kayu, serta dihias ijuk atau jerami.
Boneka jailangkung jadi media untuk memanggil arwah, jin, hantu, dan sejenisnya. Hantu yang masuk ke boneka jailangkung bakalan bisa menjawab pertanyaan yang kita ajukan melalui media papan tulis dan kapur, atau pensil yang ditaruh di tangan jailangkung.
Konon, boneka jailangkung dipercaya berasal dari kebudayaan Tionghoa yang bernama Cay Lan Gong, bermakna Dewa Keranjang. Namun, ada pendapat bahwa Cay Lan Tse (Dewa Pelindung Anak) juga menjadi asal usul ritual Jelangkung.
Ritual ini juga menggunakan boneka yang juga dirakit dari keranjang yang berisi wangi dupa yang dibakar.
Cay Lan Gong biasanya dilakukan para remaja yang sengaja memasukkan Dewa Poyang dan Moyang untuk dimintai petunjuk pada festival rembulan. Hubungan Tionghoa dengan pribumi yang begitu akrab menjadikan ritual ini bertransformasi menjadi jailangkung.
Di film Jelangkung (2001) yang dibintangi Winky Wiryawan, Ronny Dozer, Melanie Ariyanto, dan Harry Pantja ini, arwah yang mereka panggil ke jailangkung tidak melakukan apa-apa sehingga mereka biarkan saja teronggok di kuburan tempat ritual dilakukan.
Bagaimana cara mereka memanggil makhluk gaib ke jailangkung? Melalui mantra "datang tak dijemput pulang tak diantar", tentu.
Sejak itulah mereka sering melihat penampakan hantu anak kecil, wajah-wajah seram di cermin, hingga suster (perawat) di RS yang jalannya ngesot.
Ngeri banget, kan?! Haa, ga ngeri?