Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Napas di Bawah Angin dan Matahari

26 November 2021   15:13 Diperbarui: 26 November 2021   15:30 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay/StockSnap

Si remaja membuka matanya lalu batuk-batuk. Bram memiringkan badannya ke kiri agar air laut bisa keluar.

"Alhamdulilah, Arif!" seruan-seruan yang memanggil penuh syukur berkelebatan.

Bram minta Arif menjawab: ini tahun berapa, sedang dimana, dan siapa namamu, untuk memastikan Arif tidak mengalami cedera kepala.

Bram dan Marni lalu mengangkat Arif masuk ke pos untuk diperiksa tekanan darah dan kadar oksigennya.

Marni menyiapkan oksigen yang diterimanya dari Rizky dan memakaikan selangnya ke hidung Arif.

Sepuluh menit kemudian setelah Arif dapat baju ganti dari temannya dan sudah kuat berjalan, dia dan rombongannya pulang meninggalkan pantai.

"Anak itu sedang henti napas waktu kau datang," ujar Bram pada Marni.

"Apa kau sempat membantu napas mulut ke mulut?" tanya Marni agak kuatir.

"Hampir, untung kau cepat datang," jawab Bram.

Marni lega. Bantuan pernapasan mulut ke mulut sudah sangat dihindari karena berisiko tinggi menularkan penyakit.

"Bram, Bram. Olav. Semua beres?" suara Olav terdengar di radio panggil yang terikat di bahu baju selamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun