Bagaimana PAUD tidak mengajarkan calistung kepada peserta didiknya, kalau materi pelajaran di SD mengharuskan anak sudah mahir membaca dan menulis?
Sebelum diberlakukan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seperti sekarang, Sekolah Dasar, yang dianggap unggulan, menerapkan seleksi calistung (membaca, menulis, dan berhitung) kepada anak-anak yang ingin masuk sekolah mereka.
Mau tidak mau, jenjang TK memberi pelajaran tambahan berupa menulis dan membaca kepada peserta didiknya.
Padahal, Kemendikbud sudah mengingatkan (melalui surat edaran Nomor 1839/C.C2/TU/2009) dan Permendikbud No. 58 Tahun 2009 (sudah kedaluwarsa dan diganti dengan Permendikbud No 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional PAUD) bahwa PAUD tidak diperkenankan memberi materi calistung secara langsung.
PAUD adalah Pendidikan Anak Usia Dini yang merupakan payung yang menaungi playgroup (Kelompok Bermain) dan Taman Kanak-kanak (TK). Jadi, TK adalah jalur pendidikan formal yang merupakan bagian dari PAUD.
Idealnya, di jenjang PAUD calistung hanya dikenalkan untuk mendukung pendidikan karakter dan pengembangan kognitif, bukan diajarkan secara langsung.
Lho, katanya harus memperkenalkan literasi sejak dini? Bagaimana anak bisa baca buku kalau dia tidak diajarkan membaca?
Sesuai panduan untuk PAUD dari Kemendikbud, buku untuk anak TK adalah yang bergambar dan membiarkan anak menceritakan isi buku memakai kalimat dan imajinasinya sendiri. Guru dan orang tua juga bisa membacakan isi buku kepada anak.
Kemampuan membaca dan menulis tertinggi yang dikuasai lulusan TK adalah membaca dan menulis namanya sendiri.
Akan tetapi, lulusan TK yang cuma bisa membaca dan menulis namanya sendiri bakal kesulitan mengikuti pelajaran di SD.
Sekolah-sekolah, terutama yang berakreditasi A dan berstatus standar nasional, ingin on time menuntaskan kurikulum sehingga mereka "tidak punya waktu" untuk mengajari peserta didik membaca dan menulis lagi.