Saya memahami dan merasakan apa yang jadi ketidaknyaman Ari Budiyanti saat membaca artikel terakhirnya yang berjudul "Selamat Tinggal Kompasiana, Terima Kasih untuk Kebersamaan".
Kejenuhan, ketidaknyamanan dan kekecewaan yang dialami Ari Budiyanti sering dialami oleh Kompasianer lain, terutama bagi mereka yang merasa di"diskriminasi" oleh pengelola Kompasiana.
Bentuknya antara lain, bagi centang hijau, tidak dapat label "Pilihan" padahal tulisannya inspiratif ditulis dari sudut pandang yang berbeda. Sedangkan bagi centang biru, tulisan mereka dikarantina dan label "Pilihan"nya dicabut, padahal artikel itu satire dan tidak merugikan dan mencemarkan siapapun.
Soal hanya 13 tulisan yang jadi Artikel Utama (AU) dari 1.729 artikel miliknya yang disinggung Ari Budiyanti, sebenarnya juga merambati Kompasianer lain, terutama jika melihat yang dapat HL (Headline/AU) orangnya itu-itu terus itu-itu melulu, terlepas memang tulisannya bagus.
Pengelola Kompasiana sudah menerbitkan pedoman artikel macam apa yang jadi Pilihan untuk kelak naik jadi Artikel Utama, tapi tetap ada syak wasangka dan pertanyaan apakah pengelola Kompasiana hanya menyukai jenis tulisan tertentu dan mengabaikan tulisan lain untuk dijadikan HL?
Dalam hal ini kegelisahan Ari Budiyanti sungguh dapat dipahami.
Jumlah 13 Artikel Utama masih belum ada apa-apanya dan masih jauh untuk menjadi centang biru walau saya yakin centang biru bukan tujuan utama Ari Budiyanti menulis sampai ribuan artikel.
Kelebihan yang dimiliki para centang hijau adalah mereka sangat enjoy menulis. Minim kekhawatiran tulisan mereka tidak dapat label, tidak dapat banyak pembaca, atau berpikir tentang Artikel Utama.
Inilah kadang yang membuat tulisan para centang hijau terasa begitu lepas, bebas jaim (jaga image), dan nyentrik.
Para centang hijau yang sudah lama menulis dan masih konsisten sampai sekarang seperti Fatmi Sunarya, Lusy Mariana Pasaribu, Ali Musri Syam, dan Fery W adalah contoh bahwa menulis bukan sekedar hobi.
Menulis adalah bagian dari jiwa mereka yang jika tidak dikeluarkan, ada rasa merana dan sesak yang takdapat digantikan oleh apapun.