Bila kita tarik benang ke belakang, label unggulan yang ada pada sekolah tertentu sebenarnya dibangun sendiri oleh pemerintah dengan adanya akreditasi A, B, C dan Sekolah Standar Nasional (SSN).
Bahkan dulu ada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) sebelum dibubarkan pada 2013 lewat putusan Mahkamah Konstitusi.Â
RSBI dan SBI lantas jadi sekolah unggulan disamping Sekolah Standar Nasional yang berakreditasi A. Sekolah-sekolah itulah lalu difavoritkan karena diincar banyak siswa dan orang tua.
Kini pemerintah ingin gampangnya saja. Menerapkan aturan PPDB zonasi untuk menghilangkan kasta sekolah dan label unggulan yang mereka bangun sendiri tanpa lebih dulu membenahi sekolah yang tidak unggul.
Tulisan ini tidak membahas tentang sekolah swasta karena konteks PPDB zonasi adalah meratakan mutu sekolah negeri. Mutu sekolah swasta dapat sekejap menjangkau langit tergantung orang tua apakah mereka mau mengeluarkan uang sampai ke awan atau tidak.
Fasilitas sekolah dan kompetensi guru
Apakah tujuan pemerintah menyebar anak-anak rajin dan berintelijensi tinggi ke semua sekolah akan memajukan kualitas sekolah tersebut?
Nampaklah, bukannya tambah pintar mereka malah jadi tumpul. Tiada fasilitas perpustakaan yang lengkap, apalagi ruangan komputer dan bahasa. Bangunan sekolahnya kusam dan kecil, juga tidak ada ekstrakurikuler yang dapat menunjang minat dan bakat mereka.
Sementara para siswa pintar itu diajar oleh guru yang buku-buku ajarnya selalu telat datang, tidak pernah ikut pendidikan dan pelatihan, tiada workshop untuknya apalagi seminar, bimbingan teknis, dan tidak pernah belajar pengetahuan baru tentang ilmu yang diampu olehnya.
Lho, kan, sudah ada uji kompetensi guru dan pelatihan rutin?
Ya, untuk guru ASN. Ironisnya di sekolah negeri separuh dari guru yang mengajar statusnya honorer. Guru honorer tidak dapat pendidikan, tunjangan, atau pelatihan seperti yang didapat guru ASN (Aparatur Sipil Negara).
Distribusi guru ASN belum rata dan masih numpuk di kota besar. Fakta lain berdasarkan data Kemdikbud, Indonesia masih kekurangan lebih dari juta guru setiap tahun dalam kurun 2020-2024 karena pembukaan sekolah, kelas dan kelas baru tidak diimbangi dengan rekrutmen CPNS.