Lima sampai sepuluh tahun lalu, dunia kedokteran mencatat bahwa kanker nasofaring identik diidap oleh laki-laki dari etnis Tionghoa. Kini penyakit itu telah menjangkiti laki-laki dan perempuan dari semua etnis.
Nasofaring berfungsi sebagai jalur pernapasan dari hidung ke tenggorokan, yang kemudian diteruskan menuju paru-paru. Letaknya di belakang hidung dan di balik langit-langit rongga mulut.
Menurut dokter, saya lupa namanya, di RS Universitas Indonesia (RSUI), sangat mungkin telah ada sel yang tumbuh abnormal pada tubuh adik ipar saya sejak 10 tahun lalu. Pilek, telinga berdenging, dan sakit kepala bisa jadi gejala awal, yang karena dirasa seperti sakit ringan, maka penderita tidak menyadarinya. Apalagi tidak ada benjolan di leher adik ipar saya yang adalah gejala awal umum kanker nasofaring.
Maka itu, karena merasa tiada gejala apapun selama 10 tahun, adik kandung suami saya itu tidak merasakan bahwa telah ada potensi kanker dalam tubuhnya.
Gejala berupa migren, sakit hidung dan telinga, baru dirasakannya pada November 2020 setelah melakukan tes usap.
Adik ipar saya sebelumnya sudah berkali-kali melakukan tes usap karena sering dinas ke luar kota dan hasilnya selalu negatif. Sehari sejak dilakukan tes usap yang terakhir, hidungnya sakit, berdarah, dan terserang migren.
Dia sudah memeriksakan diri ke dokter yang lalu dirujuk ke spesialis gigi karena diduga berkaitan dengan saraf gigi. Tak kunjung membaik dia lalu dirujuk ke dokter THT.
Karena kepalanya masih sering migren, hidung sakit, penglihatan mulai kabur, telinganya tambah sakit, dokter lalu melakukan nasofaringoskopi, yaitu memasukkan selang kecil berkamera ke dalam nasofaring melalui hidung.
Adik ipar saya akhirnya dapat diagnosa resmi, yaitu kanker nasofaring pada 8 Januari 2021, bertepatan dengan hari meninggal kakak tertuanya di RS Polri Kramat Jati karena Covid-19 yang tertular dari suaminya.
Dua minggu kemudian, seselesainya mengurus rujukan untuk pindah berobat dan mengurus cuti sakit di kantornya di Kemnakertrans, dia pulang ke Magelang untuk berobat di RS Sardjito Yogyakarta.
Saat pulang ke Magelang, sel kankernya nampak sudah menganggu saraf mata, menyebabkan dia kehilangan penglihatan. Bola matanya juga membesar dan bergerak-gerak tidak terkontrol seperti mata juling.
Pada pemeriksaan lanjutan di RS Sardjito, sebelum dilakukan radiasi dan kemoterapi, ternyata tingkat keparahan kankernya sudah di stadium 4A.
Kenapa adik ipar perempuan saya itu bisa kena kanker? Padahal tidak merokok, pola makannya ndeso dengan hanya sedikit junk food, dan gaya hidupnya hanya di seputaran keluarga dan kantor, tidak suka ngopi-ngopi cantik dan hang out kemana-mana.
Sampai sekarang, di dunia medis, belum diketahui apa penyebab pasti dari kanker nasofaring, namun diduga ada kaitannya dengan virus Epstein-Barr (EBV)Â yang umumnya terdapat pada air liur.Â
Virus ini bisa ditularkan melalui kontak langsung dari orang atau benda yang sudah terkontaminasi. Meski demikian, hubungan virus ini dengan kanker nasofaring masih terus diteliti.
Khusus adik ipar saya mungkin ada faktor genetik. Bulik (adik ibunya), dan dua paklik (adik bapaknya) meninggal karena kanker. Ibu dan bapak suami saya memang masih sepupu karena kedua ibu mereka beradik kakak.
Tiga bulan sejak diagnosa kanker nasofaring diterimanya, adik ipar saya akhirnya meninggal pada 18 April 2021 diperjalanan saat suami dan saya membawanya ke IGD untuk membantunya bernapas.
Sebulan sebelum meninggal adik ipar saya makan-minum melalui selang karena mulut dan tenggorokannya sakit. Jika dipaksakan melalui mulut selalu keluar lagi karena tenggorokannya tidak bisa menerima.
Maka dokter menyarankan agar diselang. Saya dan suami bergantian memberikan makanan lewat selang itu. Tidak ada pantangan makanan, hanya saja makanan dan minuman harus berbentuk cair dan tinggi kalori.
Kami juga berkonsultasi ke dokter gizi supaya tiap tetes makanan yang kami berikan efektif mendongkrak kesehatannya.
Kami memang memilih pengobatan full medis. Tidak bercampur dengan alternatif seperti mengonsumsi kayu bajakah atau daun-daunan lainnya. Selain karena adik ipar sendiri yang ingin full medis, kami juga tidak yakin dengan efektivitas pengobatan alternatif.
Selama menjalani pengobatan, dokter di RS Sardjito tidak menyarankan rawat inap karena sedang pandemi. Jadi adik ipar saya rawat jalan. Dalam seminggu dia harus menjalani lima kali radiasi dan satu kali kemoterapi dengan target pengobatan selama 10 minggu.
Kanker yang tanpa gejala seperti nasofaring dapat dideteksi lebih dini melalui tes screening. Tes screening dapat mendeteksi 13 macam jenis kanker, termasuk nasofaring.
Di negara-negara maju, tes screening sudah jadi bagian dari cek kesehatan rutin. Namun, kesadaran orang Indonesia memeriksakan diri belum setinggi itu. Kebanyakan malah enggan check-up karena kuatir ketahuan penyakitnya.
Jika Anda punya uang berlebih dan ada keluarga dekat (orang tua, adik, kakak, paman, bibi) yang pernah mengidap kanker, mungkin ada gunanya melakukan tes screening 2-3 tahun sekali meski tidak ada gejala apapun. Andai ada sel yang abnormal bisa terdeteksi lebih awal bahkan sebelum sel itu berubah jadi kanker.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H