Situs punden berundak terbesar di Asia Tenggara peninggalan zaman megalitikum (2500-1500 SM) ada di Indonesia, ialah Gunung Padang.
Jauh lebih muda usianya dari Gunung Padang, ada bukit-bukit yang menyimpan misteri di tanah luas bernama Sutton Hoo di Suffolk, Inggris, seluas 213 hektar milik Edith Pretty.Â
Edith membeli tanah itu bersama mendiang suaminya, Kolonel Frank Pretty, karena yakin bukit-bukit di tanah itu bukan sekedar gundukan semata.
Pada 1939 Edith lalu mempekerjakan arkeolog bernama Basil Brown dari Museum Ipswich, untuk menggali bukit-bukit itu.
Edith benar. Basil menemukan kayu dari dalam tanah yang dia perkirakan berasal dari peninggalan Anglo-Saxon.Â
Charles Phillips dari British Museum kemudian datang guna melihat penggalian di Sutton Hoo. Dia membantah temuan itu berasal dari Anglo-Saxon karena Anglo-Saxon ada di abad pertengahan yang pada masa itu disebut juga sebagai Dark Ages (zaman kegelapan).
Tidak banyak peninggalan sejarah dari Dark Ages karena saat itu hidup amatlah sulit. Wanita tunduk dibawah pria, harapan hidup anak-anak rendah karena banyak yang mati muda. Sistem feodal yang tumbuh kuat membuat hidup makin susah.
Dark Ages di Eropa terjadi pada 410-1066 Masehi setelah jatuhnya kekaisaran Romawi. Namun, para sejarawan Eropa kini tidak lagi menyebut abad itu sebagai Dark Ages melainkan Middle Ages (abad pertengahan) atau Early Medieval Period.
Lantas siapa yang benar? Basil Brown yang menyebut di bawah tanah Sutton Hoo ada peninggalan Anglo-Saxon, atau Charles Phillips yang meyakini peninggalan itu dari era Viking?
Angle dan Saxon adalah nama dua suku dari ras Germanic. Orang-orang Germanic dahulu hidup di wilayah yang sekarang bernama Austria, Belgia, Denmark, Inggris Raya, Jerman, Belanda, Norwegia, dan Swedia.
Suku Angle dan Saxon datang ke wilayah yang sekarang bernama Inggris dan Wales pada abad ke-5, dan menguasainya selama 600 tahun. Penyebutan Angle dan Saxon lama-lama menjadi Anglo-Saxon, sampai sekarang.
Kemudian, Basil Brown sendiri bisa dibilang arkeolog otodidak karena dia tidak pernah belajar di sekolah formal. Dia putus sekolah waktu usianya 12 tahun karena tiada biaya. Namun dia banyak membaca buku, bahkan menerbitkan dua buku tentang astronomi supaya pengetahuan dapat diakses semua orang dari bermacam kalangan, katanya.
Karena sadar tidak punya gelar akademik, Basil menyebut dirinya sebagai excavator (penggali) alih-alih arkeolog.
Penggalian di Sutton Hoo merupakan sejarah penting arkeologi Inggris sekaligus salah satu yang terbesar.
Kenapa? Penggalian itu menjadi awal mula terkuaknya kebudayaan Anglo-Saxon di Anglia Timur (bagian timur Inggris meliputi Norfolk, Suffolk, Cambridgeshire, dan Peterborough) dimana dokumentasi sejarah mengenai masa itu sangatlah kurang.
Kisah sejarah itu juga jadi inti cerita dari film The Dig produksi Netflix.
Bumbu romansa dalam film The Dig nampak murung dan muram. Maklum mungkin karena suasana perang. Grafis film hampir hitam-putih karena tidak banyak warna, termasuk pakaian yang dikenakan para wanitanya.Â
Pada tahun 1939, penggalian situs Sutton Hoo hampir terabaikan karena Inggris sedang fokus pada perang melawan Jerman. Keponakan Edith, Rory Lomax, bahkan diminta jadi pilot AU (Angkatan Udara ya, bukan Artikel Utama) padahal dia bukan tentara.
Untung saja karena Sutton Hoo adalah tanah milik Edith dan penggalian itu dibiayai olehnya pribadi, maka berhasillah mereka menguak bahwa yang terpendam di bawah tanah ternyata kapal kuno.
Berarti Edith Pretty kaya, ya? Iya. Menurut marieclaire.com dia dan saudarinya mewarisi duit (yang sekarang bernilai) 22 juta dolar AS dari ayahnya sebelum membeli tanah Sutton Hoo.
Kapal yang ada di tanah milik Edith tersebut panjangnya 27 meter dan diduga jadi kuburan Raja Raedwald yang wafat sekitar tahun 625 Masehi. Di dalamnya ada koin-koin emas, perhiasan, peralatan makan, dan lain-lain.
Situs Sutton Hoo tempat kapal itu terkubur kini berada di bawah pengelolaan National Trust. Sedangkan artefak yang ada di dalam kapal disimpan di British Museum.
Nama Edith Pretty dan Basil Brown sampai sekarang diabadikan pada setiap pameran tetap di British Museum.
Film The Dig tidak cocok untuk Anda yang mencari hiburan karena alurnya lambat. Pada awal film malah terasa sangat bosan kalau saja Basil tidak tertimbun tanah saat sedang menggali.
Akan tetapi jika Anda suka film sejarah, film ini sangat layak dinikmati. Bisa jadi setelah menontonnya Anda akan langsung membuka Google untuk mencari tahu tentang Edith Pretty, Basil Brown, dan Anglo-Saxon, seperti yang saya lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H