Lalu di urutan terakhir negara ASEAN yang sudah mengadopsi teknologi seluler 5G adalah Vietnam meski masih terbatas hanya untuk kepentingan militer saja.
Dengan demikian meski kita katakan Indonesia belum butuh 5G, pada akhirnya negara ini akan membutuhkannya juga. Sebagai negara ke-3 yang meluncurkan satelit komunikasi di dunia, lelang frekuensi 2,3 GHz tahun ini terlambat.
Keterlambatan Indonesia dibanding negara-negara ASEAN, pendapat saya, barangkali karena hal ini:
1. Birokrasi yang panjang dan lama. Untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan perubahan zaman perlu payung hukum.Â
Payung ini kadang bolong-bolong dan perlu ditambal. Untuk menambalnya butuh waktu lama karena melibatkan politisi dan kepentingan sekelompok orang yang mencari fulus dibidang itu.
2. Frekuensi terbatas karena masih dipakai untuk siaran televisi analog. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya (disini), siaran analog boros frekuensi. Satu frekuensi yang pada siaran digital bisa diisi hingga 12 televisi, pada analog hanya bisa satu televisi saja.
3. Operator selular masih berhitung karena membangun infrastruktur untuk 5G berarti keluar duit lagi. Di sebagian pulau Jawa saja orang masih banyak yang menggunakan jaringan 3G karena 4G tidak ada sinyal.
Ponsel 3G bahkan masih dipakai 46% penduduk dunia. Hasil riset yang dilakukan Strategy Analytics yang rilis pada Juni 2020 lalu menemukan bahwa 46% dari total 7,7 miliar penduduk dunia pada masih menggunakan jaringan 2G dan 3G, terutama di negara-negara Afrika.
Kalau Afrika tentu bisa dimaklumi, perekonomian disana pun tak secepat Asia. Apalagi dari Korea Selatan.Â
Negeri ginseng tempat tinggal Bangtan Boys dan Blackpink itu tercatat sebagai negara pertama di dunia yang memakai teknologi 5G. Menyusul dibelakangnya Tiongkok dan Amerika Serikat.
Walaupun 5G tersedia di Tiongkok namun negara itu masih memberlakukan sensor ketat terhadap akses internet.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!