Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Pancasila, Iklan, dan Bisnis di Balik Uji Materi UU Penyiaran oleh RCTI dan iNews

28 Agustus 2020   16:52 Diperbarui: 29 Agustus 2020   12:11 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RCTI punya tiga kanal di YouTube (Official RCTI, RCTI Entertainment, dan RCTI Layar Drama Indonesia) dan iNews punya satu kanal.

Jika mengacu kepada etika dan asas kepatutan, RCTI dan iNews mestinya menghapus seluruh akun dan kanal YouTube mereka selagi mengajukan judicial review atau uji materi ke MK. 

Bagaimana mungkin mereka menyebut nama YouTube untuk tunduk pada UU Penyiaran sementara mereka sendiri meraup untung dari YouTube?

Jika demikian wajar jika ada dugaan bahwa RCTI merasa terancam dengan keberadaan media digital terutama YouTube dan Netflix. 

Siaran televisi konvensional memang sudah diambang senjakala karena adanya internet.

Jumlah penonton televisi free to air (siaran gratis) selama PSBB dan work from home memang naik, namun tidak sejalan dengan pendapatan iklan yang diterima stasiun TV.

Menurut Mirae Asset Sekuritas Indonesia, pada triwulan I 2020, dua emiten media besar yaitu PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dan PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) membukukan pertumbuhan pendapatan iklan TV yang tidak signifikan.

Maka demi menghemat beban operasional, beberapa stasiun TV menayangkan kembali sinetron jadulnya. Orang-orang muda lebih banyak yang memilih nonton YouTube daripada nonton sinetron jadul, atau melanjutkan nonton drama Korea.

Ketua ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) Syafril Nasution pada wawancara dengan media alinea.id pernah menyebut turunnya iklan di TV sebesar 40% pada Maret-Mei 2020 salah satunya disebabkan karena pemasang iklan menempatkan iklannya di media asing.

Media asing yang dimaksud Syafril adalah semua media yang tidak mematuhi aturan perundang-undangan di Indonesia layak disebut media asing.

Survei lawas Nielsen tahun 2019 menunjukkan bahwa media digital telah diperhitungkan oleh pemilik brand sebagai salah satu pilihan utama untuk membelanjakan anggaran iklan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun