Akses perempuan untuk bekerja dan belajar tidak lagi seperti di era Kartini yang serba dibatasi. Mau jadi dirut bisa, mau jadi guru besar bisa, mau jadi kepala desa bisa, bahkan jadi ketua DPR pun bisa.Â
Tapi makin maju zaman justru banyak perempuan pelajar yang ingin menikah muda.Â
Para mahasiswi dalam grup WhatsApp anak-anak sepupu saya berkali-kali membahas rencana mencari calon suami idaman demi mewujudkan impian menikah muda. Lulus kuliah di usia 22-23 tahun lalu menikah.Â
Usia 22 tahun memang sudah ketuaan karena di era Kartini saja perempuan usia 12 tahun sudah beranak-pinak dan di usia 30 mereka sudah punya cucu.
Dekatnya jarak umur dengan anak adalah salah satu alasan banyaknya mahasiswi ingin cepat menikah. Selain itu ada faktor lain, seperti:
1. Terpengaruh drama Korea
Drama Korea, seperti drama-drama lain di dunia adalah dramatisasi dari kisah di kehidupan nyata. Kisah-kisah percintaan drama Korea dengan para lelakinya yang angkuh namun jantan, cuek tapi melindungi, selalu berakhir indah dan memberikan kepuasan yang melenakan kaum hawa.Â
Karena sering menonton yang demikian maka yang terbayang adalah menikah itu indah dan bahagia selamanya. Memang indah dan bahagia sekaligus berbanding lurus dengan tanggungjawab juga masalahnya.
2.Ingin Dimanja
Ini mungkin berkaitan dengan drama Korea atau sinetron. Saya sering membaca twit para mahasiswi yang mengatakan bahwa mereka ingin disayang-sayang terus oleh pacarnya.Â
Tapi karena disayang oleh yang bukan mahramnya itu dosa besar, maka mereka ingin menikah muda saja supaya bisa disayang-sayang terus.
3.Ingin Keluar dari Aturan Orang tua
Punya orang tua yang menerapkan aturan ketat memang bikin merana. Ingin ngopi-ngopi cantik selepas kuliah tidak boleh, ingin naksir-naksiran dengan lawan jenis dilarang, ingin pergi ke tempat wisata pun tidak boleh dengan teman harus ditemani keluarga.
Orang tua yang terlalu curiga atau menganggap remeh kemampuan anaknya juga bisa memicu para perempuan ingin keluar dari rumah secepatnya dengan cara menikah.