Kemarin saya baru mengetahui kalau sepupu saya ternyata sudah menikah lagi (setelah cerai dari istri pertamanya) dengan single mom dari Bandung yang bekerja di Jakarta. Sepupu saya sendiri dari Jakarta sekarang bekerja di Bandung. Lha kok tukeran kota ya.Â
Karena itu keduanya sementara menjalani long distance marriage (LDM). Sepupu saya pulang ke Jakarta setiap pada Jumat malam untuk kembali lagi ke Bandung pada Minggu sore.
Orang lain yang saya kenal menjalani LDM adalah bekas manajer saya pada masa lalu. Suaminya di Jogya dan dia di Jakarta. Pada waktu itu dia bilang belum saatnya melepas pekerjaannya untuk ikut suami karena karirnya sudah dia lakoni jauh belasan tahun sebelum bertemu suaminya.
Ada juga teman SMP saya yang bekerja di Medan. Anak dan istrinya di Serang (Banten) dan belum bisa ikut ke Medan karena pertimbangan sekolah anak-anaknya. Tapi tahun ini mereka sudah berkumpul di Medan, anak tertuanya sudah lulus SD dan melanjutkan SMP di Medan, setelah LDM selama 2 tahun.
Pada long distance marriage memang harus ada komitmen kuat dari pasangan untuk saling menjaga kesetiaan dan keharmonisan, sebab sejatinya keputusan untuk LDM telah disetujui bersama. Kalau ternyata berat maka harus dibicarakan lagi atau ada pihak yang sebaiknya mengalah supaya suami-istri dapat hidup serumah.
Sementara itu bagi yang masih pacaran menjalani long distance relationship (LDR) mungkin berat karena rindu yang menggebu tidak puas dicurahkan hanya lewat video call apalagi foto separuh wajah seperti yang pernah ditulis Kompasianer David Abdullah.Â
Ta'aruf saja perlu pertemuan walau tidak boleh berduaan karena harus didampingi mahram, apalagi yang tidak ta'aruf. Hemm~.
Teman kuliah saya LDR dengan kekasihnya yang harus ke Australia untuk mengambil magister. Selama LDR entah berapa kali teman saya itu "jalan" dengan cowok lain karena tiap kami bertemu dia bercerita tentang cowok yang berbeda. Akhir kisah, dia dan kekasihnya lalu menikah dan sekarang mereka menetap di negeri Paman Sam.
Meski para pasangan merasa happy-happy saja ketika menjalani LDR dan LDM tapi ada "kebutuhan" yang tidak bisa dipenuhi dari hubungan jarak jauh. Kebutuhan untuk disayang melalui tatapan mata, sentuhan fisik, dan kata-kata manis, bahkan curhat.
Kebutuhan "untuk disayang" ini kadang (kadang, artinya tidak selalu, tidak semua) menjurus ke perselingkuhan. Baik lelaki dan perempuan bisa dimanfaatkan oleh lawan jenisnya atau dia yang malah memanfaatkan kondisi LDR dan LDMnya untuk serong kanan serong kiri.
Dalam agama saya, berkata manis dan lembut dengan maksud menarik hati lawan jenis selain istri/suami sudah termasuk selingkuh. Pun bagi yang sudah menikah chatting berlama-lama dengan yang bukan mahramnya tidak untuk keperluan pekerjaan atau hal penting juga termasuk zina. Hemm~.