Para pengendara ojek online punya solidaritas tinggi atas dasar senasib sepenanggungan.Â
Mengapa senasib? Sama-sama jadi ojek online karena tidak bisa dapat pekerjaan selain ojek. Bahkan seorang sarjana fisika nuklir lulusan Jerman pun mengatakan dia terpaksa jadi ojek online karena ternyata saat pulang ke Indonesia tidak ada lowongan pekerjaan untuknya.
Solidaritas yang militan ini tentu tidak digunakan hanya untuk menggeruduk dan mengancam. Mereka gunakan juga untuk kegiatan sosial seperti mengantar jenazah rocker Indonesia Laila Sari pada 2017 lalu. Bahkan ojol di Magelang juga membagikan ta'jil saat Ramadan lalu karena beranggapan bukan mereka saja yang terdampak pandemi.
Akan tetapi, banyak ojek online sekarang menggunakan solidaritas mereka sebagai candaan kepada orang non-ojol, "Jangan macem-macem sama gw deh, tar gw bawa temen-temen gw nih."
Solidaritas ini memang bagus dan perlu. Akan tetapi bila digunakan untuk keperluan yang "tidak mendesak", solidaritas itu bisa menjurus pada intimidasi.
Apa gunanya intimidasi kalau masalah sebenarnya bisa dibicarakan dan dirembuk bersama? Kita kan inginnya hidup tenang dan nyaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H