Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keluarga Pak Ustadz Mudik Warga Panik

10 April 2020   17:47 Diperbarui: 10 April 2020   18:01 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengertian ustadz yang sesungguhnya bisa dilihat disini.

Seminggu yang lalu dusun kami kedatangan pemudik. Bukan pemudik biasa tapi anak-anak dan para cucu Pak Ustadz yang datang dari Tangerang Selatan. Kontan saja warga ketar-ketir kedatangan pemudik dari zona merah.

Hmm, sebenarnya tidak semua warga sih, lebih banyak warga yang cuek daripada yang khawatir. Segelintir warga yang khawatir ini hanya bisa ngedumel.

Bagaimana tidak ngedumel. Keluarga Pak Ustadz nongkrong-nongkrong di lapangan tenis meja (saya tahu karena sering melihat dari jendela dapur) sambil bercengkrama dengan warga lain, tanpa masker tanpa jaga jarak tanpa teguran dari kepala dusun. Anak-anak merekapun main-main tiap sore di lapangan itu (dengan anak-anak dusun juga). Menurut cerita suami, anak dan menantu Pak Ustadz juga salat Jumat di masjid. Dan khatibnya, kebetulan jadwal Pak Ustadz.

Lho, bukannya sudah ada larangan salat berjamaah di masjid? Menurut MUI, warga di wilayah zona wabah dilarang salat Jumat, tapi wilayah yang aman harus tetap melaksanakan salat Jumat di masjid. Di kecamatan saya belum ada ODP, PDP, OTG, dan ODR, jadi semua masjid masih melaksanakan salat Jumat.

Para pemudik dari zona merah ini lolos razia polisi lalu lintas karena mereka datang sudah seminggu lalu. Saat itu belum ada aturan yang membatasi jumlah penumpang mobil. Mereka juga bukan ASN, TNI/Polri, dan pegawai BUMN yang dilarang mudik. Jadi keluarga Pak Ustadz ini memang berhak mudik meski ada himbauan jangan mudik. 

Mereka kemungkinan besar termasuk dari 15% warga yang masih nekat mudik sesuai prediksi Polri.

Ketua RT termasuk warga yang khawatir namun tidak bisa apa-apa karena kepala dusunnya akrab dengan keluarga Pak Ustadz. Padahal menurut saya, justru karena kepala dusunnya akrab mestinya beliau bisa membujuk keluarga Pak Ustadz untuk karantina di rumah. Pak Ustadz yang satu rumah dengan pemudik dari zona merah juga diberi pengertian agar sementara tidak usah khotbah dulu di masjid. 

Jika peduli pada warga, kepala dusun mestinya melapor ke kelurahan atau kecamatan supaya keluarga Pak Ustadz jadi Orang Dalam Pemantauan (ODP). Menjadi ODP bukan hal tercela, malah terpuji karena melindungi dirinya sendiri dan orang lain dari penularan wabah. Masa Pak Ustadz gak tau, sih. Tapi ini hanya pemikiran saya, kenyataannya jauh panggang dari api.

Suami saya pun berencana tidak salat Jumat jika minggu depan para pemudik itu masih ada disini. Tapi minggu depan sudah lebih dari 14 hari. Masa inkubasi virus Corona adalah 14 hari. 

Banyak warga bilang, “Keluarga Pak Ustadz kan bawa mobil sendiri, tidak naik bus atau kereta, jadi aman, tidak ketularan virus dari orang tak dikenal.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun