Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sobat Misqueen Harap Waspada DBD, Lupakan Corona

5 Maret 2020   15:58 Diperbarui: 11 Maret 2020   11:39 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Seperti yang sudah terjadi sejak 50 tahun lalu, yang dikhawatirkan saat musim hujan bukan hanya banjir, adalah juga merajalelanya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 

Nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue berkembang biak di musim hujan karena genangan air adalah habitat mereka. 

Tahun 2019 tercatat ada 13.683 kasus DBD di Indonesia dalam selama Januari dengan 133 orang meninggal dunia. Hampir setiap tahunnya wabah DBD digolongkan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Pada periode yang sama, tahun 2020 ini ada 11.224 penderita dengan korban meninggal 12 orang. 

Kenapa saya katakan sobat misqueen harus waspada terhadap penyakit DBD daripada menghebohkan corona? Tentu tidak untuk menghina orang miskin, tapi ini adalah majas ironi yang mengingatkan kita (yang berkantong tipis) agar tidak ikut memborong aneka keperluan seolah kota akan dikarantina akibat corona. 

Yang harus diwaspadai adalah jangan sampai para warga berkantong pas-pasan ini kena DBD. Karena akan menyusahkan mereka sendiri nantinya. 

Nyamuk berkembang biak di selokan yang kotor. Selokan kotor dengan air hitam dan bau biasanya ada di lingkungan perumahan padat penduduk yang kumuh. 

Penghuni pemukiman kumuh ini tak lain mereka yang tak punya cukup uang untuk menyewa apartemen. Mereka cuma mampu bayar rumah petakan yang uang sewanya tak lebih dari Rp500rb sebulan. 

Mereka juga tak punya banyak perabot seperti lemari baju. Selain karena rumahnya sempit, duitnya juga ora nduwe alias tidak ada. Jadi baju bersih seringkali bertumpukan dimana-mana dan baju kotor bergantungan entah dicuci entah dipakai. Baju-baju yang bertumpukan dan bergantungan ini bisa jadi sarang nyamuk. 

Untuk mencegah gigitan nyamuk paling maksimal mereka mengoleskan krim anti-nyamuk. Tapi mau beli pun harus berpikir seratus kali karena lebih baik duitnya untuk beli makanan atau bayar kontrakan. Tidak mungkin mereka menanam sereh wangi, lavender, atau geranium yang ampuh mengusir nyamuk, mau ditaruh dimana wong buat selonjoran saja sulit. Ditaruh di teras, terasnya tidak punya. Depan rumah bukan lagi teras, tapi tembok rumah tetangga. 

Tidak seperti Covid-19 (nama resmi untuk penyakit akibat virus corona) yang biaya pengobatannya ditanggung negara, penyakit DBD tidak. Biasanya biaya pengobatannya tergantung Pemda dimana ada kasus DBD, apakah dibiayai lewat Jamkesda atau tidak, atau hanya mengandalkan BPJS Kesehatan. 

Nahasnya, tidak sedikit juga pasien DBD tidak punya BPJS Kesehatan juga tidak dibiayai Pemda, jadi terpaksa berhutang kesana-kemari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun