Pada sidang etik yang diajukan oleh manajemen RS Karyadi, Prof. Zainal merasa heran karena yang dibahas pada sidang tersebut adalah mengenai tulisan kritikannya kepada Kementerian Kesehatan. Menurutnya, sidang etik kedokteran seharusnya terkait kegiatannya sebagai dokter dalam melayani pasien, bukan dalam hal menulis. Namun, manajemen RS Karyadi meminta agar Prof. Zainal menyamarkan nama instansi yang dikritik pada tulisan berikutnya.
Pada akhirnya, Prof. Zainal terpaksa diberhentikan dari RS Kariadi sebagai dokter mitra. Meskipun demikian, ia tidak menyerah dan terus memperjuangkan haknya sebagai seorang dokter. Pemecatan ini memicu berbagai tanggapan dari masyarakat, termasuk Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Mokhammad Najih, yang menyebut bahwa pemecatan ini menunjukkan ketidakberdayaan sistem dalam mengakomodasi kritik dan saran dari masyarakat.
Dari sudut pandang hukum, pemecatan Prof. Zainal Muttaqin oleh RS Kariadi menjadi perdebatan yang menarik perhatian. Sebagai dokter mitra, Prof. Zainal memiliki hak dan kewajiban tertentu yang diatur oleh undang-undang. Salah satunya adalah hak untuk menyampaikan pandangan dan kritik terhadap sistem kesehatan tanpa harus takut kehilangan pekerjaan. Di Indonesia, kebebasan berpendapat diatur oleh beberapa undang-undang, antara lain:
UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya, dan untuk menyatakan pendapat dan memberikan informasi dengan lisan, tulisan, gambar atau cara lainnya."
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat di depan umum melalui media elektronik."
Dalam hal ini, keputusan RS Kariadi untuk memecat Prof. Zainal terkesan tidak adil dan melanggar hak kebebasan berpendapat yang dijamin oleh undang-undang. Selain itu, ketidaksamaan pandangan antara RS Kariadi dan Prof. Zainal tidak dapat dijadikan alasan untuk memberikan sanksi pemecatan tanpa alasan yang jelas.
Meskipun ada peraturan di RS Kariadi yang mengharuskan dokter mitra untuk tidak memberikan kritik publik terhadap lembaga yang bekerja sama dengan rumah sakit, namun hal ini seharusnya tidak dapat membatasi hak kebebasan berpendapat dan berbicara di luar lingkup rumah sakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H