Saat itu, cahaya bulan Ramadan telah menghiasi langit malam. Suasana yang biasanya sunyi menjadi ramai oleh gemerlap lampu-lampu yang menandakan bahwa kita memasuki bulan yang penuh berkah ini. Bagi sebagian orang, Ramadan mungkin hanya sebatas menjalankan ibadah puasa, tapi bagi saya dan keluarga, Ramadan selalu punya cerita yang manis dan penuh kebersamaan.
Saat kecil, Ramadan selalu menjadi saat yang dinantikan oleh seluruh anggota keluarga. Suasana rumah pun berubah, terasa lebih meriah dan akrab. Meskipun pada awalnya sulit untuk menahan lapar dan haus, berbuka puasa bersama keluarga selalu memberikan kebahagiaan dan kelezatan tersendiri.
Dari sajian takjil di meja makan, hingga aroma harum sahur di pagi hari, saya selalu merindukan momen-momen manis Ramadan di masa kecil. Terlebih lagi, main petasan bersama teman-teman dan keliling membangunkan sahur dengan bedug adalah momen yang tak terlupakan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan tumbuh dewasa, kesibukan membuat momen-momen tersebut semakin jauh dari pikiran. Mungkin melalui tulisan ini, saya ingin bercerita dan mengajak kompasianer juga untuk kembali mengenang dan merasakan memori-manis Ramadan masa kecil, dan mengajarkan makna yang terkandung di dalamnya.
Tentunya, kenangan Ramadan masa kecil saya tak hanya berhenti pada momen berbuka puasa bersama keluarga. Saat itu, suasana Ramadan di rumah selalu terasa spesial. Waktu berbuka puasa selalu dirayakan dengan menyantap aneka hidangan lezat, dari kolak pisang, bubur sumsum, hingga es buah segar yang membuat lidah bergoyang. Suasana yang tenang dan nyaman juga menjadi ciri khas Ramadan di rumah apalagi sewaktu kecil saya tinggal dipedesaan yang jauh dari hiruk pikuk kota, seolah semua kesibukan dunia terasa sedikit mereda dan dijadikan waktu untuk beristirahat, berkumpul dan saling berbagi cerita.
Namun, persiapan sahur tidaklah kalah penting. Saat masih kecil, saya selalu merasa senang saat turut serta membantu ibu dan kakak dalam mempersiapkan makanan sahur. Baunya tercium dari jauh, dan rasanya selalu nikmat ketika dihidangkan. Namun, ada juga saat-saat ketika saya tidur terlalu lelap hingga terlambat sahur, atau bahkan tidak bangun sama sekali, sehingga harus melewatkan sahur.
Selain itu, sebagai anak yang selalu punya banyak teman, momen bermain petasan bersama teman-teman selalu menjadi hal yang dinantikan. Sebelum berbuka puasa, saya dan teman-teman suka berkumpul dan bermain petasan di halaman rumah. Suara dentuman petasan yang meriah terdengar di sekitar, dan kami semua merasa senang bisa bermain bersama di waktu Ramadan.
Dan terkadang saya juga bersama teman-teman keliling kampong untuk membangunkan sahur warga menyenangkan sekali rasanya saat itu. Semua kenangan itu terasa indah dan manis, dan membuat saya selalu merindukannya setiap kali Ramadan tiba. Waktu terus berjalan, tapi kenangan masa kecil selalu hadir di dalam ingatan dan hati saya.
Selain momen-momen yang manis, tradisi Ramadan juga selalu terasa kental di masa kecil saya. Ada banyak tradisi yang biasa kami lakukan sebagai keluarga, dan juga sebagai masyarakat di lingkungan sekitar.
Selain itu, acara buka bersama di lingkungan sekitar juga menjadi tradisi yang selalu diadakan. Ketika saya kecil, kami selalu diundang ke rumah tetangga atau kerabat untuk berbuka puasa bersama. Hal itu selalu terasa istimewa, karena kami bisa saling berbagi cerita dan kebahagiaan dengan orang-orang yang kami sayangi.