Sejak tahun 1971, karya penting yang berjudul "Water Buffalo Theology" ditelurkan oleh tokoh kenamaan Jepang yang menjadi misionaris/pendakwah di Thailand dan Singapura, Kosuke Koyama.
Judul itu kalau diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Teologi Kubangan Kerbau, atau saya bahasakan dalam bahasa Manado, Teologi Kerbau pe Pece. Koyama menekankan bahwa Iman Kristen itu harus mulai dari bawah (theology from below), sekalipun dari tempat yang paling kotor seperti kubangan kerbau itu.
Memang tulisan Koyama itu dibaca oleh sebagian besar mahasiswa teologi yang belajar tentang sesuatu yang disebut "Kontekstualisasi" dalam ruang kuliah yang bersih.
Mungkin itu juga alasannya, dari anjuran Koyama agar teologi itu kotor, tapi karena dipelajari dari tempat yang bersih, maka teologi Koyama akhirnya berakhir di tempat bersih. Dan Agama Kristen tetap jadi agama bersih yang steril dari hal-hal kotor.
Padahal Koyama menganjurkan agar Agama Kristen itu harus kotor, sama seperti para petani padi yang bersedia kotor untuk mengais hidup. Â
Ia berangkat dari pengalamannya sebagai penginjil di daerah Thailand yang dominan petani. Dari situ muncullah inspirasi bahwa Iman Kristen harus berani untuk memulai dari bawah.
Sikap iman yang tidak mau kotor itu menyebabkan juga, dunia buruh (seperti dunia petani) yang kotor tidak terjamah oleh Agama Kristen. Tetap tinggal dalam gedung gereja yang bersih dan megah adalah wajib.
Dalam beberapa hal, penganut Agama Kristen sangat terobsesi dengan kebersihan dan kemurnian. Sebisa mungkin menjauhi hal-hal yang kotor.
Untuk keluar dan berjumpa dengan dunia yang kotor itu sesuatu yang tidak perlu. Maka orang beragama Kristen dianjurkan untuk menjadi pembersih dunia tapi tinggal dalam benteng pertahanannya sendiri.
Padahal di satu sisi, semua orang Kristen adalah orang-orang yang menyadari diri sebagai orang kotor alias orang berdosa. Semua orang Kristen adalah sekumpulan pendosa yang mendapatkan anugerah cinta dari Tuhan. Setelah jadi orang yang dicintai dalam keburukannya, bukannya menjadi orang yang bersedia menjumpai dunia yang dianggap kotor itu, malah dijauhi.
Kekristenan sekarang dominan pasif menghadapi persoalan buruh. Sebab dalam beberapa aliran Gereja, kemiskinan adalah akibat dari dosa. Dengan demikian, kekayaan adalah bukti orang yang hidup suci. Sementara beberapa aliran lain menganggap bahwa penderitaan adalah jalan untuk beriman. Tapi parahnya itu terjebak pada sikap nrimo, pasif terhadap realitas sosial.