Mohon tunggu...
Yan Okhtavianus Kalampung
Yan Okhtavianus Kalampung Mohon Tunggu... Penulis - Narablog, Akademisi, Peneliti.

Di sini saya menuangkan berbagai pikiran mengenai proses menulis akademik, diskusi berbagai buku serta cerita mengenai film dan lokasi menarik bagi saya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perdebatan Teologis di Tengah Krisis Covid-19, Tidak Perlu tapi Krusial

26 April 2020   00:19 Diperbarui: 26 April 2020   00:44 3597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah covid-19 ini memang hadir dan menghentak berbagai pihak. Karena semua elemen dalam masyarakat dunia tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Dalam situasi ketidaksiapan ini, orang-orang dari berbagai latar belakang memberi respon yang beragam.

Yang tidak ketinggalan tentu adalah agama sebagai satu elemen kehidupan manusia yang penting juga memberi tanggapan. Sudah kita duga tentu karena pluralitas dalam keimanan manusia, maka tanggapan yang muncul terhadap pandemik ini juga beragam. Bahkan tak jarang terjadi perdebatan yang sengit. Contohnya yang terjadi di Indonesia belakangan ini antara beberapa pendeta yang berbasis di Jakarta.

Dimulai dari Pdt. Niko Njotoraharjo yang menyampaikan khotbah di youtube  yang berjudul "Pdt. Niko Njotoraharjo -- PESAN KHUSUS GEMBALA". Khotbah ini disiarkan oleh channel youtube GBI Daan Mogot, berisi ajakan dari Pdt. Niko untuk sama-sama semua hamba Tuhan menghardik covid-19 dan krisis ekonomi yang sementara melanda sekarang.

Ia percaya bahwa Tuhan sudah memberi kuasa kepadanya dan kepada orang percaya untuk menghardik hal-hal itu, sama seperti Tuhan Yesus menghardik Badai supaya berhenti. Maka ia yakin bahwa ia dan orang percaya bisa menyuruh covid-19 dan krisis ekonomi yang diakibatkan olehnya bisa diam dan berhenti. Tak lupa Pdt. Niko, yang adalah Gembala Gereja Bethel Indonesia, menyarankan agar hardikan itu berhasil, perlu ada bahasa roh.

Pdt. Stephen Tong merespon pernyataan itu dengan kritik keras bahwa itu adalah tanda-tanda nabi palsu. Dengan mengatakan bahwa Tuhan yang empunya dunia, berkarya atasnya, tidak memberi kuasa yang sama untuk manusia.

Maka jika ada orang yang mengaku memiliki kuasa tersebut, maka ia sementara berdusta dan gila. Dalam kesempatan lain, Pdt. Tong yang adalah Gembala Gereja Reformed Injili Indonesia, mengatakan bahwa bagaimana kalau orang-orang yang mempraktekkan mukjizat kesembuhan itu untuk melakukannya di tempat-tempat orang sakit.

Pernyataan dari Pdt. Tong ini direspon juga oleh Pdt. Gilbert Lumoindong dengan mengatakan bahwa Pdt. Tong adalah orang yang pongah, memiliki hati busuk dan dikuasai roh kegelapan. Walaupun ia memulainya dengan kritik yang juga sama kerasnya, ia mengatakan supaya kita bisa bersama-sama berdoa menghadapi persoalan covid-19 ini.

Di dalam perdebatan itu, memang benar seperti dikatakan oleh Yuval Noval Harari, bahwa persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan solidaritas dan kerja sama. Maka perdebatan yang mengutamakan keunggulan satu kelompok tertentu tidak diperlukan. Yang wajib ada sekarang adalah bagaimana semua elemen masyarakat bisa bekerja sama untuk melawan wabah ini.

Tapi tak bisa dipungkiri perdebatan dari beberapa orang itu punya dampak politis yang signifikan. Sebab mereka yang disebutkan namanya sebelumnya punya pengikut yang banyak. Teologi apa yang dianut oleh mereka berpengaruh pada sikap jemaat dalam merespon persoalan covid-19 ini.

Dalam perdebatan itu, memang teologi-teologi yang menekankan mukjizat dan bahasa roh tidak sekalipun menyentuh ranah tindakan nyata untuk menanggulangi persoalan ini. Keterlibatan dalam hal medis tidak dianjurkan. Yang ada hanyalah kepercayaan pada kuasa doa dan mukjizat.

Nah, dampak dari teologi seperti itu adalah keterlibatan dari anggota jemaat terhadap persoalan ini menjadi kurang. Mereka lebih menekankan hal-hal yang bersifat rohani. Sehingga walaupun Gereja-gereja itu memiliki umat dengan kekayaan yang besar, tapi tidak ada yang menggerakkan untuk memberi bantuan kepada yang membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun