Mohon tunggu...
Nurul Yamsy
Nurul Yamsy Mohon Tunggu... Penulis - .

Jika ucap tak lagi mampu berkata, biarlah kata yang mengungkap

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Balada Ibu Pertiwi

5 April 2019   06:59 Diperbarui: 5 April 2019   07:10 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu, kemarin malam anak-anakmu ini terbangun sebab rintihan do'amu. Kami berdiri di balik pintu gagah ruang kamarmu, dan maaf kami sengaja mendengar perbincanganmu dengan Tuhanmu. 

Ibu, sepertinya kau sedang berdilema, sedang rindu, sedang resah, sedang khawatir, dan sedang berjuang seorang diri untuk hidup masa depan kami. Ahh.. Ibu, kami jadi ingin menangis.

Ibu, kuberitahukan padamu.. Kemarin siang datang dua orang lelaki mengetuk sopan pintu gagah rumah kami. Mereka santun dan berwibawa. Mereka pandai dan cerdas. Kami pun mempersilakan mereka masuk ke istana kami. Kami suguhkan hidangan teristimewa untuk mereka. Kami pun memiliki tanda tanya besar. Ada apa gerangan mereka datang ke sini. 

Ibu, ternyata mereka mengetahui keadaan Ibu, dan keadaan tempat kita berpijak. Singkat cerita, ternyata mereka ingin menjadi pendamping Ibu. Yaa, tentu kami senang sekali mendengarnya, karena sebentar lagi Ibu pasti tak akan bersedih lagi. 

Tapi Ibu, anak-anakmu banyak. Niat baik mereka membuat kamu juga dilema Ibu. Sebagian kami memilih lelaki santun nan cerdas, dan sebagian kami memilih lelaki yang berwibawa serta pandai. Ahh Ibu,  bagaimana ini.. 

Ibu, asal kau tau saja, kadang kami bertengkar, saling menuduh, saling menyindir. Sungguh kami tak ingin ini terjadi. Kami adalah sama. Sama-sama berasal dari rahimmu, rahim ibu pertiwi kita semua. Kami dari darah yang sama, darah perjuangan ibu pertiwi kita semua. 

Ibu, keinginan kami semua sama. Kami tak ingin Ibu pertiwi bersedih, kami tak ingin air matamu jatuh menyentuh bumi. 

Kami ingin engkau selalu bahagia menikmati masa tuamu sambil memandangi anak cucumu berprestasi, sambil memandangi alam sekitar kita nan hijau menyejukkan hati. 

Ibu, di tengah perbedaan kami. Tiba-tiba kami teringat akan pesanmu ketika kami masih kanak-kanak. Kau dulu bilang "Nak, jika suatu saat kalian berbeda pemikiran, ingatlah perbedaan itu adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Jangan sampai perbedaan itu membuat kalian saling bermusuhan. Kalian harus tetap bersatu di dalam dekapan Ibu nak".

Ibu, siapapun nanti yang kan mendampingimu. Kami akan berjuang bersama menjaga Ibu. Kami akan pertaruhkan jiwa raga kami untuk melindungi Ibu. Kami ingin nanti yang mendampingimu tak hanya mampu mengusap kesedihanmu saja, tetapi mampu membuat kau tak bersedih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun