Sejak dahulu permainan tradisional sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Seiring perkembangan zaman yang terus memacu peradaban budaya yang semakin terus berubah. Disamping perkembangan dari seni budaya juga disusul berkembangnya teknologi yang semakin maju. Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial tentu sangat berpengaruh pada anak-anak. Anak-anak yang umumnya menghabiskan masa kecilnya dengan bermain tentu terdampak pada proses dan cara bermain mereka yang juga ikut berkembang.
Permainan tradisional bukan hanya sekedar permainan saja, walaupun bertujuan sebagai media permainan. Terdapat unsur budaya yang melekat serta simbolisasi pengetahuan turun-temurun dan memiliki banyak fungsi atau pesan dibaliknya harus harus terus dilestarikan. Namun patut disayangkan permainan tradisional pun mulai kehilangan eksistensinya. Berbeda dengan dahulu, kini tak banyak dijumpai anak-anak yang bermain permainan tradisional, anak-anak sekarang lebih memilih bermain gadget atau permainan konsol.
Akhir-akhir ini warganet dikejutkan dengan mainan tradisional yang disebut Lato-lato. Warganet dibuat penasaran setelah permainan tradisional tersebut muncul diberbagai media sosial seperti Tiktok, Instagram, Facebook, Youtube serta media sosial lainnya. Mungkin beberapa dari kalian telah melihat suatu unggahan media sosial tentang permainan ini.
Lato-lato atau Clackers Ball adalah sebuah permainan tradisional yang terbuat dari sepasang bola kecil yang terbuat polimer, selain itu ada juga yang terbuat dari akrilik, kayu, atau bahkan logam. Setiap bolanya tersambung dengan seutas tali. Sebenarnya lato-lato pernah populer pada tahun 1960-an di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri lato-lato sempat populer pada tahun 1990-an. Sebenarnya Lato-lato atau Clackers Ball memiliki namanya masing-masing di setiap daerahnya. Contohnya di provinsi Sulawesi Selatan mereka menyebutnya dengan Latto-latto, merujuk dari bahasa bugis yang memiliki arti benturan, adapun di Pulau Jawa mereka menyebutnya dengan etek-etek, sedangkan di daerah lainnya ada yang menyebutnya dengan toki-toki, nok-nok, bahkan katto-katto.
Cara memainkan lato-lato yaitu dengan membenturkan kedua bola kecil tersebut sebanyak mungkin. Siapa yang berhasil paling lama memainkannya, dianggap sebagai pemenangnya. Ketika kedua bola saling terbentur, sehingga menimbulkan suara "klak". Suara yang unik itulah yang digemari para pemain, sehingga membuat mereka gemar memainkan permainan tersebut. Memang kelihatannya mudah, apalagi melihat banyak anak-anak memainkannya, akan tetapi kenyataannya tidak semudah itu, nyatanya banyak orang yang mengaku kesulitan memainkan mainan ini.
Kembali populernya lato-lato diawali dengan unggahan di media sosial yang memperlihatkan seorang anak yang sedang memainkan lato-lato dengan sangat lihai. Dari situ lah warganet dibuat penasaran dan ramai diperbincangkan dimana-mana. Semakin banyak unggahan di media sosial mengenai lato-lato akhirnya membuat orang-orang mencoba memainkan mainan tersebut. Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun tak mau ketinggalan untuk memainkan lato-lato. Bahkan warganet dihebohkan dengan unggahan Ridwan Kamil di akun Instagram pribadinya yang memperlihatkan Presiden Jokowi dan Wali Kota Jawa Barat Ridwan Kamil turut menjajal memainkan lato-lato.
Terlihat salah satu komentar pada unggahan tersebut mengenai lato-lato "Mainan ini bagus..bisa mengurangi anak2 ketergantungan bermain HP.." ungkap @andra9966. Hal tersebut menandakan bahwa sebagai orang tua, mereka cukup senang akan kepopuleran mainan tradisional ini, dikarenakan banyak anak-anak sekarang yang kecanduan bermain smartphone. Lato-lato diharapkan dapat mengurangi angka kecanduan bermain smartphone pada anak-anak. Namun ada juga salah satu komentar yang tampaknya kurang senang dengan kepopuleran lato-lato "Ya Allah... Dirumah, kuping saya rasanya tiap hari denger cetak cetok cetak cetok melulu." ungkap akun @werdikesni.
Kepopuleran lato-lato ternyata sejak dahulu memang selalu mengandung pro-kontra dari masyarakat itu sendiri. Salah satu kasusnya yaitu dahulu lato-lato sempat dilarang oleh Food and Drugs Administration (FDA) karena dianggap mengandung bahan kimia dan radioaktif yang mudah terbakar. Hingga akhirnya pada tahun 1971 FDA menetapkan standar keamanan bagi para produsen mainan yang cukup ketat, sehingga membuat permainan lato-lato ditarik dari pasaran. Namun seiring berkembangnya teknologi sains dan pengetahuan, lato-lato dibuat dengan bahan yang aman ketika dimainkan. Akan tetapi tetap terdapat resiko lato-lato terpecah dan menghasilkan serpihan yang membahayakan, walaupun kecil kemungkinan terjadinya hal tersebut. Maka dari itu permainan ini harus tetap dalam pengawasan orang dewasa.
Saking ramainya di media sosial, kini banyak diadakan kompetisi lato-lato di berbagai daerah, pesertanya pun bukan hanya kalangan anak-anak saja, melainkan orang dewasa juga turut serta mengikuti perlombaan tersebut. Sebenarnya dahulu juga terdapat kejuaraan lato-lato yang terletak di desa Calcinatello, Italia. Peserta yang berasal dari berbagai negara pun datang dan ikut serta mengadu kemampuan bermain lato-lato atau clackers.
Harga yang dibanderol untuk membeli lato-lato cukup bervariatif, rata-rata berkisar dari Rp 10-20 ribu. Harga yang terbilang cukup terjangkau bagi masyarakat. Â Lato-lato banyak tersedia di toko mainan, e-commerce, atau bahkan di toko kelontong. Bagaimana? Apakah anda tertarik untuk menjajal mainan tradisional ini?Â