Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pertamina dan Diksi Perlawanan Primus Yustisio

15 April 2015   21:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429109398851550124

[caption id="attachment_361013" align="aligncenter" width="400" caption="Primus dan Diksi Perlawanan (foto : jurnal parlemen)"][/caption]

Kata-kata Primus dari "Pertamina di pasung, hingga Pertamina di pancung," adalah sebuah pilihan diksi perlawanan yang patut di-appreciate. Diksi yang dipilih Primus, adalah sebuah kekuatan berbahasa yang datang dan meruntuhkan kepongahan dewan direksi Pertamina yang menikmati fasilitas mewah negara, dan disaat yang sama rakyat dicekik dengan harga BBM (Premium yang pelan-pelan mahal), diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok.

Pertamina sebagai operator, berkolaborasi dengan Kementerian ESDM, bersama-sama membajak subsidi rakyat, dan melepaskan harga minyak ke pasar dan serta-merta menaikan harga BBM premium, dengan alasan harga keekonomian di pasar sudah mahal.

Diksi perlawanan Primus terhadap PT Pertamina, adalah puncak kemarahan terhadap PT Pertamina yang diam-diam mengusulkan pada pemerintah (Kementerian ESDM) menaikan harga BBM, karena mengaku rugi akibat terbebani subsidi dan harga keekonomian minyak di pasar yang sudah terkerek naik. Diksi perlawanan yang dipilih Primus, adalah sebuah perlawanan terhadap kebutaan rezim menaikan harga BBM, disaat daya beli masyarakat terpuruk. Yang miskin tetap miskin, yang nayris miskin terperosok jadi miskin akibat inflasi.

Menurunnya daya beli masyarakat ini disebabkan inflasi sebagai dampak turunan kenaikan harga BBM jenis Premium. Harga BBMmenjadi penyumbang dominan terhadapinflasiMaret 2015. Andil komoditas tersebut sebesar 0,15 persen. Setiap terjadi inflasi, jumlah orang miskin bertambah. BPS dan para kritikus memperkirakan, pada tahun 2015, jumlah orang miskin bertambah akibat pencabutan subsidi untuk masyarakat miskin.

Di tengah-tengah situasi itu, PT Pertamina berkolaborasi dengan Kementerian ESDM, bersekongkol menaikan harga BBM. Tentu kita muak, marah dan nyinyir seperti yang dilakukan Primus, karena pasca kenaikan BBM itu, Pertamina dan kementerian ESDM saling menuding. Ibarat pepatah, lempar batu sembunyi tangan. Pertamina tanpa beban menyebutkan, mereka cuma operator, yang menaikan harga BBM adalah kementerian ESDM sebagai regulator.

Tak mau dipojokkan Pertamina, kementerian ESDM mengungkap, awalnya Pertaminalah yang mengusulkan harga BBM naik sebesar Rp.8.200/liter untuk jenis premium (RON 88); dengan alasan, harga keekonomian di pasar sudah terkerek (mahal). Sandiwara dua lembaga negara ini, terjadi di atas penderitaan rakyat. Hanya ada satu pilihan...lawan ! Maju terusPrimus !

Siapa yang memilih diam atau memilih santun menyaksikan aksi begal operator dan regulator bersama-sama mengamputasi hak subsidi rakyat. UUD 1945 Pasal 33 ditelanjangi, sumber energi rakyat dilempar ke mulut pasar neolib yang serakah, begal dan tamak.Lagi-lagi rakyatlah yang buntung, dihisap habis-habisan. Diksi perlawanan Primus, adalah sebuah tema kecil perlawanan, yang lahir dari kemurnian nalar kritis, meski mayoritas penjilat, nyinyir mensubordinatkan Primus. Tapi perlawanan tetaplah perlawanan.

Memilih satu di antara sekian anggota DPR yang berani, tanpa beban mengobrak-abrik kekuasaan yang eksploitatif, adalah menarik benang kusut dari balik tepung politik yang tak lagi bercita rasa kerakyatan. Tentu Primus tahu dan sadar akan risiko itu. Tapi berani memilih diksi perlawanan berbeda dari mainstream, adalah sesuatu yang mahal !

Bagi sekelompok minoritas orang seperti Primus, tak ada cerita keuntungan negara di atas penderitaan rakyat, tak ada alasan negara  harus untung dan rakyat buntung. Negara bertugas menyejahterakan rakyat tanpa syarat.

Diksi perlawanan Primus, adalah sebuah pilihan bersama rakyat atau mencari jalan aman. Meski sebahagian orang nyinyir, tapi itulah perlawanan. Setiap orang punya cara melawan, Primus memilih kekuatan verbalisme sebagai senjata perlawanan, meski dengan diksi-diksi yang panas dan membakar. Merdeka !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun