Di ketinggian Jorong Gantiang, Batipuah Sumatera Barat, sawah dan danau Singkarak seperti dibentang apik. Berjejal pohon durian dengan buahnya berandok sepanjang jalan. Saat ini (bulan Januari), adalah musim durian.
Dari pagi hingga sore, bergantian para Toke datang memborong durian di Gantiang. Tapi kalau datang ke Gantiang di bulan Desember, sepanjang bulan ini, masyarakat menggelar Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, selepas salawatan, bangket khas Minang sudah berjejal mengisi hamparan tikar.
Dari sekian bangket, yang saya sukai adalah nasi Kuning khas Gantiang. Santan, Serai, daun salam, garam dan beras sawah, nasi kuning Gantiang diolah. Aroma serai dan daun salam begitu kuat menggahar selera.
Belum lagi lauknya; sambal kacang dan ikan teri nan pedas. Kalau tak ada ikan teri, diganti ikan cue yang dicebir. Apalagi ditambah sedikit buah petai. Ada rasa gurih, padas dan manis yang saling beradu sengit. Baru dicecap, rasanya sudah menggahar lapar.
Satu lagi lauk yang sepadan dengan nasi kuning khas Gantiang; yaitu daging ayam kampung goreng. Bumbu ayam gorengnya sederhana. Ayam dimasak setengah matang dengan bumbu bawang merah, bawang putih, langkuas yang sudah diblender.
Ayam yang direbus setengah matang digoreng hingga matang. Aroma langkuas yang tajam, langsung memantik selera. Itulah yang membuat nasi kuning Gantiang dan lauknya terasa akrab dan saling mendukung rasa.
Jangan bilang pernah ke Gantiang, bila tak pernah mencoba nasi kuningnya. Alamnya, kulinernya; terutama nasi kuning khas Gantiang, membuat ada berulang kali nambah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H