Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi, PDIP dan Pudarnya Pesona Trah Soekarno?

6 Juni 2014   23:40 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:57 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1402047566836554404

[caption id="attachment_309971" align="aligncenter" width="576" caption="Jokowi, PDIP dan Pudarnya Pesona Trah Soekarno? (foto : ms doc)"][/caption]

Pasca Kemenangan SBY-JK 2004, JK merebut tampuk pimpinan Golkar. Tentu ini penting, dengan pertimbangan, Golkar dengan 128 kursi di Senayan (pada pemilu 2004), bisa dikendalikan JK untuk kepentingan pemerintahan SBY-JK Periode 2004-2009.

Peristiwa yang sama bisa terulang, bila JK kembali menjadi Wapres Jokowi (kalau Joko-JK menang di Pilpres 2014), JK kemungkinan kembali merebut kursi Ketua Umum Golkar. Kepentingannya tetap seragam, agar bisa menertibkan dan menyatukan irama politik di Senayan. Peristiwa serupa pun bisa terjadi di tubuh PDIP.

Kalau Jokowi tak sungkan-sungkan melawan Prabowo di Pilpres 2014—meskipun Prabowolah yang mengusungnya jadi Gubernur DKI. Dari tabiat tak sungkan-sungkan ini, bisa jadi tanpa sungkan-sungkan pula Jokowi merebut tampuk pimpinan PDIP; demi memadukan satu suara dan irama pemerintahan Jokowi-JK bila menang di Pilpres 2014.

Merebut ketua Umum PDIP adalah langkah kedua Jokowi dan loyalis pengusungnya melelehkan trah Soekarno yang mengental di tubuh PDIP, setelah Megawati menjadi ketua umum.

Langkah merebut kursi Ketua Umum PDIP ini penting, agar Jokowi bebas dari politik patron-klien yang kelak masungnya. Menimbang hegemonitas Megawati dan trah-nya yang begitu kuat di tubuh PDIP.

Kuatnya PDIP dan Jokowi di bawah bayang-bayang trah Soekarno itu mulai terendus, ketika Puan mencak-mencak dan mengusir Jokowi dari kediaman Mega akibat perolehan suara Pileg yang melorot; tak sesuai ekspektasi elit PDIP 25% (Baca : The Jakarta Pos Edisi 12 April 2014 ; Jokowi Shrugs Off Infighting)

Kegagalan sebagai “petugas partai” ini, menyebabkan niat mengusung trah Soekarno (Puan Maharani) gagal sebagai cawapres Jokowi. Skenarionya; bila perolehan suara PDIP melampaui 20%, PDIP confidence mengusung paket Jokowi-Puan tanpa capek-capek berkoalisi dengan partai lain. Dengan asumsi modal Jokowi sebagai magnet elektoral atau “Jokowi effect

Lagi-lagi judulnya “Jokowi di usir Puan”. Judul ini begitu kuat mengkonstruksikan image, bahwa betapa Jokowi adalah “petugas partai”.  Ia berada di bawah bayang-bayang trah Soekarno dan dianggap “petugas partai yang gagal di pileg 9 April 2014”.  Selintingan “petugas partai ini sempat menjadikan Jokowi bulan-bulanan media. Politisi Partai Demokrat bahkan tanpa beban menyebut “Jokowi sebagai the riil RI-4.” Jokowi ada di bawah bayang-bayang Mega (RI-1), Puan (RI-2) dan JK (RI-3).

Namun kegagalan sebagai petugas partai itu, tak kemudian menyembul  jadi soal pencapresan Jokowi. Arus deras dukungan internal elit faksi Sabam Sirait and the gang yang kuat terhadap Jokowi tak dapat ditampik Mega.

Belum lagi wabah pencitraan yang meluas, sebagai legitimasi Sabam dan gengnya, yang kemudian memojokkan Mega pada posisi “mau tak mau” Jokowi harus capres PDIP. Meskipun arus lama loyalis Mega dan Faksi Soekarnois, masih menginginkan Mega dan trahnya maju sebagai Capres RI  2014.

Kelompok yang kuat mendorong pencapresan Jokowi adalah mereka-mereka yang berasal dari aktivis Forkot dan PRD. Gerakan ini sudah menggalang kekuatan berstrategi “desa mengepung kota” dengan mendekati DPD dan DPC PDIP untuk menyuarakan perubahan dengan mendesak Megawati menerima pencapresan Jokowi dan menolak pencawapresan Puan Maharani. Rumors yang berkembang keberhasilan gerakan ini terbukti dengan beberapa ketua DPC PDIP menjadi ketua perwakilan kelompok tersebut (Dijoyo Utomo Widodo : Babak Pendongkelan Trah Soekarno; Majalah Pantau Edisi 25 Mei 2014*)

Mau tak mau, kelak Posisi Jokowi berada di tengah arus dan gelombang geneologi politik trah Soekarno dalam roda perjalanan pemerintah (bila terpilih sebagai presiden RI). Untuk melepaskan diri dari tirani  trah itu, mau tak mau Jokowi dan loyalisnya mesti merakit skenario kedua“mengepung dan mengambil alih nahkoda PDIP.  Seperti ketika mengepung dan mendesak Jokowi sebagai capres PDIP.

Hanya dengan cara ini, Jokowi mampu melepaskan diri dari “image Petugas Partai”. Lalu bukan tidak mungkin, trah Soekarno pelan-pelan terkelupas dari PDIP. Masa depan PDIP pasca lunturnya trah Soekarno, akan sama persis seperti partai lain yang kemudian roboh seiring waktu, akibat hilangnya tokoh  kharismatik. Percaya tak percaya, Megawati; trah Seokarnonya, adalah kekuatan magnet  yang selama ini memperpanjang usia PDIP. Wassalam. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun