Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi “Membangkik Batang Tarandam”

21 Mei 2015   17:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432203293609074151

[caption id="attachment_366992" align="aligncenter" width="534" caption="Jokowi dan Gubernur Bank Dunia Bank Jim Yong Kim (foto : tribun)"][/caption]

Ini pepatah Minang, sebuah metafora bagi pemerintahan Jokowi-JK, yang sulit bangkit, ibarat membangkit batang terendam, lapuk, keropos, dan susah tegak meski dipaksa. Di tangan Jokowi beberapa janji politik terkaram.Pertumbuhan ekonomi yang gagal capai target, defisit neraca perdagangan yang melebar serta nilai tukar yang terus terdelusi.

Di awal pemerintahannya, Jokowi sesumbar mematok pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7%, dengan fokus pada peningkatan pendapatan pajak serta akselerasi pembangunan infrastruktur. Terutama revolusi jalur distribusi logistik dengan ide Tol Laut yang dianggarkan triliunan rupiah.

Tentu dengan mematok pertumbuhan 7% serta akselerasi pembangunan infrastruktur itu, membuat pelaku pasar dan investor meresponnya dengan baik. Bahkan, oleh beberapa media di awal pemerintahan Jokowi, sesumbar mengulas nilai tukar dan harga saham yang bergerak stabil sebagai tanda pasar mengapresiasi berbagai janji muluk pemerintahan Jokowi.

Namun apa lacur, gelembung ekspektasi pasar itu tak bertahan lama, dan kempes di tengah jalan, di saat Jokowi getol-getolnya mendorong investasi. Hari ini defisit neraca perdagangan kita melebar, nilai rupiah yang terus terdelusi serta target pertumbuhan ekonomi yang gagal capai dari target 5,7% pada APBN-P 2015, pada kuartal I 2015. Capaian pertumbuhan hanya 4,71%. Angka ini turun 0,5 persen dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 5,21 persen (BPS).

Indikator lain adalah; lesunya perekonomian pada kuartal I 2015 pun terlihat dari rendahnya aktivitas distribusi logistik di beberapa pelabuhan utama Indonesia. Menurut catatan www.bisnis.com, 45% armada truk maupun trailerberbagai jenis di pelabuhan utama Indonesia saat ini tidak beroperasi karena tak ada muatan yang bisa diangkut. Aktivitas logistik yang menurun baik di darat dan laut, menandakan menurunnya aktivitas ekonomi saat ini. Industri dan UKM menjerit akibat harga gas sebagai sumber energi dalam kegiatan produksi kian meningkat.

Dus di saat yang sama, pada peringatan KAA 2015 di Bandung, ajakan berinvestasi itu, diringi dengan penolakan atau seruan melepaskan diri dari arsitek keuangan dunia dengan negara-negara ekonomi kakap, semisal AS, Suviet, Cina dan Jepang; demikian pun anggapan sesat dengan bertumpu pada bantuan lemabaga donor semisal IMF dan World Bank.

Ajakan investasi ini, kemudian menjadi pepesan kosong, seiring perlawanan abal-abal yang dilakukan Jokowi terhadap beberapa negara maju. Beberapa waktu setelah kritikan Jokowi itu, President World Bank Jim Yong Kim datang menawarkan utang baru kepada Presiden Jokowi sebesar US$ 11 miliar.

Pada APBN-P 2015 utang baru dari Wolrd Bank sudah mencapai US$ 428,88 juta atau Rp.5,36 triliun. Dengan janji-janji Jokowi yang muluk pada rakyat serta target belanja yang tinggi pada APBNP 2015 (Rp 1.984,1), tentu tawaran utang baru dari World Bank ini menggiurkan. Sekarang kita tinggal menunggu Jokowi, apakah tetap berpegang pada kritikannya, atau kembali menghamba pada World Bank dengan mengharapkan utang baru.

Dengan sejumlah kegagalan yang didulang di awal waktu pemerintahan, kritikan pada World Bank dan pembubaran Petral adalah cara Jokowi mencari kompensasi atas deretan kegagalannya. Atau menembok kembali bangunan pencitraan yang keropos dari waktu ke waktu. Bentuk kepanikan dan kegalauan Jokowi begitu nyata, ketika mengundang beberapa Badan Ekseutif Mahasiswa ke istana presiden. Undangan dan jamuan makan malam itu, adalah cara Jokowi meredam kegeraman mahasiswa yang mulai gerah dengan kegagalan pemerintahan Jokowi selama enam bulan menjalankan roda pemerintahan.

Di tengah isu kegagalan pemerintahan Jokowi yang menyeruak, mahasiswa yang “alai dan mengekor”, isu reshuffle kabinet gencar diberitakan. Beberapa menteri terancam pulang kampung. Kinerjanya buruk. Tapi lagi-lagi apakah Jokowi berdaya di balik kuasa politik yang memagarinya? Ibarat pepatah Minang “Membankik Batang Tarandam”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun