[caption id="attachment_307722" align="aligncenter" width="663" caption="foto : Ayi Syahruhamzah"][/caption]
Senin, 19 Mei 2014, pasangan capres/cawapres; Prabowo-Hatta Rajasa (HR) dideklarasikan di eks kediaman bekas proklamator Bung Karno, rumah Polonia Jl. Cipinang Cempedak, Otista Jakarta Timur. Tempat deklarasi itu ingin menjiwai semangat sang proklamator RI; Soekarno.
Menimbang Prabowo-Hatta, tentu bukan persoalan sebentar, lalu selesai dengan subjektifitas yang kental. Dari sosok Prabowo, hingga ia menjatuhkan pilihan cawapres pada HR, adalah suatu pilihan sosial politik yang dalam, dan bisa diterima semua kalangan.
Tak hanya melihat HR secara personal an sich, tapi secara komunal, HR dipandang sebagai sentrifugal personifikasi sosial politik yang plural dalam ranah perpolitik mutakhir. Maka tak heran, HR mendapat tempat yang kuat di tengah-tengah perbincangan politik saat ini, hingga Prabowo melabuhkan pilihan padanya, dan mereka mendeklrasikan diri pada Senin (19/05/14).
Empat kali ada di pemerintahan, membuat cara pandang kepemerintahannya matang. Tentu empat kali jadi mentri itu, bukan karena faktor politik atau kedekatan saja, tapi karena prestasinya. Ia politisi produk reformasi yang mumpuni.
Background sosial HR tak beda jauh dengan kultur PAN yang dibesutnya. Lihatlah PAN, meski secara historis memiliki basis sosiologis Muhammadiyah ketika pertama berdiri, tapi mengakomodir semua kelompok sosial ke dalam partai berlogo matahari itu. HR negarawan yang religius. Ia punya zone of acceptances lintas segmen sosial. Hal ini tercermin dari pluralitas yang ada di partai yang dipimpinnya.
Ia (HR) sosok bertangan dingin. Ditangannya sebagai Menko Ekonomi KIB II, pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan baik. Meski di awal 2013, efek getar negara-negara emerging market lain yang goyah ekonominya tak berpengaruh ke Indonesia.
Roda ekonomi kita bergerak positif. Investasi tumbuh pada titik keseimbangan sesuai ekspektasi. Meski defisit neraca perdegangan sempat membuat ekonomi kita mengalami depresi. Tapi diakhir tahun 2013 kita kembali mengalami surplus.
MP3EI yang digagasnya, memberikan jiwa dan bantalan bagi tumbunya investi dan infrastruktur dasar di sektor-sektor penting ekonomi nasional. Bila infrastruktur dasar kita mengalami akselerasi, maka ekspektasi pertumbuhan pun berada pada traeknya. Disinilah HR dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia(MP3EI) menjadi alat katrol bagi arah gerak ekonomi Indonesia.
Hingga saat ini, dari Rp4.000 triliun proyek yang ditargetkan MP3EI, sudah terealisasi sebanyak Rp800 triliun. Baik proyek pengembangan infrastruktur maupun pengembangan sektor riil. Harapannya, dengan adanya penguatan di sektor riil, basis bertumbuhan ekonomi nasional menguat seiring guliran dana investasi MP3EI terus mengalir hingga 2020.
Adapun, pembangunan tersebut terdiri dari Rp131,67 triliun didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Rp153,23 triliun didanai perusahaan BUMN, dan Rp53,89 triliun oleh swasta. Sedangkan proyek campuran atau kerja sama perusahaan BUMN, swasta, dan pemerintah sebesar Rp87,17 triliun.
penyebarannya ada di Sumatera sebesar Rp55,63 triliun, Jawa Rp217 triliun, Kalimantan Rp57,19 triliun, Sulawesi Rp22,49 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp17,54 triliun, serta di Papua dan Maluku Rp27,15 triliun.
Dengan perspektif ekonominya (Hatta-nomik) yang jauh ke depan (visioner) itu, maka HR patut duduk sebagai salah satu putra terbaik bangsa. Ia memberikan “alas” yang kuat bagi fondasi ekonomi nasional dengan menggagas MP3EI. Bukan tak mungkin, bila kelak ia diamanahkan sebagai Wapres, MP3EI ini semakin terobjektifikasi melalui program-program pembangunan nyata.Tidak salah, bila HR menjadi titik magnet yang kuat dalam bursa pilpres kali ini. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H