Beberapa waktu lalu, BPS merilis data inflasi untuk februari 2025. Data BPS menunjukkan secara tahunan terjadi deflasi -0,09%. Dari data BPS tersebut, deflasi paling dalam terjadi pada sektor Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar -12,08% dengan andil inflasi -1,92%. Sementara kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau terjadi inflasi 2,25% dengan andil inflasi 0,66%
Deflasi yang terlihat dalam data di atas belum sepenuhnya mencerminkan penurunan daya beli masyarakat, karena kelompok makanan, minuman, dan tembakau masih mengalami inflasi sebesar 2,25%, yang menunjukkan adanya tekanan harga di sektor kebutuhan pokok. Jika daya beli benar-benar melemah secara luas, kita biasanya akan melihat tekanan deflasi yang lebih merata, termasuk di sektor makanan dan minuman.
Namun, deflasi yang signifikan dalam kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga (-12,08%) mungkin lebih berkaitan dengan faktor kebijakan, seperti penurunan tarif listrik atau subsidi energi, daripada melemahnya konsumsi. Deflasi di sektor ini bisa bersifat struktural dan tidak selalu mencerminkan pelemahan ekonomi secara menyeluruh.
Meskipun kelompok makanan, minuman, dan tembakau mengalami inflasi sebesar 2,25%, angka ini masih berada di bawah threshold asumsi makro dalam APBN yang ditetapkan sebesar 2,8%. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi di sektor pangan masih relatif terkendali dan belum mencapai level yang berisiko mengganggu stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Kendati demikian, kenaikan harga di sektor ini tetap perlu diwaspadai karena dapat berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah yang sebagian besar pengeluarannya dialokasikan untuk kebutuhan pangan.
Dalam konteks kebijakan ekonomi, inflasi pangan yang masih di bawah asumsi makro dapat memberikan ruang bagi pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat tanpa harus menerapkan intervensi yang terlalu agresif, seperti kebijakan subsidi tambahan atau penyesuaian suku bunga.
Namun, jika tekanan harga pangan terus meningkat dan mendekati atau bahkan melampaui threshold 2,8%, maka pemerintah perlu mengambil langkah-langkah mitigasi, seperti stabilisasi stok pangan, pengendalian rantai distribusi, serta kebijakan impor yang lebih fleksibel untuk menjaga keseimbangan harga di pasar domestik.
Menjelang Ramadhan dan Lebaran, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, memainkan peran penting dalam mengendalikan harga pangan guna menjaga stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. Salah satu langkah utamanya adalah memastikan ketersediaan stok bahan pokok, seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging, agar tidak terjadi lonjakan harga akibat peningkatan permintaan musiman.
Zulkifli Hasan bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Bulog, distributor, dan pelaku usaha, untuk mempercepat distribusi dan memastikan pasokan pangan tetap lancar. Selain itu, ia juga mengawasi kebijakan impor komoditas strategis guna menutup potensi defisit stok yang dapat menyebabkan kenaikan harga di pasar. Hal ini sejalan dengan salah satu visi Partai Amanat Nasional (PAN), partai yang dibesut Zulhas, yakni "PAN Bantu Pangan Rakyat."
Selain aspek pasokan, Zulkifli Hasan juga mengintensifkan operasi pasar murah di berbagai daerah sebagai langkah konkret untuk meredam kenaikan harga pangan yang berlebihan. Pemerintah, melalui koordinasi lintas kementerian, juga terus memperkuat mekanisme subsidi bagi komoditas tertentu agar masyarakat tetap dapat membeli kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau.