Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Aniesnomics Ideologi Ekonomi Keadilan "Satu Kemakmuran"

11 Januari 2024   01:56 Diperbarui: 11 Januari 2024   02:00 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber : artikula.id)

Syarat meningkatkan bobot ekonomi agar bisa menjadi negara maju, adalah pemerataan ekonomi. Gagasan pemerataan dan keadilan distribusi kue ekonomi, menjadi konsen calon presiden; Anies Rasyid Baswedan. Dengan harapan, setiap daerah di Indonesia menjadi kontributor utama PDB nasional, melalui peningkatan kinerja Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Selama masih ada disparitas ekonomi antar daerah, maka pembobotan terhadap PDB nasional menjadi belum optimal.

Hingga saat ini, berdasarkan data BPS, struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada Triwulan 3-2023 masih didominasi wilayah Jawa yang memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,12 persen. Sementara zona Nusa Tenggara & Bali, Maluku, Papua dan Kalimantan, kontribusinya terhadap ekonomi nasional tak lebih dari 9 persen.

Memang pada kuartal 3 2023, pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku dan Papua, tercatat 9,25 persen, namun pertumbuhan yang tinggi ini tidak disertai dengan pemerataan distribusi kue ekonomi yang menyebabkan masih tingginya kemiskinan. Berdasarkan data kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023, kemiskinan di dua provinsi ini tercatat paling tinggi secara nasional, dimana Papua dengan tingkat kemiskinan 20,10 persen dan Papua 19,68 persen. Ini sebagai indikasi pertumbuhan dan distribusi kue ekonomi yang belum adil.

Ketimpangan pertumbuhan

Konsentrasi pertumbuhan ekonomi nasional yang masih terpusat di daratan Jawa juga disebabkan oleh distribusi investasi yang belum merata. Sebagai contoh, dari data BPS tentang realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 2020-2022, masih memperlihatkan ketimpangan. Jawa memiliki rasio investasi tertinggi, yaitu 63,7 persen, yang berarti lebih dari setengah total investasi di Indonesia berasal dari daratan Jawa. 

Daratan Sumatera dan Kalimantan menempati posisi kedua dan ketiga dengan rasio investasi masing-masing 23,6 persen dan 20,1 persen. Daratan Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara dan Bali memiliki rasio investasi yang relatif rendah, yaitu di bawah 10 persen. Hal ini menggambarkan masih ada ketimpangan dalam distribusi investasi antara antar daerah di Indonesia.


Ketimpangan fiskal

Sejatinya, daerah-daerah dengan kapasitas fiskal yang terbatas, membutuhkan dukungan investasi, baik pemerintah, swasta (dalam negeri dan asing) untuk mendorong output daerah dari sektor-sektor berbasis keunggulan lokal dan labour intensive dalam rangka pemerataan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dengan inklusi pembangunan dan investasi, daerah-daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah, menjadi terakselerasi dan sebagai penyangga pertumbuhan ekonomi nasional.

Dari data Kementerian Keuangan 2022, terlihat bahwa, ketimpangan antar daerah masih tinggi dari sisi Indeks Kapasitas Fiskal Daerah (IKFD). Jika dilihat dari sebaran IKFD antar provinsi, masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara provinsi-provinsi yang memiliki IKFD sangat tinggi dengan provinsi-provinsi yang memiliki IKFD sangat rendah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun