Pernah baca buku TEOLOGI NEGATIF ABU NAWAS yang diterbitkan LKIS-Yogya? Waktu masih mahasiswa, saya baca buku yang ditulis Moh. Hanif Anwari tersebut.
Bila melihat presiden kita kini, saya terngiang-ngiang pada apa yang diintrodusir si penulis teologi negatif Abu Nawas alias Abu-Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami. Abu Nawas itu selalu di luar mainstream. Melawan pakem; atau hegemoni pakem.
Jokowi setali tiga yang dengan "Abu Nawas." Selalu di luar pakem, dari kebijakan-kebijakannya. Namun oleh penulisnya, Abu Nawas dilihat sebagai sosok yang mendekonstruksi pakem, agar tidak menjadi absolut dalam ranah pikiran dan relasi kuasa.
Sederhananya, mendemokratisasikan suatu norma, agar tidak absolut; dan mendukung suatu hegemoni kebenaran. Oleh penulis buku, tindakan-tindakan nyeleneh/kontroversial Abu Nawas, dilihat sebagai bentuk perlawanan atas hegemoni kebenaran Abbasiyah. Dibaca sebagai teologi negatif.
Mungkin, kita perlu menggali lebih dalam, agar menemukan stereotype Abu Nawas dalam diri dan kebijakan Jokowi, dalam pengertian yang lebih elegan. Agar suatu nilai, tak menjadi monolitik. Dus, mau pilih yang mana? Terjebak dalam kontroversialitas, atau menyelami kontroversialitas tersebut dengan menemukan nilai-nilai baru?
Toh, sebejat-bejat Abu Nawas, imam Syafi'i akhirnya menangisinya tersedu-sedu lalu menyolati sang pujangga, setelah sebelumnya enggan menyolati jenazah almarhum. Hanya karena secarik kertas permohonan pada Allah, yang ditemukan imam Syafi'i dalam saku jubah almarhum. Orang sejernih imam Syafi'i, menemukan kebenaran naratif dalam diri manusia sebadung Abu Nawas.
**
Sudah banyak sekali para praktisi dan pengamat hukum mengkritisi dikeluarkannya Perpu Omnibus Law oleh Jokowi. Ada dua sudut pandang yang head to head. Tapi Jokowi keukeuh keluarkan Perpu tersebut ! Kenapa?
Perlu dipahami, bahwa tahun 2023 adalah tahun konsolidasi fiskal. APBN tak boleh lagi defisit >3% terhadap PDB; sebagaimana sebelumnya, yang ditoleransi oleh UU No 2 Tahun 2020 Tentang PEN.
Namun toleransi defisit APBN tersebut, sudah usai sejak kembang api malam tahun baru 2023 dinyalakan. Pemerintah dituntut oleh UU untuk melakukan normalisasi. Ini fardu 'ain. Wajib !