Hanya dengan satu celetukan Jeje, Slebew, kawasan SCBD-Sudirman, kini menjadi episentrum baru kaula muda asal daerah satelit Jakarta. SCBD pun kini dipelintir menjadi Sudirman, Citayam, Bojonggede dan Depok (SCBD).
Kini kawasan taman Dukuh Atas-Jakarta, berubah menjadi catwalk bagi anak-anak Citayam dan Bojonggede, mengumbar bermacam-macam outfit. Jeje, Roy dan Bonge pun menjadi iconic Citayam Fashion Week (CFW).
Terlepas dari berbagai pro kontranya, Jeje, Roy dan Bonge, melahirkan suatu disrupsi atas citra dunia fashion. Dari yang serba high class, lalu terdemokratisasikan dan menjadi fashion jalanan dengan outfit-outfit murahan nan unik, yang bisa diikuti dan ditonton semua kelas masyarakat.
Kawasan MRT Dukuh Atas, kini menjadi arena fashion street style. Tak ubahnya Harajuku Style di Jepang Tahun 1990-an-200-an, Taikoo Style-China dan Camden Town Style ;London. Fashion street style yang oleh pegiat fashion, disebutnya sebagai "anti-fashion." Timeless dan mendobrak pakem fashion karena tak mengikuti trend dan segmentasi pasar
Tak dinyana, setelah viralnya, kini Jeje hidup di atas pundi-pundi sebagai content creator dan model/photo shoot. Setali tiga uang dengan Bonge, kendati dengan fashion kucelnya, kini pemuda Citayam itu telah memiliki mobil mewah; Toyota Vellfire.
Tak dinyana, sosial media dan gimmick fashion jalanan, telah merubah jarum kompas nasib Jeje, Roy dan Bonge yang kini wara wiri di layar kaca dan lini masa. Mereka adalah dimensi lain dari gig economy.
Dalam gig economy, freelancer bisa memilih sendiri pekerjaan yang sesuai dengan minat mereka. Pekerjaan menjadi officeless dan tidak terikat oleh satu pekerjaan. Semakin kreatif; income kian besar.
Anak-anak muda seperti Jeje, Roy dan Bonge, lahir sebagai freelancer yang meng-create pekerjaan sendiri dan tumbuh besar sebagai digital marketer atau sebagai pelaku performing art.