Sjamsul Nursalim, alias Lim Tek Siong, alias Lim Tjoen Ho, maling BLBI itu bebas percuma. Meski hakim memutuskan, ada kerugian Negara Rp.4,58 triliun.
Ini kali pertama, KPK menetapkan SP3 untuk kasus mega korupsi. Puas? Itulah buah dari UU KPK yang baru. Itulah prestasi legislasi paling gemilang baik pemerintah dan DPR.
Tentulah tuan dan puan terkaget-kaget, konon KPK yang suka membui koruptor, malah kini membebaskan para pelaku rasuah itu secara percuma. Sebegitunya KPK sekarang.
Lim Tjoen Ho, adalah salah satu obligor BLBI. Yang mana merupakan skema bantuan BI pada bank-bank yang likuiditasnya seret, bahkan kering kerontang di tahun 1998.
Untuk apa bantu bank-bank sekarat? Tanyakan saja Megawati kala itu selaku orang paling berkuasa di Indonesia.
Kendatipun begitu, sudah dibantu malah menggarong. Konon, uang BLBI tersebut hanya Rp6 triliun saja yang dipakai untuk restrukturisasi perbankan. Sisanya dari Rp320 triliun?
Sokongan likuiditas pada 48 bank itu beleid IMF. Ditengarai bila tak diinjeksi dana segar, maka sistem perbankan dan ekonomi akan rusak secara sistemik. Ekonomi akan kacau balau. Destruksi sosial bisa terjadi dimana-mana lalu Indonesia bubar.
Maka dikeluarkanlah skema bantuan BLBI dalam bentuk rekap obligasi. Bisa jadi, itu semacam QE (quantitative easing), dalam rangka melikuidasi aset-aset kotor milik para obligor maling itu. Untung engga, negara rugi iya.
Namun apa lacur, skema BLBI itu dibegal oleh para pemegang obligor tersebut yang diantaranya para bankir. Di antaranya Lim Tjoen Ho yang berderet diantara 22 nama penerima BLBI.
Skema bantuan BLBI sebesar Rp320 triliun itu dibancak oleh obligor Mafioso. Apa jadi, BI hanya bisa ambil kembali dananya sebesar 8,5% atau Rp27,2 triliun. Sisanya digarong.
Sudah pasti RO itu mesti dibayar pokok dan bunganya. Kalau dibayar tepat waktu saja, maka manakalah setiap jatuh tempo, negara tergencet oleh pokok obligasi dan bunganya hingga 2045.
Pembayaran bunganya per tahun Rp70 triliun. Dari mana bayarnya? Sudah pasti dari uang rakyat/APBN.Yang maling orang-orang gedongan, yang tanggung uang rakyat.