Setelah pensiun, suatu waktu mantan presiden Unisoviet Mikail Gurbachev, berjalan di sebuah kampung. Dari balik jendela, seorang ibu tua menyembur kepala Gorbachev dengan ludah. Ia tak dianggap.
Warga Uni soviet menganggapnya pecundang. Di tangannya Unisoviet pecah lintang pukang hingga berkeping-keping. Gurbachev tak direken sepeserpun setelah pensiun. Kala kuasa digenggam, ia tiada dosa suatu apapun.
Dulu dielu-elu oleh partai pendukung, buzzer dan media. Setelah pensiun, tak ada harga sepeser. Bisa jadi setelah pensiun, rakyat melihatnya setengah mengeceng. Cara warga Unisoviet memberi harga pada Gorbachev adalah dengan ludah. Fuih !
Dengan Prestorika dan Glasnot, Gorbachev ingin mengubah ekonomi Unisoviet menjadi kapitalis. Suatu pemerintahan yang amat terbuka sebagaimana negara kapitalis tulen. Namun tetap dalam pettern Komunis Marxis.
Prestorika dan Glasnot dianggap mengkhianati legacy Soviet. Negara itu menjadi hilang kontrol sosial. Pecah berkeping-keping dan bubar.
Martabat Gorbachev sebagai pemimpin dunia luruh hingga sesenpun tiada laku. Khususnya bagi warga Soviet pasca runtuh. Sampai begitu rupa---diludahi kepalanya oleh warga sendiri. Apa jadi, hingga mantan presiden Soviet itu terhina begitu macam? Hanya karena legacy-nya buruk.
Sudah kadung kepengen menjadi kapitalis, bukan untung, malah buntung. Soviet bisa saja tak bubar, tapi Gorbachev tentu dianggap pengkhiant komunis. Ia merobohkan pilar-pilar sosial Soviet. Sekali lagi, merobohkan pilar-pilar sosial. Membangun fisik ekonomi, tapi merobohkan pilar sosial. Negara Soviet bubar !
Membelah masyarakatnya dalam polarisasi sosial yang ekstrem dan kompleks. Katakan sekarang, polarisasi itu menjadi artifisial berdasarkan propaganda buzzer.
Proganda Pancasila VS anti Pancasila, NKRI VS khilafah dan radikalisme. Suatu alas sosial yang getas dan berkontribusi pada rapuh dan hilangnya kontrol sosial.
Tadinya heroik lalu dianggap pecundang. Begitu tragis, rakyat memberi harga pada pemimpin. Tahun 1960-an, tentara AS perang mati-matian di Vietnam. Masuk keluar hutan, melawan malaria dan ganasnya gerliyawan Vietnam.
Sepulangnya ke AS, mereka dianggap pecundang oleh rakyatnya. Tak sedikit mantan tentara AS yang frustasi karena anggapan rakyat padanya. Tak dihargai sepeserpun.