Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Natal Maleo di Pedalaman Pantar

29 Desember 2016   20:41 Diperbarui: 30 Desember 2016   09:37 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maleo si bocah di pedalaman Pantar yang ulet (Foto ; MS)

Leo diam 1000 kata. Ia pun memeluk ibunya erat-erat. Sore itu, Naomi dan Leo menangis sebisanya saling berpelukan. Nita yang kecil, hanya memegang ujung daster mamanya. Ia belum mengerti tentang derita mamanya. Hampir lima tahun, setia menunggu Alex, tapi berujung pengkhianatan, pun beban hidup yang dipikul mamanya; Naomi.   

Sabtu, (24/12), Leo, Nita dan Ibunya turun ke kota. Hampir satu jam lebih mereka berjalan kaki dari desa. Memasuki mulut jalan ke Arah pasar, Leo menarik tangan ibunya dan Nita kuat-kuat ke tempat penjualan pakaian Rombengan Baru (RB). Leo meminta ibunya mencari baju untuk Nita adiknya. Hari itu, Nita dibelikan sebuah gaun manis berwarna biru dan sepatu. Leo hanya membeli seragam putih-putih untuk pementasan drama di gereja bersama teman-teman sekolahnya.

Meski terik panas menyengat ubun-ubun, siang itu Leo girang bukan kepalang. Sepanjang jalan ia terus menatap ibunya dan Nita dengan senyuman lebar. Sesekali ia melongok ke isi bakul, melihat gaun RB dan sepatu yang dibelikannya untuk Nita.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Kehidupan Leo dan keluarganya berbeda dengan Darius teman bermainnya. Rumah Leo dan Darius bersebelahan. Ayah dan ibu Darius keduanya Pegawai Negeri Sipil. Tiga hari sebelum Natal, Leo dipanggil Darius sekedar memperlihatkan baju baru dan pohon hias Natal yang dibeli ayahnya di Surabaya sewaktu penataran ke sana. Leo cuma bisa menelan ludah. Ia begitu mengimpikan pohon Natal bila ayahnya di Malaysia mengirim wesel uang yang cukup. Cuma sayang, surat kosong pun tak datang dari ayahnya.  

Perbedaannya dengan Darius yang kontras, tak membuat Leo kecil hati. Di hari Natal, Leo tampil dengan wajah kuat dan cerah. Mungkin ia igin menguatkan hati ibunya. Sudah lima tahun, Leo, ibu dan adiknya Natal ke gereja tanpa ayah. Itu yang membuat hati Naomi terhantam gundah.

Dalam gereja, saat mendengar Pendeta berkhutbah, Naomi tak henti mengusap rambut dua buah hatinya dengan wajah yang sembab; gundah-gulana. Kemeriahan Natal tanpa Alex, seperti beban yang menindih batinya selama lima tahun.

Dulu setamat SMA, Naomi didorong almarhum ayahnya  kuliah di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta. Cinta yang besar dan tak mau jauh dari Alex, mambuat Naomi mengurung niat ayahnya agar kelak menjadi Pendeta. Tapi Naomi tak pernah sesali cinta dan pengorbanannya untuk Alex. Di kepalanya cuma memikirkan masa depan kedua anaknya; Leo dan Nita. Natal kali ini, memberi arti yang dalam pada Naomi. Cinta, perjuangan dan keimanan yang mengeras di hatinya selama lima tahun tanpa Alex. ****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun