Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Gestur Ibu-Ibu di Pasar Hari Ini (4 Juni 2016)

4 Juni 2016   09:05 Diperbarui: 4 Juni 2016   10:21 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang memilih cabai di pasar Inpres Senen, Jakarta Pusat, Jumat (5/6). Harga berbagai kebutuhan pokok seperti sayur mayur menjelang puasa mulai naik. (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Masalah pasokan dan suplai komponen pangan kita ini masih dikuasai oleh sekelompok kecil kartel yang menyebabkan fluktuasi harga komponen pangan acap kali “abnormal.” Masalah harga semata-mata bukan murni disebabkan oleh masalah alami hukum “supplay and demand” tapi disebabkan oleh praktek kartelisasi. Dengan demikian, pertanyaannya, dalam hal pengelolaan tata niaga komponen pangan ini, apa saja yang dikerjakan menteri perdagangan? 

Hal paling aneh yang pernah diumbar guru besar Faklultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa di KOMPAS (11/03/2016), bahwa Kenaikan harga pangan ternyata tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan petani kecil. Dalam enam bulan awal pemerintahan tercatat 570.000 petani jatuh miskin. Harga gabah di tingkat usaha tani di musim panen Februari-Maret 2015 di banyak tempat tercatat hanya Rp 3.100 hingga Rp 3.300, jauh lebih rendah dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen sebesar Rp 3.700 per kilogram.

Kejadian tersebut berulang pada musim panen tahun ini (2016). Meskipun panen baru sedikit dan sporadis di berbagai tempat, dari laporan jaringan Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia di hari-hari ini harga gabah di tingkat petani sudah terjerembab ke angka Rp 2.900-Rp 3.700 per kg dengan rata-rata di sekitar Rp 3.400 per kg di banyak tempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sangat ironis karena harga beras medium rata-rata nasional justru meningkat menjadi Rp 10.933 per kg (7/3) yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata Februari 2016 (Rp 10.801 per kg), Januari 2016 (Rp 10.799 per kg), dan Desember 2015 (Rp 10.744).

Gejolak harga tidak hanya terjadi di beras, tetapi juga jagung, daging sapi, daging ayam, dan telur. Untuk bawang merah dan cabai karena sifatnya yang musiman dan tidak tahan penyimpanan gejolak harga yang terjadi lebih dahsyat. Melihat kecenderungan seperti itu banyak pihak berkesimpulan bahwa mafia, spekulan, dan kartel pangan bermain di belakang layar.

Lah,mana paham ibu-ibu itu dengan centang-perenang kartel yang mengatur-atur harga seenak perutnya. Yang merea tahu, kalau Jokowi itu presidennya wong cilik,ya harga pangan pokok turunin dong,mereka tak mau tahu. Selama harga masih mahal, pipi tetap membengkak, bibir dan hidung akan manyun dan saling beradu. Itu protes gesture ibu-ibu di pasar. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun